Rekrutmen Panwascam Bawaslu Blora Dinilai Tak Transparan

Sebelumnya Bawaslu Blora mendapatkan gelontoran dana Rp8 miliar dari APBD untuk fungsi pengawasan Pilkada 2020.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 09 Okt 2020, 13:10 WIB
Diterbitkan 23 Des 2019, 14:00 WIB
Bawaslu Blora
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Blora menggelar rapat audiensi membahas sejumlah masalah di internal Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Blora. (Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Blora - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Blora menggelar rapat audiensi membahas sejumlah masalah di internal Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Blora, satunya persoalan banyaknya warga yang berstatus aktif di Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) direkrut menjadi Panwascam. 

Sayangnya, Bawaslu Blora tidak hadir alias mangkir saat dipanggil dalam rapat audiensi bersama DPRD yang digelar Minggu, 22 Desember 2019, kemarin.

DPRD mendengar ada yang tak beres dalam perekrutan Panitia Pengawasan Pemilihan Kecamatan (Panwascam) yang digelar Bawaslu Blora. Bawaslu diduga sejak lama menggunakan alur perekrutan yang tidak semestinya, yaitu ada permainan rekomendasi di balik seleksi formal yang digelar.

Umbaran Wibowo, salah satu peserta tes dari Kecamatan Tunjungan mengaku, dirinya merasa aneh dengan model perekrutan yang digelar Bawaslu Blora. Berkali-kali mengikuti tes seleksi dirinya selalu gagal. Umbaran yang tidak terima dengan hal itu, mengharapkan pihak berwajib ikut mau membongkar ketidaktransparanan dan permainan yang dilakukan lembaga tersebut.

"Iya saya daftar tapi gagal lagi. Hendak tak bongkar hingga sampai di DKPP (Dewan Kehormatan Pengawas Pemilu), biar ada jeranya," ujarnya kepada Liputan6.com, Minggu (22/12/2019).

"Saya menganggapnya Bawaslu melakukan malaadministrasi saat proses perekrutan Panwascam," kata Umbaran menambahkan.

Alwan Bashori salah satu peserta tes lainnya dari Kecamatan Japah mengatakan, Bawaslu Blora tidak transparan mulai dari pengumuman hasil tes CAT hingga proses tes wawancara. 

"Dibilang sakit hati sih tidak, tapi geregetan. Kami ingin transparansi perekrutan Panwascam. Kemarin itu pengumuman CAT tidak disampaikan, panitia hanya mengatakan, kalau CAT nilainya kecil jangan berkecil hati, besok ada tes lagi dengan komposisi CAT 30 persen wawancara 70 persen. Inikan aneh," ungkapnya saat ikut audiensi dengan pimpinan DPRD Blora.

Bashori menerangkan, tes wawancara seharusnya dilakukan Bawaslu Blora usai pengumuman CAT Itupun sesuai dua kali kebutuhan anggota Panwascam.

"Panwas kan kebutuhannya tiga orang, kalau dua kalinya kan harusnya cuma enam yang diwawancara, tapi ini semua diwawancara, itu kan sudah salah prosedural," tegasnya.

Selain itu, Maskuri salah seorang peserta tes dari Kecamatan Jepon mengatakan, perekrutan panwascam yang digelar Bawaslu Blora tidak fair. Dia menyebut, terdapat banyak pelanggaran yang dilakukan Bawaslu Blora.

"Saya ikut daftar, tapi tidak lolos. Bagi saya tidak masalah. Cuma perekrutan Panwascam cacat," katanya.

Hadir dalam audiensi tersebut, Kepala Dinas (Kadinas) Inspektorat Blora, Kunto Aji, Plt Kesbangpol Wahyu Sudjatmiko, Perwakilan BKD Blora dan Perwakilan PMD Blora

Sebagai tindak lajutnya, mereka akan melaporkan permasalahan tersebut ke Bupati Blora lantaran mereka tidak ingin Bawaslu Blora salah dalam hal bersikap. Apalagi diketahui, Bawaslu Blora mendapat kucuran dana Rp8 miliar dari APBD Blora untuk fungsi pengawasan Pilkada 2020.

 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Tidak Transparan

Wakil ketua DPRD Blora Siswanto mengatakan, terkait dugaan penyelewengan perekrutan Panwascam, dirinya tidak bisa mengambil peran melakukan pemecatan terhadap komisioner Bawaslu Blora. Kata dia, itu kewenangan bukan di tingkat daerah Kabupaten Blora.

"Kami memanggil berdasarkan keluhan masyarakat Blora, ke depan yang bakal diselenggarakan juga hajatnya orang Blora, dana yang digunakan mereka juga APBD Blora. Kami menjembatani permasalahan yang terjadi. Soal pemecatan bukan wewenang kita," kata Siswanto.

Saat disinggung apakah pelantikan Panwascam yang bakal digelar Senin (23/12/2019) akankan digagalkan atau diundur? Pihak DPRD Blora pun tidak berani mengambil keputusan adanya kegiatan tersebut.

"Dalam persoalan ini karena melibatkan hajat orang banyak, akan dibicarakan sama bapak Bupati juga," katanya.

Persoalan tersebut juga menjadi sorotan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Maki), lantaran besarnya anggaran yang diterima Bawaslu Blora.

Divisi Bidang Investigasi Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi, Ari Prayudhanto mengatakan, pihaknya meminta keterbukaan informasi publik (KIP) soal anggaran Bawaslu Blora agar dapat tersampaikan kepada masyarakat. Selama ini, kata dia, Bawaslu mendapatkan gelontaran dari pemerintah pusat hingga daerah cukup besar anggaranya.

"Mohon izin kepada bapak Inspektorat, bapak Kesbangpol untuk berkenanan memberikan Rab-nya Bawaslu selama ini," kata Prayudhanto.

"Untuk Rab-nya Bawaslu yang penyelenggaraan Pileg kemarin yang nilainya sekitar Rp12 Milyar, saya mohon untuk diberi Pak," ucap dia menambahkan.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Blora Lulus Mariyonan tidak merespons saat Liputan6.com ingin mengonfirmasi soal dugaan penyelewengan rekrutmen tersebut.

Sementara Anggota Bawaslu Blora, Sugie Rusyono mengungkapkan, pihaknya tidak menghadiri panggilan tersebut lantaran ada arahan dari provinsi.

"Petunjuk dari Provinsi begitu," katanya singkat.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya