Liputan6.com, Blora - Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) melaporkan adanya pungutan janggal jasa pelayanan Rp6 ribu RSUD dr R Soetijono Blora, Jawa Tengah, ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora. Pelapor atas nama Eko Arifianto didampingi warga atas nama Kaji Rudi, Lilik Prayoga, Heru Sutanto, dan Amin.
Mereka menganggap pungutan jasa pelayanan merupakan cerminan buruknya jasa pelayanan rumah sakit pemerintah tersebut, sebab tidak sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) No. 54 tahun 2019 yang saat ini berlaku.
"Ini kita laporkan, langsung diterima Kasi Intel Kejari Blora atas nama Muhammad Adung" kata Eko Arifianto kepada Liputan6.com, Jumat (13/3/2020) di Kejaksaan Negeri Blora.
Advertisement
Baca Juga
Eko menyampaikan, adanya temuan pungutan RSUD dr R Soetijono dilaporkan ke tiga tempat.
"Biar ada perbaikan untuk pelayanan Blora ke depan, hari ini juga selain kita laporkan temuan ini ke Kejari Blora, juga kita laporkan ke Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, dan Kejati Jawa Tengah," jelasnya.
Eko merupakan salah satu warga Blora yang sebelumnya, dibuat bertanya-tanya saat dirinya menebus obat di rumah sakit tersebut. Dalam struk tertera uang jasa pelayanan nominal Rp6 ribu yang diambil dari tiap pasien saat menebus obat.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Blora, Muhammad Adung mengungkapkan, pihaknya akan segera menindaklanjuti laporan tertulis yang telah masuk tersebut.
"Segera akan kita pelajari dan tindaklanjuti. Ini masih menunggu pimpinan datang dulu ya," ucap Adung.
Diketahui, laporan dari warga berlangsung singkat pada hari jumat (13/3/2020) sekitar pukul 9.30 WIB hingga 10.00 WIB. Selama pelaporan, kegiatan berlangsung lancar dan tertib.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Tanggapan Ombudsman
Diberitakan sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah ikut angkat bicara soal adanya pungutan janggal senilai Rp6 ribu di RSUD dr R Soetijono Blora bagi tiap pasien yang menebus obat.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Sabarudin Hulu mengungkapkan, masyarakat sebagai pengguna layanan berhak mendapatkan informasi yang jelas terkait dasar hukum ketika adanya biaya yang dibebankan kepada mereka atas layanan publik.
"Hal itu sesuai amanat Pasal 21 UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, bahwa komponen standar pelayanan salah satunya harus jelas dasar hukum dan biaya dan tarif," kata Sabarudin kepada Liputan6.com, Rabu (11/3/2020).
Menurutnya, Perbup Blora Nomor 54 tahun 2019 telah mengatur tarif nominal layanan di RSUD dr R Soetijono Blora, maka acuan rumah sakit tersbeut adalah aturan itu dan jangan sampai melewati jumlah yang telah termaktub.
"Apabila tarif yang dibebankan, tidak sesuai Perbup Blora nomor 54 tahun 2019, itu berpotensi terjadi malaadministrasi berupa penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara layanan," ujarnya.
Pihaknya meminta kepada Direktur RSUD dr R Soetijono Blora dan Inspektorat Blora untuk segera memberikan klarifikasinya lebih lanjut agar temuan ini tidak menjadi preseden buruk ke depan.
"Sekaligus, melakukan audit atas dugaan maladministrasi dimaksud serta dilakukan penyesuaian tarif sesuai aturan yang berlaku, dasar hukumnya sudah jelas yakni Perbup Blora nomor 54/2019," ungkapnya.
Meski demikian, pihak Ombudsman mengaku belum ada laporan dari masyarakat terkait adanya pungututan yang dinilai janggal tersebut.
Pihaknya juga siap mendukung warga apabila ada yang merasa dirugikan dengan pungutan tersebut. Masyarakat juga berhak melaporkan hal ini kepada Bupati Blora. Jika tidak segera ditindaklanjuti, katanya, bisa segera melapor ke Ombudsman RI perwakilan Jawa Tengah.
Hal senada juga diutarakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cepu Raya, Farid Rudiantoro. Dirinya mengatakan pungutan jasa pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang berpotensi menjadi pungutan liar.
"Jika merujuk dengan peraturan bupati (Perbup), ada selisih Rp2500 atas jasa pelayanan itu. Tentunya ini berpotensi adanya pungutan liar (pungli)," kata Farid kepada Liputan6.com, Rabu (11/3/2020).
Farid mengatakan, dari temuan warga atas pungutan jasa pelayanan yang dianggap janggal itu mungkin saja menjadi cerminan buruknya manajemen rumah sakit.
"Jadi temuan masyarakat soal kasus ini bagus sekali, membuka tabir kesalahan puluhan tahun yang dilakukan RSUD," katanya.
Advertisement