Liputan6.com, Yogyakarta - Pada menit ketujuh final Piala Dunia 2006 di Olympiastadion Berlin menyajikan momen yang mengubah dinamika sepakbola modern. Zinedine Zidane, mega bintang timnas Prancis, mengeksekusi tendangan penalti dengan teknik Panenka yang beresiko tinggi di hadapan kiper legendaris Italia, Gianluigi Buffon.
Keputusan menggunakan teknik panenka di partai final Piala Dunia bukanlah tindakan impulsif. Hal ini merupakan hasil analisis yang dilakukan ZIdane terhadap karakteristik lawannya.
Mengutip dari berbagai sumber, Buffon, yang telah menghadapi Zidane berkali-kali di Serie A, memiliki data lengkap tentang kecenderungan Zidane dalam mengeksekusi penalti. Selama ini, Zidane dikenal selalu mengarahkan tendangan penaltinya ke sisi kanan penjaga gawang.
Advertisement
Baca Juga
Pemahaman ini justru menjadi katalis bagi Zidane untuk mengubah strateginya. Dalam tekanan pertandingan terpenting sepanjang sejarah sepakbola, pemain Prancis tersebut memilih untuk mengecoh Buffon, selaku kiper timnas Italia saat itu.
Zidane mengecohnya dengan tendangan halus ke tengah gawang. Sementara kiper Italia tersebut telah bergerak ke sisi kanan.
Eksekusi penalti tersebut memberikan keunggulan sementara bagi Prancis. Marco Materazzi kemudian menyamakan kedudukan pada menit ke-19.
Pertandingan berlanjut hingga babak perpanjangan waktu dan berakhir dengan kemenangan Italia melalui adu penalti. Meski Prancis gagal mengangkat trofi, keputusan Zidane menggunakan teknik Panenka menunjukkan keberaniannya dalam pengambilan keputusan di lapangan.
Teknik ini bukan sekadar keberanian. Akan tetapi, hal ini merupakan manifestasi dari analisis taktik yang terhadap perilaku lawan.
Sayangnya pertandingan tersebut lebih dikenal dengan insiden tandukan Zidane kepada Materazzi yang berujung kartu merah. Insiden tandukan Zinedine Zidane ke dada Marco Materazzi terjadi pada menit ke-110 babak kedua perpanjangan waktu.
Penulis: Ade Yofi Faidzun