5 Kuliner di Pasar Beringharjo yang Bikin Ngiler dan Sayang Dilewatkan

Bagi wisatawan, rasanya tak lengkap apabila berkunjung ke Yogyakarta tanpa berbelanja ke Pasar Beringharjo.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 20 Agu 2021, 06:00 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2021, 06:00 WIB
ilustrasi kuliner Pasar Beringharjo Yogyakarta
Ilustrasi kuliner Pasar Beringharjo Yogyakarta (dok.wikimedia commons)

Liputan6.com, Yogyakarta - Bagi wisatawan, rasanya tak lengkap apabila berkunjung ke Yogyakarta tanpa berbelanja ke Pasar Beringharjo. Sebagai salah satu pasar tertua di Yogyakarta, Pasar Beringharjo menawarkan banyak alternatif oleh-oleh untuk wisatawan, mulai dari batik, suvenir, hingga aneka kudapan.

Di pasar ini juga terdapat berbagai macam kuliner yang enak bahkan yang sulit dijumpai lagi. Dikutip dari berbagai sumber, berikut rekomendasi kuliner istimewa di Pasar Beringharjo.

1. Satai Kere Mbah Suwarni

Ada banyak penjual satai di kawasan Pasar Beringharjo. Namun, satai Mbah Suwarni tampaknya yang menjadi satai favorit.

Nenek ini dengan piawai membakar satai di atas bara api, bau gurih menyebar di sekitarnya membuat orang-orang menoleh. Satai kere merupakan sebutan untuk jenis sate yang terbuat dari koyor atau lemak sapi.

Lemak sapi yang dibumbui rempah sederhana seperti merica dan bawang, dilumuri kecap manis lalu dibakar berhasil menghasilkan cita rasa yang luar biasa. Selain satai kere, Mbah Suwarni juga menjual satai hati ampela dan satai daging sapi.

Harga satai dibanderol Rp10.000 untuk tiga tusuk satai kere, dan Rp2.000 hingga Rp5.000 untuk satai ati ampela dan daging sapi. Embah Suwarni mulai berjualan pukul 10.00 hingga 16.00 WIB. Lokasinya berada di pintu masuk selatan Pasar Beringharjo, tepat di bawah jembatan penyeberangan. Apabila kesulitan mencarinya, maka cukup mengikuti aroma gurih yang dihasilkan dari satai Mbah Suwarni yang dibakar.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Sup Kembang Waru

2. Sup Kembang Waru Bu Mala

Sup kembang waru merupakan makanan khas Yogyakarta yang disajikan saat ada acara hajatan pernikahan. Namun, kini keberadaan kuliner tersebut semakin jarang dapat ditemui. Meski begitu, kuliner ini bisa ditemukan di Pasar Beringharjo.

Lapak kuliner ini satu-satunya penjual sup kembang waru yang tersisa di Yogyakarta. Sup ini terbuat dari wortel, buncis, brokoli, kentang, seledri, dan bawang goreng. Ada pula rolade, sejenis siomay dari olahan daging ayam yang dibungkus telur. Bentuknya seperti bunga waru yang cantik.

Kuah sup ini juga terasa gurih dan segar seperti kuah bakso. Satu porsi sup kembang waru dan nasi di banderol dengan harga Rp15.000 saja. Lokasi lapak Sup Kembang Waru Bu Mala ini berada di foodcourt lantai 2 pasar Beringharjo, dan buka pukul 09.00 hingga 17.00 WIB.

3. Es Dawet Mbah Hari

Es dawet legendaris ini sudah dijual di Pasar Beringharjo lebih dari 40 tahun, tepatnya sejak 1965. Mbah Hari merupakan generasi ketiga yang meneruskan berjualan dawet ini. Rasa dawet yang dijual merupakan resep turun temurun, sehingga memiliki rasa yang autentik.

Pembuatan dawet ini juga masih secara tradiosional alias tidak menggunakan mesin sama sekali. Bahan bakunya adalah cendol, cincau hijau, dan potongan nangka yang disiram air santan serta air gula merah.

Rasanya segar dan manis, cocok untuk menghilangkan dahaga saat berbelanja di Pasar Beringharjo. Pembeli bisa meminumnya langsung di tempat atau membungkusnya untuk diminum sambil berbelanja. Meski telah melegenda, Mbah Hari tak mematok harga tinggi untuk dawetnya.

Satu porsi dawet dijual seharga Rp5.000 saja. Mbah Hari biasanya mulai berjualan dari pukul 09.30 hingga dawetnya habis. Lokasinya berada di pintu Pasar Beringharjo sayap Utara.

4. Bakmie Pentil

Bakmie pentil adalah kuliner yang tak kalah langka dan legendaris di Yogyakarta. Tak lagi banyak penjual yang menjajakannya, sehingga wajar apabila sulit ditemui.

Salah satu pedagang mi pentil di Yogayakarta yang masih tersisa berasa di Pasar Beringharjo, lapaknya berada di kawasan jajanan tradisonal yang tak jauh dari tempat parkir sepeda motor. Pembeli bisa memilih sendiri seberapa banyak mi yang ingin dibeli, mulai dari Rp3.000 hingga Rp10.000.

Tidak seperti mi lain yang digoreng dengan aneka bahan tambahan seperti ayam, telur atau pun beragam sayuran. Mi pentil goreng biasanya dimasak polosan saja, hanya diberi bumbu berupa bawang putih, kemiri, dan garam.

Mi yang dijual umumnya dilengkapi dengan tambahan berupa taburan bawang goreng dan sambal mentah yang pedas. Rasa mi ini cenderung asin, sehingga cocok dimakan menggunakan sambal. Mi pentil merupakan salah satu ikon kuliner di Bantul yang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu.

Roti Zaman Dulu

5. Roti Kolomben

Roti kuno, begitu orang menyebut roti kolomben. Tidak salah memang, karena roti yang terbuat dari tepung tapioka ini sudah ternama sejak zaman kolonial. Nama Kolomben disebut-sebut berasal dari kata "kala mben" yang artinya dulu kala.

Tak seperti namanya yang rumit diucapkan, tampilan roti bentuk segi empat ini sangat sederhana. Warnanya cokelat polos dan menggembung di bagian tengah seperti bantal kecil. Roti kolomben memiliki cita rasa manis, legit, dan terasa empuk saat digigit.

Sebaliknya, bagian tepi roti ini justru garing dan beremah. Jika tidak hati-hati dimakan, butiran tepung akan jatuh atau tersangkut di ujung-ujung bibir. Konon, roti kolomben di masa lalu adalah makanan agung bagi rakyat jelata. Kolomben hanya tersaji di acara khusus, semisal kenduri atau pesta pernikahan.

Roti itu juga kerap disandingkan dengan kue apem sebagai hantaran sesaji pada tradisi nyadran di bulan Ruwah menurut kalender Jawa. Sekarang, roti kolomben semakin tenggelam oleh ketenaran penganan modern lain. Roti ini bisa dijumpai di Pasar Beringharjo, tepatnya di kawasan jajanan pasar. Harga satu bungkus roti ini dibanderol mulai dari Rp 15.000.

 

Penulis: Tifani

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya