Liputan6.com, Bandung - "Jurnalisme dapat menghidupimu tapi jangan hidup dari jurnalisme", kalimat itu terlontar dari mantan pewarta foto Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Agus Bebeng.
Arti dalam kalimat itu ternyata cukup dalam maknanya. Agus yang kini menjadi jurnalis lepas mengatakan tidak selamanya menjadi honor atau gaji sebagai jurnalis dapat menopang perekonomian keluarga.
"Tidak selamanya dalam menjalani profesi yang secara ketat memegang teguh kode etik jurnalistik dapat bertahan hidup. Salah satunya harus bermanuver dengan mencari usaha di luar jurnalistik," ujar Agus saat ditemui di Kawasan Jalan Laswi ditulis Bandung, Selasa, 9 Februari 2021.
Advertisement
Akhirnya, tercetuslah ide Jurnalispreunership. Ide itu diperoleh Agus, usai ngobrol ngalor-ngidul dengan jurnalis Kota Bandung lainnya.
Sederhananya, ucap Agus, Jurnalispreunership ini cocok diterapkan pada masa pandemi ini. Alasannya, di tengah hiruk pikuk pegembangan bisnis oleh perusahaan, sudah selayaknya jurnalis mengembangkan bakat terpendamnya.
"Apalagi untuk jurnalis yang sudah berkeluarga. Itu mah sudah jadi rahasia umum, jika ada yang mengalami kesulitan saat membiayai kehidupannya," kata Agus.
Intinya, salah satu cara agar bisa bertahan hidup, jurnalis, masih terbuka peluang untuk berdagang. Selain tentunya masih menjalankan proses jurnalistik setiap hari, berbagai kenalan mitra dapat dijadikan target pasar.
Agus sendiri sebelum memantapkan diri berdagang, pernah menjalani kehidupan ganda yaitu pewarta foto dan pedagang. Agus merintis produk sambal berbahan baku dasar keju bernama Sambel Ambu.
"Saya bersinergi bersama istri untuk berdagang. Lumayan plagiatnya sudah banyak. Ini adalah salah satu bentuk pengejelantahan jurnalispreunership," ucap Agus.
Rintisan usaha sambel keju yang telah ditekuninya enam tahun lalu, kini membuahkan hasil. Agus dapat membuka lapangan kerja baru, bagi warga sekitar tempat tinggalnya.
Bahkan, beberapa jurnalis pun sempat menjadi reseller produknya. Konon salah satu bintang iklan sambel keju besutannya di media sosial adalah Gisel.
"Yang terpenting buat saya adalah menjadi tuan dalam tubuh sendiri. Jadi tenaga, upaya dan pikiran kita tidak diserahkan sepenuhnya kepada corporate lain," tukas Agus.
Selain menjalankan bisnis kuliner, usaha yang kini dijalaninya adalah budidaya ikan cupang dan gupi. Untuk sektor ini, Agus berusaha mengawinkan berbagai jenis ikan cupang dan gupi menjadi varian baru.
Alhasil, di rumah produksi sambal keju, kini bertebaran berbagai akuarium ikan berbagai ukuran. Harga jual ikan terendah yang dijual olehnya, mencapai Rp300 ribu per ekor.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Solusi Pemenuhan Kebutuhan Para Jurnalis
Setali tiga uang dengan Agus, untuk masalah perikanan ini pernah dijalankan oleh Iman Herdi, jurnalis dari media daring lokal simanews.com. Namun, mantan jurnalis era.id dan merdeka.com ini, fokus ke bisnis pengolahan bandeng menjadi makanan sehari-hari, dengan nama bandeng gebuk.
"Bandeng gebuk ini makanan khas Brebes Jawa Tengah. Setahun saya jalani dari 2017-2018 tapi berhenti. Sering kehilangan barang di warung daerah Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat daerah Dipati Ukur," terang Iman.
Iman akhirnya beralih merintis berjualan pot dekorasi. Konsumennya lebih kepada wedding organizer dan salon.
"Biasanya untuk yang nikahan. Lumayanlah kalau sedang ramai jadwal nikahan. Harganya enggak mahal, satu pot ukuran 50-100 sentimeter Rp500 ribu-Rp 1 juta," ungkap Iman.
Gegara pandemi Covid-19 pada tahun 2020, usaha yang dirintisnya sejak 2018 itu berhenti total. Karena dengan protokol kesehatan yang diberlakukan kini, semuanya serba minimalis.
Tak ada rotan, akar pun jadi, begitu kira-kira semangat Iman dalam menjalankan jurnalispreunership. Kini, dia beralih menjadi penulis novel.
"Tak jauh-jauh sih dari dunia jurnalistik, bikin novel sekarang. Novel pertama 'Yang Pergi Yang Ditepi' terbit tahun 2017. Terbaru 'Melukis Jalan Astana' baru tahun ini kelar," sebut Iman.
Beda halnya dengan pemilik media online lokal ruangmedia.id, Teten Nurhidayah, jauh hari sebelum datangnya pandemi telah mencari jalan hidup lain selain di dunia jurnalistik. Dia bersama rekan, reporter kantor berita radio KBR Arie Nugraha, memproduksi kaus dengan desain slogan jurnalisme.
Bisnis kaus dengan slogan jurnalisme bernama journalismerch itu dirintis sejak tahun 2010 sampai sekarang, mendapatkan respon positif dari berbagai kalangan khususnya jurnalis. Tujuan dicantumkannya slogan jurnalisme ini sebagai kampanye positif soal dunia jurnalis.
"Awalnya sih agar jurnalis, narasumber dan mahasiswa yang ingin tahu soal dunia jurnalis lebih mengerti keberadaan dan etika jurnalisme," tutur Teten.
Teten mengaku dalam setiap produksinya, hanya menghasilkan secara terbatas atau limited edition. Itu gunanya agar barang yang dihasilkannya memiliki ciri khas sendiri.
Satu desain dan motif untuk satu kaus lanjut Teten. Maksimal produksi kaus yang dihasilkan hanya 24 kaus.
"Biar yang mau beli penasaran. Terus ada kebanggaan bagi pembelinya, karena dia salah satu yang mendapatkan desain langka dan tidak diproduksi kembali," ungkap Teten.
Selain kaus, Teten juga memproduksi jaket, gantungan identitas (ID Card) hingga tas sling (tas selendang). Di luar bisnis itu, usaha event organizer, penyewaan handy talkie dan penyelenggaraan seminar dilakoninya.
Seluruh usaha itu dijalani Teten, guna menambal kebutuhan ekonomi di luar penghasilan sebagai jurnalis. Agus, Iman dan Teten mungkin hanya sebagian kecil jurnalis yang terus berupaya meraih rezeki di luar profesinya saat ini.
Kemungkinan besar masih banyak lagi jurnalis yang tetap menjalankan profesinya, tetapi memiliki usaha lain. Mungkin budaya jurnalispreunership harus menjadi solusi mendatang bagi jurnalis di Indonesia.
Advertisement