Rugi Miliaran Akibat Banjir Rob, Petani dan Petambak Cilacap Menjerit

Kerugian yang dialami petambak kali ini jauh lebih besar meskipun luasan tambak yang terdampak banjir rob atau pasang tidak seluas dampak banjir akibat hujan lebat yang terjadi pada tahun 2017

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jun 2020, 08:30 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2020, 08:30 WIB
Ilustrasi – Padi terendam banjir rawan busuk. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Padi terendam banjir rawan busuk. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Petambak di sejumlah wilayah Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, mengalami kerugian hingga miliaran rupiah akibat banjir pasang atau rob yang terjadi pada tanggal 25-28 Mei 2020, kata Kepala Bidang Perikanan Budi Daya Dinas Perikanan Kabupaten Cilacap Indarto.

"Banjir air pasang tersebut menggenangi area pertambakan di tujuh kecamatan yang sebagian besar membudidayakan udang vaname dan udang windu. Ada juga yang membudidayakan bandeng, bawal, keping, dan kerapu," katanya saat dihubungi dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa.

Bahkan, kata dia, ada beberapa tambak udang siap panen yang tergenang banjir air pasang tersebut sehingga pemiliknya mengalami kerugian yang cukup besar karena harga udang saat sekarang sedang tinggi.

Ia mengatakan kerugian yang dialami petambak kali ini jauh lebih besar meskipun luasan tambak yang terdampak banjir rob atau pasang tidak seluas dampak banjir akibat hujan lebat yang terjadi pada tahun 2017.

"Dulu, tahun 2017 ada banjir juga, dampaknya luas, tapi nilai kerugiannya kecil, hanya Rp2 miliar. Banjir kali ini, dampaknya tidak seluas tahun 2017, tapi kerugiannya besar, lebih dari Rp6 miliar," katanya, dikutip Antara.

Lebih lanjut, Indarto mengatakan kerugian yang paling besar dialami petambak di Kecamatan Kawunganten karena di wilayah itu terdapat tambak intensif yang akan panen dalam waktu dekat.

Oleh karena terjadi banjir air pasang, kata dia, udang di tambak intensif itu dipanen dini dan hasilnya tidak maksimal karena sebagian udangnya lepas.

"Udang yang bisa dipanen, ya langsung diupayakan dipanen," jelasnya.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Kerugian Sektor Perikanan

Banjir Rob Masih Genangi Kawasan Muara Baru hingga Malam Hari
Pengendara motor melewati genangan banjir rob di kawasan Muara Baru, Jakarta, Sabtu (6/6/2020). BMKG menyebutkan potensi rob di Perairan Utara Jawa disebabkan kondisi pasang air laut yang cukup tinggi akibat fase bulan purnama dan potensi gelombang tinggi hingga 4 meter. (merdeka.com/Imam Buhori)

Ia mengatakan berdasarkan hasil pendataan, kerugian akibat rob yang dialami area pertambakan di Kecamatan Kawunganten mencapai Rp4,09 miliar, disusul Bantarsari sebesar Rp1,1 miliar, Kampung Laut Rp584 juta, Cilacap Utara Rp220 juta, Adipala Rp123 juta, Cilacap Tengah Rp75 juta, dan Jeruklegi Rp31 juta.

Seperti diwartakan rob yang melanda pesisir selatan Kabupaten Cilacap pada tanggal 25-28 Mei 2020 tidak hanya disebabkan oleh air pasang, juga gelombang di perairan selatan Cilacap maupun Samudra Hindia selatan Cilacap masuk kategori sangat tinggi karena mencapai 4-6 meter.

Serupa dengan perikanan, kerugian sektor pertanian akibat banjir rob yang terjadi berurutan pada akhir Mei 2020 di Cilacap diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Kepala Dinas Pertanian Cilacap, Supriyanto mengatakan kerugian itu berasal dari tanaman padi yang puso akibat rendaman, serta potensi penuranan produksi tanaman padi lantaran dampak banjir rob.

Menurut dia, meski belum selesai pendataan, hanya dari dua kecamatan saja ada lebih dari 1.175 hektare tanaman padi yang gagal panen dan mengalami penurunan hasil panen. Dua kecamatan tersebut yakni, Kecamatan Kawunganten dan Kecamatan Kampung Laut.

Dia menjelaskan, pendataan masih berlangsung lantaran yang terdampak banjir rob mencapai tujuh kecamatan dengan luasan lahan pertanian dan umur tanaman berbeda. Namun, kebanyakan tanaman berumur lebih dari 60 hari setelah tanam hingga padi yang sudah berbuah, kisaran umur 80-90 hari setelah tanam.

"“Sudah umur 70-80, baru keluar malai. Yang seharusnya pada umur itu bulirnya sudah mulai berisi, kalau bahasa Jawanya, sudah temungkul. Itu tidak bisa. Kalaupun berisi, itu nanti roboh. Kalau tambah gede itu ya tambah parah," ucap Supriyanto.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya