Mengenal Responsibility Tourism, Gaya Berwisata Generasi Milenial

Kemasi ranselmu dan berangkatlah ke Jogjakarta, ada keramahan sejati yang akan membuat liburanmu tak terlupakan!

oleh Wisnu Wardhana diperbarui 30 Jul 2019, 05:00 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2019, 05:00 WIB
turis milenial
Kelas Bahasa Inggris, mempertemukan wisatawan dengan masyarakat secara langsung (foto : Liputan6.com / wisnu wardhana)

Liputan6.com, Bantul - Serombongan pria dan wanita kaukasia nampak turun dari tiga becak, bawaan mereka seperti umumnya turis backpacker yang memang banyak berkeliaran di Yogyakarta. Wajah mereka nampak ceria meski cuaca siang hari di awal kemarau cukup menyengat.

Tujuan mereka bukan tempat wisata megah nan indah yang banyak dikunjungi orang, hanyalah sebuah rumah yang sebagian besar terbuat dari bambu dengan patung Buddha yang tampak ramah menyambut tetamu yang datang. Beberapa tulisan seperti Fili Tour, Fili Stay, serta Rumah Inspirasi Jogja, terbaca dengan jelas, pemilik Rumah tampak menyambut tamu-tamu "bule"-nya dengan ramah, menyilakan untuk rehat sejenak di sebuah "gubuk" bambu di depan rumah tersebut.

Masyarakat Dusun Gesik, Kasongan, Bantul, DIY memang sudah biasa melihat turis asing berada di lingkungan mereka, sejak tahun 2013, memang telah banyak turis asing yang berkunjung ke sana. Termasuk turis backpacker.

Magnetnya adalah Rumah inspirasi yang di kelola oleh Filiana Dewi dan suaminya, Josh Handani. Lalu apa menariknya rumah di tepi sungai Bedhok ini, hingga banyak turis asing yang tertarik mengunjunginya.

"Awalnya kami hanya bermaksud membuat homestay karena kami memang berkecimpung di dunia pariwisata. Tapi lama-lama banyak juga turis backpacker yang hanya berkunjung di rumah kami ini," lanjutnya.

Bermula di tahun 2012, saat Dewi dan Josh pindah ke lokasi tersebut, mereka yang memang aktivis lingkungan agak terkejut dengan keadaan lingkungan mereka tinggal, tepat di sebelah rumah mereka, warga sekitar membuang sampah baik plastik maupun organik dengan sesuka hati, sebagian bahkan membuang sampahnya ke sungai.

"Stress juga kita saat itu, kami memilih pindah ke desa pun karena di kota kami kebingungan dengan banyaknya sampah di sana, ternyata di sini bahkan persis di depan mata kami, aktivitas membuang sampah yang tak bertanggung jawab terjadi," kata Dewi.

Simak video pilihan berikut:

 

Suluh Masyarakat

turis milenial
Filistay tujuan menjadi tujuan banyak wisatawan luar negeri yang berkunjung ke Yogyakarta (foto: Liputan6.com / wisnu wardhana)

Saat itu mereka mencoba mendekati warga dan sedikit memberi pengertian mengenai bahaya sampah plastik, namun tak mempan dan aktivitas pembuangan sampah tetap terjadi. Dewi dan Josh kemudian sengaja menghabiskan sisa tanah yang mereka miliki untuk membuat kamar kamar homestay, tak hanya itu, mereka kemudian menyewa tanah yang biasa dipakai oleh warga untuk membuang sampah dan dijadikan kamar juga.

Kamar kamar yang mereka bangun diri bambu mulai mereka pasarkan di media sosial, justru beberapa turis asing yang kemudian memanfaatkan sebagai tempat menginap, Josh melihat aktivitas budaya di kampung mereka cukup unik untuk diketahui pelancong asing kemudian memanfaatkan sebagai tour pendek gratis bagi wisatawan asing yang menginap di tempat mereka tersebut.

Mengetahui potensi yang dimiliki oleh kampung mereka yang sebagian adalah perajin, mulai dari perajin blangkon, batik dan benda benda merchandise, Dewi dan Josh akhirnya menjadikan hal tersebut sebagai salah satu layanan tour baik sebagai penyewa homestay maupun hanya pengunjung biasa. Dengan seizin warga, Josh juga membuat beberapa pelatihan Bahasa Inggris di rumahnya dengan memanfaatkan para tamunya sebagai Relawan pengajar. Sasarannya adalah para pemuda dan anak anak sekitar.

Sejak itu, perspektif masyarakat sekitar mulai terbuka, bahwa lingkungan memang sangat berpengaruh kepada kehidupan mereka. Kedatangan wisatawan sedikit banyak menambah pendapatan warga sekitar, terutama untuk para perajin di sana. Bersamaan dengan hal itu, keberadaan filistay menjadi lebih dikenal dari pembicaraan antar wisatawan dan media sosial.

Home stay milik Dewi dan Josh kemudian mulai menjadi sebuah tujuan wisata minat khusus, karena wisatawan yang datang tak hanya mendapatkan sebuah liburan yang menyenangkan, namun juga menambah pengetahuan dan wawasan. Sebagian wisatawan yang datang bahkan kemudian menambah waktu menginap mereka bahkan hingga berbulan-bulan lamanya.

"Sebagian besar memang overstay, bahkan kemudian ada yang hingga satu tahun di sini," kata Dewi. Lamanya wisatawan berada di sana otomatis juga menambah pendapatan masyarakat.

"Bagi sebagian wisatawan, mereka cukup surprised, di sini, tidak boleh bawa plastik, tak boleh nyampah, namun umumnya mereka kemudian mengerti bahkan menularkan pada kawan kawannya," kata Josh bangga.

Hal senada diakui oleh Arsenii, salah satu wisatawan dari Russia yang akhirnya menghabiskan seluruh musim panasnya di Filistay.

"Sebelumnya saya tak begitu tahu mengenai minimum waste, di sini saya jadi tahu dan mencoba mempraktekkannya," kata Arsenii yang biasa dipanggil Ari ini.

 

 

Resistensi Pemandu

turis milenial
Pemilik Homestay, Dewi dan Josh selalu menularkan narasi responsibility tourism kepada tamunya. (foto : Liputan6.com / wisnu wardhana)

Konsep Responsibility Tourism yang dikembangkan Dewi dan Josh ini ternyata mendapat sambutan yang luar biasa dari wisatawan, terutama dari mancanegara.

"Kalau dilihat dari jumlah memang tak banyak wisatawan, namun itu lebih baik karena tujuan kita memang lebih pada usaha wisata yang bertanggungjawab," tutur Josh.

Josh menemukan, sebagian mass tourism (wisata jumlah banyak) malah justru menyumbangkan sampah yang cukup besar, belum lagi kerusakan lainnya. Bahkan hal ini justru dilakukan oleh para pelaku wisata sendiri. Hal ini kemudian mendorong Josh dan Dewi untuk mendirikan Rumah Guide Indonesia, yang salah satu materi pelatihan bagi para guidenya adalah kesadaran lingkungan ini.

Sayangnya upaya ini sering kali justru mendapat hambatan dari beberapa pelaku wisata lainnya, misalnya dengan menyatakan bahwa Rumah Guide Indonesia (RGI) bukanlah lembaga pramuwisata yang sah di Indonesia, padahal Undang-Undang sendiri tidak melarang dan membatasi akan adanya lembaga yang menaungi pramuwisata selain lembaga yang sudah ada.

Saat ditanyakan pada Josh dan Dewi, mereka mengakui hal tersebut, namun mereka tetap bertekad akan terus menjalankan RGI sebagai sebuah upaya memunculkan wisata yang bertanggung jawab sesuai dengan cita-cita keduanya.

"Patokan kami Undang-Undang, kami toh tak pernah mengganggu lembaga pramuwisata lainnya, dan hal tersebut bahkan dilindungi Undang-undang," ucap Josh mantap.

 

Kamar Sederhana Nan Nyaman

turis milenial
Kamar sederhana, nyaman dan selalu dicari wisatawan milenial. (foto: Liputan6.com / wisnu wardhana)

Memang sangat berbeda berwisata di Filistay, rombongan Bule penumpang becak tadi pun setelah rehat sejenak di gubuk bambu berfurniture unik tadi akhirnya belajar mengenai ecobrick, kemudian mereka juga mencoba membuat batik dengan pewarna alami. 4 orang diantara mereka akhirnya memutuskan menginap di Filistay yang memang berharga sangat murah.

Soal kamar, menjadi salah satu daya tarik sendiri, Kamar dibuat dengan bahan batu bata dan bambu serta kayu. Sangat sederhana namun terasa nyaman. Dewi tak membatasi jumlah tamu yang hendak menginap dalam satu kamar, namun tentu disesuaikan dengan ongkos mereka.

2 orang anggota rombongan yang tak ikut menginap bahkan mengatakan akan kembali keesokan paginya untuk ikut tour kampung ke pembuat blangkon dan Patung kayu. Bahkan salah satunya bersedia menjadi Relawan kelas Bahasa inggris untuk masyarakat, tentu saja tanpa bayaran.

Ari sebagai "penghuni senior" di Filistay meyakini, bahwa wisata model ini yang akan menjadi trend bagi kaum milenial, dan seharusnya pelaku wisata di Indonesia menangkap hal ini.

"Saya sebagai wisatawan dari kalangan anak muda dunia, saya lebih suka wisata seperti ini, bukan hanya mencari pemandangan indah, namun bertemu dengan masyarakatnya, guide yang kami sewa menjadi teman bahkan saudara, wisata yang menyenangkan bagi semua," kata Ari mantap.

Wisata bertanggungjawab yang dipraktekkan oleh Dewi dan Josh memang secara umum masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat Indonesia. Namun apa yang dilakukan, bukan hanya menambah pundi pundi keuangan pasangan ini, namun juga memberikan manfaat bagi wisatawan, masyarakat dan juga lingkungan di mana mereka berada.

Sebuah wisata yang ideal, kemasi ranselmu dan berangkatlah ke Jogjakarta, ada keramahan sejati yang akan membuat liburanmu tak terlupakan!

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya