Kisah Pilu Mama Katarina, Kerja di Panti Asuhan Tak Digaji Kini Derita Kanker Payudara

Malang nasib yang dialami Katarina Diaz (41) warga Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang saat ini didiagnosa sedang mengidap kanker payudara

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 06 Jun 2021, 11:00 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2021, 11:00 WIB
Katarina Diaz (41) warga Flores Timur, NTT, penderita kangker payudara sedang terbaring dan dijaga anaknya. (Lipuan6.com/ Dionisius Wilibardus)
Katarina Diaz (41) warga Flores Timur, NTT, penderita kangker payudara sedang terbaring dan dijaga anaknya. (Lipuan6.com/ Dionisius Wilibardus)

Liputan6.com, Sikka - Malang nasib yang dialami Katarina Diaz (41) warga Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang saat ini didiagnosa sedang mengidap kanker payudara dan tinggal di rumah mantan majikannya di RT 007 RW 004, Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, NTT.

Betapa tidak, Ibu muda ini menderita kanker payudara dan kini dia terbaring menahan sakit yang dideritanya.

Ibu satu anak tersebut sangat membutuhkan bantuan untuk biaya pengobatan penyakit ganas tersebut.

Ditemuai Liputan6.com, Jumat  sore (4/6/2021) di rumah majikannya, Katarina Diaz terbaring sakit rumah ditemani sang anak, Maria Yosefina Diaz (9). Sedangkan tuan rumah, Mama Pepi Dela sedang ke gereja untuk mengikuti ibadah pada sore itu.

Katarina Diaz mengaku sudah dua tahun menderita sakit kanker payudara. Saat sakit ia (Katarina.red) masih bekerja di panti asuhan Kasih Agape, Kota Surabaya, Jawa Timur.

“Saya menderita sakit sejak tahun 2019, saat masih bekerja di Panti Asuhan Kasih Agape,” sebutnya.

Dia menjelaskan, awalnya timbul benjolan kecil. Itu pas awal-awal wabah Covid-19. Dia sempat menganggapnya seperti bisul biasa. Namun, setelah itu benjolan tersebut makin membesar.

Benjolan itu kemudian oleh Katarina ditunjukkan kepada kepala panti. Namun mereka pun tidak mengira itu merupakan gejala awal munculnya kanker payudara. Meskipun benjolan itu makin terus bermunculan, Katarina tetap beraktivitas seperti biasa.

Lebih lanjut Katarina mangatakan di saat muncul bisul atau benjolan yang pertama itu bisa pecah tapi benjolan yang lain makin keras macam batu. Lama-kelamaan, benjolan pada bagian dada kanan Katarina Diaz makin membesar.

“Karena tidak tau apa yang dideritanya Katarina pun menanyakan sakit apa yang dideritanya kepada kepala panti tapi tidak ada respons apapun dari pihak panti, tempat Katarina Diaz bekerja. Sebagai orang yang tidak mampu dan sebagai perantau apalagi tinggal di panti dan tidak memiliki surat-surat, dalam hati Katarina merasa bersyukur, sebab pihak panti sudah menampung dirinya bersama anaknya," sebutnya.

Setelah menahan sakit kanker payudara selama 1 tahun dan masuk tahun ke 2 pada bulan Oktober 2020, barulah Katarina diantar ke rumah sakit untuk menjalani operasi.

"Itu kontrol pertamanya di Siloam, kontrol ke dua di Rumah Sakit Mitra Keluarga, itu diperiksa urin sama rontgen, habis itu operasinya di Rumah Sakit Bhayangkara. Masuk di Bhayangkara hari Selasa, hari Rabu operasi, hari Kamis saya keluar," tutur Katarina.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tak Digaji Panti Asuhan

Katarina mengatakan bahwa semua biaya operasi dibantu oleh donatur. Namun dirinya tidak mengetahui apa-apa tentang donatur tersebut.

Dua minggu kemudian, Katarina menjalani pemeriksaan pascaoperasi dan pembukaan benang hasil operasi. Namun setelah itu, dirinya tidak lagi mendapatkan pengobatan dari pihak rumah sakit maupun pihak panti.

"Jadi keluarga dari Flores kirim uang untuk beli obat. Biasanya satu kali beli obat dengan harga Rp80 ribu rupiah, itupun hanya bisa beli obat amoxilin dan dan lain-lain tapi obat dari rumah sakit itu saya tidak tahu apa-apa," ujarnya.

Namun, penderitaan Katarina Diaz ternyata belum berakhir. Beberapa bulan setelah menjalani operasi, dirinya sempat jatuh di kolam renang pada saat mengantar salah satu anggota keluarga di panti asuhan tersebut yang sedang merayakan ulang tahun.

Sejak saat itu, dirinya kembali merasakan sakit. Namun, lagi-lagi pihak panti tidak berbuat banyak dan Katarina memilih diam karena merasa dia juga tidak mempunyai biaya untuk berobat. Dirinya hanya mengandalkan obat-obat antibiotik dan obat penahan rasa sakit.

Menurut pengakuan Katarina Diaz, selama bekerja di panti asuhan Kasih Agape, dirinya tidak pernah mendapatkan gaji karena menurut pihak panti, anak Katarina Diaz juga merupakan salah satu penghuni panti asuhan tersebut.

Setelah selesai dioperasi, bukannya harus beristirahat, Katarina Diaz memilih bekerja di luar panti untuk bisa memenuhi kebutuhannya untuk membeli obat dan keperluan lainnya. Gaji yang diperoleh pun tak seberapa, hanya Rp400 ribu per bulan.

 

Tidak Memiliki Biaya Untuk Berobat

Karena ketiadaan biaya untuk berobat, Katarina tak mampu berbuat banyak. Apalagi ia hidup di perantauan dan tidak ada satupun keluarga yang ada bersama dia. Dirinya juga tidak mengetahui kemana harus menghubungi keluarganya.

Namun, Tuhan masih memberikan jalan kepada Katarina Diaz. Dengan berbekal beberapa nomor kontak di ponsel miliknya, dia mencoba melakukan komunikasi dan akhirnya mendapatkan beberapa nomor kontak keluarganya dari salah satu anggota keluarga yang bekerja di Kupang.

"Saya telepon ade sepupu yang bekerja di Kupang, dan dikasih nomor telepon keluarga saya serta nomor telepon mabes (panggilan untuk mantan majikannya), di situ saya sudah mulai kuat karena sudah dapat keluarga," ujarnya.

Setelah melakukan komunikasi dengan Mama Pepi Dela, mantan majikannya pada saat masih bekerja di Kota Maumere, Mama Pepi Dela menyarankan agar Katarina Diaz dan anaknya kembali ke kampung halaman.

“Sebelum pulang kampung, Katarina Diaz sempat meminta uang arisan bersama beberapa ibu-ibu yang ia ikuti selama ini. Meskipun belum jatuh tempo untuk gilirannya namun karena mengingat dirinya akan pulang kampung, dan uang yang ada di tangannya tersisa Rp100 ribu rupiah, Katarina Diaz meminta bagiannya terlebih dahulu, namun itupun tak dilayani dan dirinya hanya mendapatkan uang sebesar Rp1,3 juta,”

Setelah tiba di kampung halamannya di Larantuka, Katarina Diaz memilih meminta Mama Pepi Dela untuk menjemput dirinya untuk dibawa ke Maumere karena meski sempat bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah Mama Pepi Dela namun dirinya sudah dianggap seperti keluarga sendiri.

"Saya mau ke Larantuka, Kabupaten Flores Timur, tapi saya orang tidak mampu, orang tua kandung saya dan kakak sulung saya sudah meninggal dunia, hanya tinggal ade kandung dan kakak perempuan tapi hidupnya juga susah, makan saja susah," ujar Katarina.

Saat ini, Katarina Diaz mengeluh sakit pada dada bagian kanan dan bagian perut. Bahkan mata sebelah kanan mengalami rabun.

Maria Imakulata Ivoni, Ketua RT. 007/RW. 004, Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, NTT, kepada Liputan6.com, mengatakan semua identitas Katarina Diaz telah diurus oleh Mama Pepi Dela termasuk memperoleh kartu BPJS.

"Kita akan berusaha membatu ibu Katarina Diaz untuk bisa sembuh dari sakit yang dideritanya. Saat ini Katarina Diaz harus dirujuk ke Dempasar untuk mendapatkan pengobatan," ucap dia.

“Sesuai dengan rencana Katarina Diaz akan dirujuk untuk berobat di Denpasar namun terkendala biaya transportasi karena selain Katarina Diaz, harus ada dua orang lagi untuk mendampingi Katarina Diaz selama di Denpasar,” kata Ketua RT.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya