Menanti Uluran Tangan Pemerintah Pusat Tangani Ancaman Longsoran Gunung di Desa Poi

Pemkab Sigi menyatakan penanganan ancaman longsor material gunung dan relokasi terhadap warga Desa Poi terus dikoordanisikan dengan Kementerian PU. Bupati Sigi, Irwan Lapata berharap percepatan penanganan segera dilakukan.

oleh Heri Susanto diperbarui 23 Jul 2020, 05:00 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2020, 05:00 WIB
Bupati Sigi, Irwan Lapata
Bupati Sigi, Irwan Lapata saat memberi penjelasan penanganan desa Poi kepada sejumlah jurnalis di kantornya, Senin (20/7/2020). (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Liputan6.com, Sigi - Pemkab Sigi menyatakan penanganan ancaman longsor material gunung dan relokasi terhadap warga Desa Poi terus dikoordanisikan dengan Kementerian PU. Bupati Sigi, Irwan Lapata berharap percepatan penanganan segera dilakukan.

Bupati Kabupaten Sigi, Irwan Lapata mengungkapkan bahwa koordinasi dengan pihak terkait terus dilakukan guna percepatan penanganan Desa Poi yang terancam terkubur lumpur dan mengancam warga yang tinggal di desa itu.

Menurut Irwan, besarnya skala ancaman bencana di desa itu membuat penanganan bukan hanya jadi tugas pemkab, melainkan juga Pemprov Sulteng dan Kementerian Pekerjaan Umum. Apalagi penyelesaian masalah untuk warga dan desa di sebelah barat pusat kabupaten Sigi itu juga kompleks dan butuh anggaran besar.

Irwan menaksir butuh anggaran lebih dari Rp60 miliar untuk penanganan Desa Poi dari ancaman longsoran material gunung itu.

"Mulai dari normalisasi sungai sekitar desa, pembuatan jalur longsoran material gunung agar tidak mengarah ke desa hingga penyiapan lahan relokasi warga. Kalau semua dibebankan ke Pemkab Sigi terus terang saja secara anggaran APBD kami tidak akan mampu," Bupati Sigi, Irwan Lapata membeberkan, Senin (20/7/2020).

Simak video pilihan berikut ini:

Penanganan Molor Pascagempa

warga desa poi mengevakuasi diri saat bencana banjir bandang terjadi
Warga Desa Poi mengevakuasi diri saat bencana banjir bandang yang membawa serta material batu dan lumpur terjadi pada 16 Mei 2020. (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Dia mengakui sejauh ini penanganan terhadap ancaman longsor di desa itu yang sudah terjadi hampir 2 tahun lamanya sejak gempa 2018 lalu terbilang lambat karena harus mengikuti prosedur dari pihak terkait lainnya.

"Pascagempa tahun 2018 lalu kami sudah usulkan lahan 3 hektare untuk hunian tetap (huntap) satelit ke PUPR dan sedang dalam proses appraisal (penilaian lahan). Sedangkan, penanganan endapan material jadi kewenangan Balai Wilayah Sungai dan PU," kata Irwan.

Saat ini, penanganan seperti pengerukan sungai-sungai yang tertutup material di sekitar desa itu, penyiagaan alat berat, sampai imbauan terus menerus ke warga agar selalu waspada menjadi solusi jangka pendek, menunggu intervensi langsung dari Kementerian PU dan pihak terkait lainnya.

Data dari Kecamatan Dolo Selatan hingga pertengahan bulan Mei, 2020 saja sebanyak 45 rumah warga dan lebih dari 20 hektar lahan pertanian di desa berpenghuni 300 KK itu telah tertimbun dan berpotensi akan terus meluas. Ancaman longsoran semakin besar jika dihujan lebat dan gempa terjadi.

Desa itu sendiri hanya berjarak 1,5 kilometer dari gunung yang rapuh itu, sedang jalur longsoran dari titik kubangan material ke desa hanya sekitar 2 kilometer.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya