Liputan6.com, Bandung - Lebaran merupakan hari yang dinanti-nanti oleh umat Muslim di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Salah satu tradisi yang paling melekat dalam perayaan ini adalah silaturahmi mengunjungi sanak saudara, kerabat, serta teman-teman.
Adapun kegiatan tersebut dilakukan untuk saling memaafkan dan mempererat hubungan. Momennya menjadi waktu yang tepat untuk berkumpul bersama setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadan.
Advertisement
Baca Juga
Silaturahmi saat Lebaran tidak hanya sebatas mengunjungi keluarga inti tetapi juga meluas ke keluarga besar dan bahkan tetangga. Banyak orang yang memanfaatkan waktu ini untuk mudik yaitu pulang ke kampung halaman agar bisa berkumpul dengan keluarga.
Advertisement
Silaturahmi menjadi tradisi yang menunjukkan betapa pentingnya menjaga hubungan kekeluargaan dalam budaya Indonesia. Selain itu, Lebaran juga menjadi ajang untuk menjalin kembali hubungan dengan teman lama atau rekan kerja.
Tak jarang, orang-orang mengadakan acara halal bihalal, baik dalam lingkungan keluarga, tempat kerja, maupun komunitas. Acara ini bertujuan untuk saling memaafkan dan mempererat hubungan sosial yang mungkin sempat renggang.
Kemudian dalam tradisi silaturahmi saat Lebaran, terdapat kebiasaan khas seperti saling memberi maaf, berbagi makanan khas Lebaran seperti ketupat dan opor ayam, serta memberikan THR (Tunjangan Hari Raya) kepada anak-anak sebagai bentuk kebahagiaan.
Selain itu, kegiatan bersilaturahmi sangat identik dengan sebutan halal bihalal di Indonesia. Berikut ini kenali apa arti dari halal bihalal, sejarahnya, hingga maknanya dalam budaya Indonesia.
Apa Itu Halal Bihalal?
Melansir dari situs resmi Kemenko PMK Halal bihalal adalah salah satu tradisi khas Indonesia yang dilakukan setelah perayaan Idulfitri di mana masyarakat saling bermaaf-maafan dan mempererat silaturahmi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) halal bihalal berarti kegiatan maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan dan biasanya diadakan di sebuah tempat oleh sekelompok orang.
Sementara itu, asal usul terkait istilah halal bihalal sendiri mempunyai beberapa versi. Menurut salah satu versi menyebutkan bahwa istilah ini berasal dari kata 'alal behalal' dan 'halal behalal' yang masuk dalam kamus Jawa-Belanda karya Dr. Th. Pigeaud tahun 1938.
Kemudian versi lain menyebutkan bahwa tradisi halal bihalal tercipta pada masa revolusi kemerdekaan tahun 1946 ketika Presiden Sukarno mengadakan pertemuan di hari raya Idulfitri yang dihadiri oleh tokoh dan elemen bangsa sebagai hubungan silaturahmi nasional.
Advertisement
Sejarah Halal Bihalal
Mengutip dari situs Kemenko PMK, konon asal usul istilah halal bihalal berawal dari pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari Solo sekitar tahun 1935 hingga 1936. Kala itu, martabak menjadi hidangan yang baru untuk masyarakat.
Kemudian pedagang martabak dibantu dengan pembantu pribuminya mempromosikan makanan tersebut dengan kata-kata “Martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal” dan sejak itu istilahnya mulai populer di masyarakat Solo.
Adapun masyarakat lalu menggunakan istilahnya untuk sebutan seperti pergi ke Sriwedari di hari Lebaran atau silaturahmi di hari lebaran. Kegiatannya kemudian berkembang jadi acara silaturahmi saling bermaafan di hari raya.
Sementara itu, berdasarkan versi kedua asal usul halal bihalal sendiri konon berasal dari KH Abdul Wahab Hasbullah di tahun 1948. Sosok KH Abdul Wahab merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama.
KH Wahab kemudian memperkenalkan istilah halal bihalal kepada Bung Karno sebagai bentuk cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang saat itu masih mempunyai konflik. Atas sarannya, di hari raya tahun 1948 Bung Karno lalu mengundang seluruh tokoh politik.
Ia mengundang para tokoh politik ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahmi yang diberi judul “Halalbihalal”. Para tokoh akhirnya duduk satu meja dan sejak itu diikuti masyarakat Indonesia secara luas terutama masyarakat muslim di Jawa dan jadi tradisi silaturahmi.
Makna Halal Bihalal
Halal bihalal mempunyai makna utama yaitu mengembalikan kekusutan hubungan persaudaraan dengan saling memaafkan pada saat dan atau setelah merayakan hari raya Idulfitri.
Kemudian tujuannya untuk menjaga silaturahmi dengan harapan hubungan antarindividu dapat berubah dari benci menjadi senang, sombong menjadi rendah hati, dan dari dosa menjadi terbebas dari dosa.
Selain aspek spiritual, halal bihalal juga memiliki makna sosial sebagai sarana untuk mempererat hubungan sosial dan persaudaraan antarindividu dalam masyarakat. Kemudian diharapkan tercipta harmoni dan kerukunan yang lebih baik di tengah masyarakat.
Secara moral halal bihalal mencerminkan nilai-nilai kebaikan, kebersamaan, dan kepedulian terhadap sesama. Tradisi ini tidak hanya sekadar tradisi formal melainkan sebuah peluang untuk meningkatkan pemahaman akan nilai-nilai keislaman dan kebersamaan.
Advertisement
