Cerita Pelajar Bertaruh Nyawa Naik Pohon Demi Sinyal Telepon di Sikka NTT

Kadang naik di atas pohon atau naik di atas batu besar atau di bukit supaya bisa dapat sinyal telepon

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 21 Okt 2020, 16:00 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2020, 16:00 WIB
Warga Watudiran NTT terpaksa naik pohon atau batu besar demi mendapatkan sinyal. (Foto: Liputan6.com/Dionisus Wilibardus)
Warga Watudiran NTT terpaksa naik pohon atau batu besar demi mendapatkan sinyal. (Foto: Liputan6.com/Dionisus Wilibardus)

Liputan6.com, Sikka - Desa Watudiran, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur hingga kini belum menikmati jaringan telepon.

Kalau hendak menelepon, warga harus rela memanjat pohon ataupun mencari titik sinyal di tempat-tempat tertentu seperti naik diatas bukit atau berdiri diatas sebuah batu besar.

Mereka bahkan rela turun ke wilayah Waigete atau daerah yang memiliki sinyal telpon yang bagus, demi berkomunikasi dengan sanak keluarga yang berada di tanah di kota maumere atau yang berada di daerah perantauan.

Warga Desa Watuduran sangat merindukan sinyal masuk desa agar bisa berkomunikasi dengan sanak keluarga dan berselancar di media sosial.

"Sekarang kan zamannya internet, kami sangat rindu bisa online di rumah tanpa harus jalan jalan jau dari rumah dengan menggunakan kendaraan atau jalan kaki untuk mencari sinyal," ungkap Erminolda Loe, seorang warga Klahit, Desa Watudiran, ditemui Liputan6.com, saat mencari mencari sinyal, di atas batu besar Minggu (18/10/2020) siang.

Ia mengatakan di Desa Watudiran tidak memiliki jaringan atau tower. Karenanya, sinyal sulit didapat.

"Kalau ada kebutuhan mendadak seperti keluarga sedang sakit, kami terpaksa jalan puluhan kilometer ke daerah yang memiliki sinyal bisa untuk bisa menelepon keluarga kami yang ada di kota," ujarnya.

Di desa ini, sinyal harus cari di titik tertentu. Kadang naik di atas pohon atau naik di atas batu besar atau di bukit supaya bisa dapat sinyal telepon. Kalau ada warga yang sakit parah dan butuh ambulans, warga juga melakukan yang sama demi mengontak rumah sakit.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Pilih Belajar Luring atau Naik Pohon?

Warga Watudiran NTT terpaksa naik pohon atau batu besar demi mendapatkan sinyal. (Foto: Liputan6.com/Dionisus Wilibardus)
Warga Watudiran NTT terpaksa naik pohon atau batu besar demi mendapatkan sinyal. (Foto: Liputan6.com/Dionisus Wilibardus)

Di masa pandemi COVID-19, pelajar di Kota Sikka melaksanakan kegiatan belajar dengan sistem Daring (Dalam Jaringan). Para guru dan pelajar di Desa Watudiran terpaksa belajar secara Luring (Luar Jaringan) di rumah masing-masing karena ketiadaan jaringan komunikasi.

Erminolda berharap, pemerintah bisa memperhatikan kebutuhan warga Desa Watudiran terkait kebutuhan akan jaringan komunikasi. Selain Desa Watudiran, Kecamatan Waigete, masih ada beberapa wilayah di Kabupaten Sikka yang kesulitan mengakses jaringan komunikasi.

Kisah yang dialami pun hampir sama, yakni warga terpaksa mencari titik-titik sinyal dengan cara naik di atas pohon, naik bukit atau naik di atas bebatuan besar.

Sementara Saperius, warga Kloang Aur kepada media Liputan6.com menyampaikan, sejumlah warga di wilayah Desa Watudiran, Kecamatan Waigete harus berjuang mendaki bukit untuk mendapatkan signal.

"Tetapi saat ini sinyal yang berada di titik-titik yang menjadi tempat sinyal sudah tidak ada lagi. Terpaksa warga harus menuju daerah-daerah yang ada sinyal, atau ke tempat yang lebih tinggi lagi untuk bisa menelepon," Sape mengungkapkan.

Sape mengatakan, jika ada keperluan untuk berkomunikasi menggunakan ponsel warga harus naik ke lokasi yang lebih tinggi.

“Harus naik bukit, pohon atau batu bahkan kalau mau lebih bagus sinyalnya, kami harus naik gunung,” ucapnya.

Dampaknya, warga selalu ketinggalan informasi dibanding daerah lainnya. Bahkan, untuk menelepon sanak saudara pun sangat sulit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya