Perkembangan Terkini Balita Korban Penganiayaan Teman Ibu di Bali

Alasan pelaku melakukan penganiayaan tersebut karena saat dititipkan ibunya korban selalu menangis.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Des 2019, 21:00 WIB
Diterbitkan 09 Des 2019, 21:00 WIB
Ilustrasi Penganiayaan (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Penganiayaan (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Bali - Kondisi mental balita 2,5 tahun korban penganiayaan sudah mulai membaik dan sudah diperbolehkan pulang. Hal itu setidaknya  diutarakan Psikiater Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RSUP) Denpasar, Bali, dr. Ida Ayu Kusuma Wardani, SpKJ.

"Pertama saat saya menerima di IGD dengan kondisi adik itu tidak kooperatif namun kita bisa menenangkan dengan didekap oleh neneknya, namun tetap masalahnya adalah patah tulang paha kanan tapi tertutup sehingga kita melakukan fraksi karena kekhawatiran si nenek. Selanjutnya, kami menyarankan konsul ke bagian obgyn untuk penanganan pada bagian lainnya," katanya seperti dikutip Antara, Senin (9/12/2019)

Ia menjelaskan, pasien balita tersebut juga mendapatkan penanganan dari bagian obgyn, dengan hasil yaitu tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada organ vitalnya dan dalam kondisi baik.

Setelah dievaluasi, dr. Ida Ayu Kusuma Wardani yang juga sebagai Kepala Instalasi Paviliun Amerta, menilai kondisi mental pasien sudah membaik dan kooperatif.

"Saat ditanya coba diangkat tangan, anak nya sudah mau mengikuti, selain itu ketika ditanya makanan kesukaannya juga sudah mau menjawab tidak menolak lagi seperti di awal," ucapnya.

Ia mengatakan bahwa pasien balita ini sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya pada rabu (4/12), melihat kondisinya mulai membaik.

Saat ini pasien balita tersebut hanya memerlukan kontrol secara rutin karena pihaknya sudah memberikan deteksi dini dan menganjurkan untuk dikonsultasikan kembali apabila ditemukan perubahan-perubahan perilaku, tambahnya.

"Untuk mentalnya saya sudah memberikan penanganan dan juga saran ke neneknya bahwa pertama adalah dekatkan dengan orang-orang yang nyaman, kedua bila si anak ini merengek dan malam hari gelisah atau ngompol karena adik ini kooperatif tetap berada pada lingkungan yang nyaman," jelasnya.

Pihaknya menuturkan, sebelum dipindah ke ruang Amerta, pasien balita ini pernah berada dalam ruang cempaka dengan kondisi banyak orang "asing" yang melihat. Dengan pertimbangan itu dan dibantu salah satu perkumpulan yayasan untuk dipindahkan ke ruangan Amerta agar tertutup dan tidak mempengaruhi mentalnya.

"Sejak dirawat di Amerta hasilnya bagus karena selama jalan opname mulai tenang karena kunjungan dibatasi semua. Di situlah mulai emosinya tertata dengan baik," katanya.

Sebelumnya, kejadian penganiayaan itu berawal ketika ibu korban berniat mengantarkan adiknya pulang ke rumah orangtuanya. Saat itu, ibu korban menitipkan anaknya ke rumah indekos yang ditinggali pelaku, yang merupakan teman dekat ibu korban di Teuku Umar, Denpasar.

Berdasarkan keterangan dari Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Denpasar AKP Josina Lambiombir, alasan pelaku melakukan penganiayaan tersebut karena saat ditinggal ibunya, korban menangis dan pelaku tidak bisa menenangkan korban hingga akhirnya melayangkan kekerasan fisik terhadap korban yang masih berusia 2,5 tahun itu.

Ketika kakek korban mengetahui kasus tersebut, pada (27/11) pelaku dibawa ke kantor polisi. Atas perbuatannya pelaku dikenakan pasal 76 c jo pasal 80 ayat 2 kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan anak luka berat.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya