Liputan6.com, Batam - Kemajuan Batam ikut diwarnai ide-ide Burhanudin Jusuf Habibie. Dialah sosok yang "diculik" Presiden Suharto dari kemapanan di Jerman untuk membangun kemajuan di Batam.
Habibie menggantikan peran Ibnu Sutowo yang memiliki tugas khusus mengembangkan pulau terluar. Maka Batam diproyeksikan mampu mengambil alih peran Singapura di kawasan Asia Tenggara.
"Tahun 1975 saya ditugaskan mengelola dan memajukan Batam. Saat itu penduduknya 600 kepala keluarga, namun tak ada prasarana. Masih dibawah koordinasi direktur utama industri perminyakan," kata Habibie memulai ceritanya di Tower Pollux, Batam Center, Senin, 29 April 2019.
Advertisement
Baca Juga
Setelah melihat dan riset pulau Batam, Habibie meminta Presiden Soeharto agar Batam tak dimonopoli satu perusahaan saja. Karena saat itu Batam masih menjadi monopoli perusahan industri nergi minyak.
"Saya melihat, Batam bisa menjadi ujung tombak pembangunan ekonomi Indonesia. Sekaligus benteng pertahanan karena berbatasan dengan negara lain," katanya.
Presiden Soeharto langsung menyetujui. Habibie diberi mandat mengembangkan pulau Batam. Misinya tegas, bisa menjadi pesaing Singapura. Sekaligus menegaskan kebesaran Indonesia di mata Singapura.
Habibie langsung bergerak. Ia menyusun detail rencana pembangunan pulau Batam. Tahun 1975 itu pula, Habibie bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew di Singapura.
"Saya bicara empat mata dengan Lee Kwan Yew. Mewakili pak Harto, saya sampaikan rencana Pak Harto. Kemudian dijawab, Doktor Habibi silakan buat apa saja di Batam, pokoknya harus bisa bersaing," kata Habibie menirukan PM Lee.
Simak video pilihan berikut:
Kemana Ruang Terbuka Hijau?
Perdana Menteri Singapura itu juga menyebutkan bahwa wilayah terdepan di perbatasan itu diharapkan segera berkembang dan bisa menjadi mitra.
"Tapi Mr Lee minta agar pembangunan jangan dimulai dengan perjudian. Bagi kita it's okey," kata Habibie.
Atas kesepakatan itu, Habibi sangat berharap bahwa kota Batam mampu berkembang lebih komplit dan sempurna. Mengapa? Karena ada Singapura yang bisa dianggap saudara serumpun.
"Kalau dilihat dari jauh, bendera Singapura itu mirip dengan Indonesia. Sulit membedakannya. Sama-sama merah putih," kata Habibie.
Dalam perjalanannya, Habibie sepenuh hati mencurahkan perhatiannya membangun Batam. Ia pun tak menganggap Singapura sebagai pesaing, namun diperlakukan sebagai mitra. Ini penting karena Indonesia tak bisa sendirian menghadapi tantangan perkembangan dunia, namun perlu kerjasama dengan negara lain.
"Globalitation. Kita sudah mempersiapkan diri menghadapi itu, 25 tahun sebelumnya," kata Habibie.
Empat puluh empat tahun berlalu. Batam terus berkembang. Namun perkembangannya ternyata melenceng dari perencanaan awal.
"Saya bingung. Batam itu master plan-nya kan 60 persen untuk ruang terbuka hijau. Sedangkan 40 % sisanya untuk bangunan," kata Habibie.
Selain itu dalam perencanaan pembangunan Batam diproyeksi menjadi industri high tech. Itulah sebabnya Habibie membangun 5 Jembatan yang menghubungkan pulau Batam, pulau Tonton, pulau Nipah, pulau Rempang, pulau Galang dan pulau Galang Baru. Jembatan itu dikenal dengan jembatan Barelang, penghubung pulau sekitar Batam.
"Dari lima jembatan itu, tak ada satupun yang sama. Rencananya juga akan dibangun jembatan penghubung Sematera dan Jawa melalui selat Sunda," kata Habibie.
Advertisement