Sastrawan Eka Budianta Apresiasi Komunitas Penggagas Antologi Puisi 'Manuskrip Bintoro'

Acara yang digelar secara virtual Rabu (27/10/2021) malam tersebut dihadiri oleh para penulis dan sastrawan dari 4 negara yakni Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam

oleh Kusfitria Marstyasih diperbarui 03 Nov 2021, 08:30 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2021, 08:30 WIB
Eka Budianta berbincang tentang sejarah Demak saat pengumuman penulis terpilih antologi puisi 'Manuskrip Bintoro', Rabu (27/10/2021) (Foto:Liputan6.com/KusfitriaMarstyasih)
Eka Budianta berbincang tentang sejarah Demak saat pengumuman penulis terpilih antologi puisi 'Manuskrip Bintoro', Rabu (27/10/2021) (Foto:Liputan6.com/KusfitriaMarstyasih)

Liputan6.com, Demak - Sastrawan kondang Christophorus Apolinaris Eka Budianta atau lebih dikenal sebagai Eka Budianta mengapresiasi dua komunitas sastra dan budaya asal Demak Jawa Tengah yang menggagas antologi puisi yang diberi judul ‘Manuskrip Bintoro’.

Jurnalis yang kerap menerima penghargaan atas karya sastra yang diciptakannya ini menyampaikan pengargaan kepada Komunitas Rumah Kita (Koruki) dan Kelas Puisi Alit (Kepul) Demak saat pengumuman nama penulis yang karyanya terpilih masuk dalam Antologi Puisi ‘Manuskrip Bintoro’.

“Saya menghargai orang-orang di Demak berinisiatif menghargai sejarahnya dan ingin mendudukkan atau mencari tempat yang layak dengan mengundang 121 penyair bahkan sampai ke Malaysia dan Singapura,” ungkap Eka Budianta dengan rasa bangga yang tidak ditutup-tutupi.

Acara yang digelar secara virtual Rabu (27/10/2021) malam tersebut dihadiri oleh para penulis dan sastrawan dari 4 negara yakni Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Seluruh penyair yang mengirimkan naskah puisi berjumlah 121 tetapi setelah melewati proses kurasi yang ketat, dan objektif tanpa melihat identitas pengirim maka diputuskanlah hanya 50 penyair saja yang karyanya diterima untuk kemudian dibukukan.

Eka Budianta yang terlihat masih segar di usia yang beranjak senja itu, menyempatkan diri untuk menyampaikan materi sejarah Demak yang disampaikan layaknya percakapan ringan mulai dari kisah Jaka Tingkir hingga situasi dan kondisi Demak di mata orang luar Demak.

Menariknya, suami Melani Budianta, Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) ini di sela-sela pembahasan tentang sejarah Demak, bahkan sempat menyanyikan penggalan tembang Jawa berjudul ‘Sigra Milir’. Berikut beberapa bait tembang yang dilantunkan Eka Budianta:

Sigra milir sang gethek sinangga bajul, kawan dasa kang njageni, ing ngarsa miwah ing pungkur, tanapi ing kanan kering, kang gethek lampahnya alon”.

Menurut Eka Budianta, tembang macapat megatruh tersebut bercerita tentang 40 ekor buaya yang menjaga Jaka Tingkir sang tokoh besar dari Kota Wali saat tengah memadu kasih. Eka masih terkenang responsaudiens saat ia mengisi acara di Filipina dan nembang Sigra Milir. Menurutnya mereka terpesona ketika sang budayawan memaparkan filosofi tembang macapat tersebut.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini


Antologi Puisi ‘Manuskrip Bintoro’

Eka Budianta berbincang tentang sejarah Demak saat pengumuman penulis terpilih antologi puisi 'Manuskrip Bintoro', Rabu (27/10/2021) (Foto:Liputan6.com/KusfitriaMarstyasih)
Eka Budianta berbincang tentang sejarah Demak saat pengumuman penulis terpilih antologi puisi 'Manuskrip Bintoro', Rabu (27/10/2021) (Foto:Liputan6.com/KusfitriaMarstyasih)

Lebih jauh tentang antologi puisi ‘Manuskrip Bintoro’, Eka menandaskan bahwa momentum ini diharapkan menjadi titik mengenang kembali sejarah dan kebesaran Demak yang hingga kini masih hadir dalam bentuk artefak dan cerita tokoh besar serta nyanyian atau puisi lisan.

Jika menilik sejarah, Demak adalah ‘rahim’ yang melahirkan para intelek di masa lalu, dan publik masih menanti dengan antusias produk-produk teristimewa dari Demak yakni para cendekia yang menginspirasi. “Tanpa itu, Demak akan terlupakan,” tandas Eka Budianta.

Secara terang-terangan Eka Budianta juga menyesalkan jika inisiatif Koruki dan Kepul untuk memulai menggeliatkan sastra lintas negara yang dipersembahkan bagi Demak ini tidak mendapat dukungan dari pemerintah kabupaten.

“Semoga setelah antologi puisi ini, ada even menulis essay atau novel tentang Demak yang didukung oleh bupati,” ujar Eka Budianta.

Acara melalui zoom tersebut berlangsung makin gayeng saat para sastrawan juga turut menyuarakan pendapat dan melontarkan pertanyaan baik kepada Eka Budianta maupun Kusfitria Marstyasih, Founder Koruki yang membawakan informasi tentang situasi dan kondisi budaya dan sastra Demak terkini.

Samsudin Adlawi, sastrawan asal Banyuwangi juga jurnalis Jawa Pos, menambahkan bahwa kekagumannya terhadap Demak bermula sejak kecil saat ia menerima pelajaran sejarah di sekolah. “Demak menjadi sejarah yang elok sesuai dengan kemahiran berkisah guru sejarah menuturkan kebesaran Demak di depan kelas,” ungkapnya.

Sementara itu Humas Koruki Demak, Ari Bubut, menyampaikan bahwa pemilihan judul antologi puisi ‘Manuskrip Bintoro’ bukan berarti mengumpulkan naskah-naskah tulisan tangan yang berusia ribuan atau ratusan tahun, tetapi hanya sebagai simbol bahwa puisi yang dikumpulkan oleh para penyair nusantara tersebut bisa jadi terinspirasi dari manuskrip tentang Demak di masa lalu yang masih perlu kajian secara filologi.

“Harapan ke depan, makin banyak komunitas sastra atau budaya yang juga makin giat menggelegarkan sastra berlatar belakang Demak,” Harap Ari Bubut yang didampingi oleh Mohamad Iskandar pendiri Kepul Demak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya