Raksasa Bisnis Itu Bernama Desa

Di Kabupaten Banyumas dan Cilacap terdapat sekitar 100 ribu hektare sawah dan sebagian besarnya berada di pedesaan. Fakta ini membuat wilayah saudara sepersusuan ini menjadi lumbung pangan nasional.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 01 Feb 2020, 19:00 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2020, 19:00 WIB
Petani panen padi di Desa Cingebul, Lumbir, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Petani panen padi di Desa Cingebul, Lumbir, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Purwokerto - Desa dinilai memiliki potensi besar menjadi raksasa bisnis. Potensi pertanian, perikanan, peternakan hingga ketersediaan tenaga kerja melimpah ruah di pedesaan.

Celakanya, bak ujaran ‘Tikus mati di lumbung padi’, desa adalah kantong kemiskinan. Ironis, dibalut potensi luar biasa, sebagian masyarakatnya justru hidup kembang kempis.

Beragam program diluncurkan. Program pengentasan kemiskinan, digelontorkan silih berganti. Toh, hingga saat ini kebanyakan penduduk desa belum beranjak sejahtera.

Oleh sejumlah pihak, kemiskinan dinilai sebagai persoalan sistemik. Ada beberapa hal yang mesti diubah agar kemiskinan di pedesaan tak langgeng.

Salah satu yang dinilai paling krusial adalah sebagian desa tak menyadari potensinya. Sementara, ekploitasi atas sumber daya desa terus berlangsung.

Misalnya, bahwa desa adalah sumber pangan. Di Kabupaten Banyumas dan Cilacap terdapat sekitar 100 ribu hektare sawah dan sebagian besarnya berada di pedesaan. Fakta ini membuat wilayah saudara sepersusuan ini menjadi lumbung pangan nasional.

“Kelemahannya, baik masyarakat desa maupun pemerintah desa lemah dalam bisnis plan. Mereka menguasai hulu, tapi tidak mampu mengelola hingga hilir,” kata Direktur Mitra Desa Banyumas (MDB) Bambang Purnomo, Senin, 23 Januari 2020.

Bambang berpendapat, kedaulatan pangan mesti direbut oleh warga desa. Karenanya, desa, baik melalui pemerintah desa maupun warganya mesti berperan aktif untuk menguasai sektor penting yang berasal dari desa.

Dia mencontohkan, di Banyumas, sebanyak 23 desa membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bersama, dengan nama Brayan Bumi Banyumas. Kemudian, BUMDes bersama ini melakukan joint ventura dengan Mitra BUMDes Nasional, membentuk PT Mitra Desa Banyumas (MDB). MBN sendiri adalah perusahaan yang didirikan oleh sejumlah BUMN.

 

Akselerasi BUMDes dan Keterlibatan Anak Muda

Suasana di Kopkun Institute, Purwokerto. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Suasana di Kopkun Institute, Purwokerto. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Pada masa awal ini, Mitra Desa Banyumas bergerak dalam perdagangan pangan, terutama beras. Potensi Banyumas dan Cilacap sebagai lumbung pangan nasional menjadi latar belakang pilihan bisnis tersebut.

“Sementara ini kita sifatnya masih trading. Beras kita beli, kemudian kita kemas, dan kemudian dijual lagi,” ucapnya.

Ke depan, rencananya MDB akan membangun Rice Mill Unit (RMU) dengan kapasitas besar. RMU ini akan membeli gabah, digiling, dan berasnya didistribusikan ke swalayan dan ritel lainnya.

“Kita membangun mitra untuk penjualan beras. Ini bukan sekadar bisnis. Tapi bagaimana agar kedaulatan pangan itu benar-benar dikuasai oleh kita, terutama yang ada di pedesaan,” ucapnya.

Direktur Kopkun Intitute, Purwokerto, Firdaus Putra menilai akselerasi BUMDes bakal lebih kencang jika ada campur tangan anak muda. Anak muda dinilai lebih responsif terhadap perubahan sehingga BUMDes mampu membidik bisnis yang sesuai dengan potensi desanya.

Dia menyoroti upaya agar potensi desa bisa dikenal luas. Menurut dia, butuh terobosan nan gemilang agar desa bisa bersaing. Misalnya, dalam penggunaan platform digital.

Karenanya, Kopkun Institute dan bererapa pihak mendirikan Innocircle Initiative, sebuah lembaga yang berfungsi sebagai inkubator untuk startup dan produk digital inovatif lainnya. Di Innocircle Initiative, sebuah konsep digodok hingga lahir sebuah produk.

Selain startup digital, Kopkun Institute juga mendorong agar lahir platform yang aplikatif dan langsung bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama di pedesaan. Misalnya, teknologi terapan.

 

Legalitas Usaha

Kepala Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banyumas, Amrin Ma’ruf. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Kepala Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banyumas, Amrin Ma’ruf. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Sejauh ini inkubator tekah didirikan di lima kota Indonesia. Lima kota tersebut meliputi, Purwokerto, Lampung, Bandung, Kudus dan Bali.

“Total kita sedang menginkubasi sekitar 27 tenant. Itu semua stratup digital. Tapi ke depan kami ingin juga menginkubasi teknologi-teknologi terapan yang berpotensi,” ucapnya.

Kepala Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banyumas, Amrin Ma’ruf meyakini, desa memiliki segalanya untuk mensejahterakan warganya. Dia mencotohkan,lewat keuntungan yang diperoleh BUMDes, Ponggok, di Klaten sana, mampu memberikan perlindungan sosial kepada warganya.

Pendapatan yang tinggi seiring sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Dan dia yakin, desa-desa Banyumas mampu.

“Dari sisi permodalan, jika BUMDes belum mampu bisa bikin BUMDes bersama atau BUMAdes. Misalnya untuk pengembangan sebuah kawasan wisata yang terdiri dari beberapa desa, agar terkoneksi,” ucap Amrin.

Dia menyaatakan DPMPTSP sangat terbuka untuk membantu BUMDes. Misalnya, dalam soal legalitas. BUMDes bisa membuat PT atau CV sebagai salah satu unit bisnisnya.

Legalitas usaha akan mempermudah pelaku usaha membangun jaringan. Dampaknya, bisnis BUMDes lebih cepat berkembang.

“Kita akan bantu BUMDes yang akan bikin perizinan usaha. Lebih mudah,” katanya.

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya