Jateng Barat Dilanda Banjir dan Longsor, Kapan Cuaca Ekstrem Berakhir?

Cuaca ekstrem memicu 75 titik banjir, longsor dan tiupan angin kencang di Kebumen, 11 titik di Kecamatan Banyumas, dan tujuh di Banjarnegara.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 18 Jan 2019, 08:03 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2019, 08:03 WIB
Ilustrasi – Penampakan awan (diduga) Comulonimbus di Cingebul Kecamatan Lumbir, sebelum hujan lebat disertai angin kencang. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Penampakan awan (diduga) Comulonimbus di Cingebul Kecamatan Lumbir, sebelum hujan lebat disertai angin kencang. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Purwokerto - Beberapa hari terakhir, cuaca ekstrem melanda wilayah Jawa Tengah bagian barat selatan mulai dari Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen.

Akibatnya, banjir, longsor, dan tiupan angin kencang atau puting beliung pun terjadi wilayah di sisi barat selatan Jawa Tengah ini.

Di Kebumen misalnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat, hingga Kamis pagi, 17 Januari 2019, bencana alam terjadi di 75 titik. Bencana yang terjadi berupa banjir, longsor, dan angin kencang.

Di Kabupaten Banjarnegara, cuaca ekstrem memicu puluhan longsor terjadi sejak awal pekan. Tujuh di antaranya berdampak cukup serius. Hanya dalam sehari, Rabu, 16 Januari 2019, ada empat longsor di kabupaten yang didominasi wilayah pegunungan ini.

 

Di Kabupaten Banyumas, banjir dan longsor dilaporkan di 11 desa empat kecamatan. Empat kecamatan tersebut yakni, Sumpiuh, Tambak, Kemranjen, dan Kebasen.

Hari ini, BPBD dan relawan kebencanaan fokus pada upaya perbaikan tanggul jebol dan menyingkirkan material longsoran untuk mengantisipasi dampak lanjutan.

Di Kecamatan Sumpiuh, Banyumas, warga bersama petugas BPBD dan ratusan relawan hari ini mulai menutup tanggul Sungai Angin yang jebol pada Rabu dan menyebabkan banjir di Kelurahan Sumpiuh dan Prembun Kecamatan Sumpiuh.

Dipicu cuaca ekstrem, ratusan rumah dan ratusan hektare lahan pertanian terendam. Hari ini, banjir mulai surut. Namun, dikhawatirkan curah hujan tinggi menyebabkan debit sungai kembali naik dan memicu banjir susulan.

"Hari ini giatnya itu memperbaiki tanggul yang jebol. Kalau sekarang yang sedang dipantau adalah Grumbul Nusapule Desa Nusadadi," ucap Komandan Taruna Tanggap Bencana (Tagana) Banyumas, Heriana Ady Chandra, Kamis, 17 Januari 2019.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Warga Mengungsi Akibat Banjir di Banyumas

Banjir di Kecamatan Sumpiuh dan Tambak memaksa belasan warga mengungsi. (Foto: Liputan6.com/BPBD Banyumas/Muhamad Ridlo)
Banjir di Kecamatan Sumpiuh dan Tambak memaksa belasan warga mengungsi. (Foto: Liputan6.com/BPBD Banyumas/Muhamad Ridlo)

Selain menutup tanggul di Sungai Angin, relawan juga memantau banjir yang masih terjadi di Desa Gebangsari dan Nusadadi Kecamatan Tambak. Hingga hari ini, dua dusun, yakni Grumbul Baya Wulung Desa Gebangsari dan Nusapule Desa Nusadari masih terendam. Enam keluarga juga masih mengungsi.

"Di Prembun sudah surut, tadi malam, cuma yang terjadi peningkatan ketinggian genangan itu terjadi di Desa Gebangsari, Dusun Bayawulung. Itu bahkan harus ada enam keluarga yang diungsikan," dia mengungkapkan.

Namun, di dua desa ini, relawan belum bisa memperbaiki tanggul yang jebol atau kritis. Pasalnya, secara bersamaan, air laut pasang sehingga area jebolan masih terendam. Selain itu, perbaikan dalam kondisi genangan tinggi juga justru membahayakan relawan.

Dia mengemukakan, banjir di Kecamatan Sumpiuh dan Tambak dipicu oleh jebol dan meluapnya empat sungai. Di Kecamatan Sumpiuh, Sungai Angin meluap dan jebol. Adapun di Kecamatan Tambak ada tiga sungai yang meluap dan jebol, yakni Sungai Manggis, Kecepak, dan Sungai Ijo.

Selain banjir di dua kecamatan, hujan ekstrem yang terjadi di Banyumas sepanjang Rabu hingga Kamis dini hari juga menyebabkan longsor dan gerakan di enam desa dua kecamatan.

Enam desa tersebut yakni, Desa Petarangan, Kebarongan, dan Karanggintung di Kecamatan Kemranjen. Kemudian, Desa Kebasen dan Kaliwedi Kecamatan Kebasen. Gerakan tanah juga terjadi di Desa Karangsari, Kecamatan Kebasen, dengan panjang 20 meter dengan retakan selebar 15 sentimeter.

Hari ini BPBD dan relawan juga disebar ke seluruh wilayah yang dilanda bencana. Penanganan darurat mulai dilakukan hari ini untuk mengantisipasi dampak lanjutan. Hingga hari ini, kata dia, belum dilakukan perhitungan kerugian akibat banjir dan longsor di Banyumas.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya telah mengeluarkan peringatan dini potensi terjadi cuaca ekstrem di wilayah Jawa Tengah bagian selatan, utamanya Cilacap, Banyumas, dan Kebumen.

 

Perkirakaan Berakhirnya Cuaca Ekstrem

Banjir dan longsor terjadi di Banyumas akibat cuaca ekstrem. (Foto: Liputan6.com/BPBD Banyumas/Muhamad Ridlo)
Banjir dan longsor terjadi di Banyumas akibat cuaca ekstrem. (Foto: Liputan6.com/BPBD Banyumas/Muhamad Ridlo)

Kepala Kelompok Prakirawan BMKG Pos Pengataman Cilacap, Teguh Wardoyo mengatakan kondisi ini dipengaruhi oleh munculnya pusat tekanan rendah di sisi utara timur Australia. Sebaliknya di Samudera Hindia sisi utara barat Australia, muncul tekanan tinggi.

"Ya, sekarang di Australia bagian utara itu ada tekanan rendah, kemudian yang terpantau 1.007 milibar. Ini yang kemudian memicu peningkatan kecepatan angin di perairan selatan dan Samudera," ucap Teguh, Selasa, 15 Januari 2019.

Kondisi ini menyebabkan tiupan angin kencang dengan kecepatan antara 15 hingga 25 knot dan menyebabkan ketinggian gelombang meningkat. Di perairan pantai ombak berpotensi setinggi 2,5 meter dan 4,5 meter di samudera lepas.

Selain memicu gelombang tinggi, pusat tekanan rendah ini disebut juga berpengaruh terhadap cuaca. Apalagi, wilayah Jawa Tengah bagian selatan saat ini memasuki puncak musim penghujan.

Diperkirakan cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi hingga 17 Januari 2019. Kondisi ini juga dipengaruhi pemanasan di pagi hari yang membuat pembentukan awan masif pada siang dan sore harinya.

Menurut Teguh, kondisi kali ini bukan dipengaruhi oleh sirkulasi Eddy yang akhir-akhir ini muncul di Samudera Hindia barat daya Aceh. Dia menyebut, sirkulasi Eddy lebih banyak berpengaruh untuk kawasan Aceh dan sekitarnya.

"Kondisi perairan selatan Cilacap hingga Yogyakarta ini lebih banyak dipengaruhi oleh adanya pola tekanan rendah di Australia bagian utara," dia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya