Liputan6.com, Jambi - Organisasi lingkungan yang tergabung dalam koalisi Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) mengapresiasi komitmen iklim baru Presiden China Xi Jinping, yang berjanji akan menghentikan pendanaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara di luar negaranya.
Presiden Xi Jinping dalam debat umum sidang ke 76 Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada Selasa (21/09/2021) mengatakan, "China akan berusaha untuk mencapai puncak emisi karbon dioksida yang dilepaskan sebelum 2030 dan mencapai karbon netral sebelum 2060."
Baca Juga
Hal tersebut dilakukan dengan cara meningkatkan dukungan untuk negara berkembang lainnya dalam mengembangkan energi hijau dan rendah karbon serta berjanji tidak akan membangun proyek PLTU batu bara baru di luar negeri.
Advertisement
Ali Akbar dari Kanopi Hijau Indonesia yang juga konsolidator koalisasi gerakan Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) menilai, komitmen Xi Jinping menjadi angin segar dalam rangka melawan krisis iklim global.
Di Sumatera, data dari koalisasi menyebutkan, PLTU berbahan bakar batu bara saat ini sudah beroperasi 33 pembangkit dengan kapasitas sebesar 3.566,5 MW. Kemudian ada 16 pembangkit dengan kapasitas sebesar 4.450 MW yang sedang direncanakan dalam RUPTL 2020-2029.
"Dari data tersebut China mendominasi sebagai aktor utama pendanaan di balik PLTU di Sumatera," kata Ali Akbar melalui keterangan tertulisnya, Kamis (23/9/2021).
Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Sumatera yang sebagian besar didanai oleh China itu telah memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Di ataranya adalah PLTU Sumsel-1 di Sumatera Selatan, PLTU Nagan Raya di Aceh, PLTU Teluk Sepang di Bengkulu, PLTU Jambi-1, dan PLTU Pangkalan Susu di Sumatera Utara.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Dampak PLTU di Sumatera
Ali Akbar mengatakan dampak langsung adanya PLTU batu bara di Sumatera antara lain kasus petani kehilangan tanah, anak-anak terpapar abu beracun, konflik horizontal dan pencemaran lingkungan.
Dia mendesak komitmen dari Presiden China tersebut dapat segera direalisasikan sekaligus mengevaluasi keberadaan PLTU batu bara yang tersebar di Pulau Sumatera.
"Kami di Sumatera akan mengawal komitmen ini sampai ke level operasional di lapangan," ujarnya.
Selain itu sejak beroperasinya sejumlah pembangkit listrik berbahan bakar fosil batu bara itu, tingkat kerusakan lingkungan dan dampak terhadap masyarakat telah dirasakan.
Sumiati Surbekti selaku Direktur Srikandi Lestari mengatakan, pembangunan PLTU batu bara di Pangkalan Susu Sumatera Utara mengakibatkan menyempitnya ruang tangkap nelayan karena aktivitas angkutan batu bara melalui jalur laut.
Kondisi itu kata Sumiati membuat pendapatan nelayan hingga 70 persen. Ditambah lagi dampak terhadap kesehatan, masyarakat banyak menderita gatal-gatal, paru hitam serta tingginya warga yang menderita ISPA akibat abu sisa pembakaran batu bara.
"PLTU batu bara Teluk Sepang di Bengkulu telah membuang limbah cair ke laut tanpa izin dan menyebabkan kematian biota laut. Menggusur tanam tumbuh milik petani untuk tapak proyek, pengangkutan batu bara melanggar aturan dan ketidakpatuhan terhadap dokumen yang dibuatnya sendiri," kata Sumiati.
Â
Advertisement
Respons LBH Padang
Sementara itu, Indira Suryani, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengatakan, dampak PLTU batu bara juga dirasakan oleh warga di Sumatera Barat. Ada dua PLTU yang sudah beroperasi yaitu PLTU Ombilin dan PLTU Teluk Sirih.
PLTU Ombilin yang berada di Desa Sijantang Koto, Kota Sawahlunto, sudah sejak lama menyemburkan abu racun FABA dalam jumlah yang mengerikan. Itu terjadi ketika alat penangkap abu rusak dan tidak diperbaiki hingga sekarang.
"Kondisi ini menyebabkan seluruh abu sisa pembakaran batu bara keluar dari cerobong dan menghujani warga dengan abu beracun," kata Indira.
Indira bilang abu bawah sisa pembakaran (bottom ash) ditumpuk sampai membentuk gunung di dekat PLTU hingga mengalir ke sungai ketika hujan.
"Sebaiknya pemerintah China tidak mendanai proyek PLTU manapun baik di Indonesia maupun di muka bumi," ujar Indira.
Begitu pula di Jambi, Direktur Lembaga Tiga Beradik Hardi Yudha mengatakan PLTU Semaran Sarolangun sudah berdampak kepada kesehatan warga seperti batuk, sesak nafas, dan bahkan penyakit kulit. Selain itu warga juga tidak mendapat kompensasi kesehatan.
Belum lagi akan ada pembangunan PLTU baru bernama Jambi 1 di Desa Pemusiran dengan kapasitas 2x300 MW. PLTU yang rencananya akan memperoleh pendanaan dari China itu dipastikan nantinya akan berdampak buruk terhadap warga desa seperti kehilangan ruang hidup, kemiskinan jangka panjang.
"Kami meyakini dampak PLTU batu bara relatif sama di setiap wilayah yang ada di Sumatera," ujar Yudha.
Â