Liputan6.com, Samarinda - Tiga warga di Samarinda menggugat Institusi Polri ke PTUN Samarinda. Gugatan tersebut dikirim pada Kamis (23/12/2021) lalu.
Gugatan itu dilayangkan lantaran Institusi Polri dituding mencampuri urusan yang bukan menjadi kewenangannya. Sebelumnya, ketiga warga ini pernah menggugat 12 oknum polisi di Pengadilan Negeri Samarinda.
Advertisement
Dalam gugatan bernomor 142/Pdt.G/2020/PN Smr disebutkan oknum polisi menolak laporan atau menghalangi interaksi ketiga warga ini. Ketiganya yakni Hanry Sulistio, Abdul Rahim dan Faizal Amri.
Advertisement
Baca Juga
Hanry Sulistio bilang gugatan ke 12 oknum polisi tersebut justru dilindungi dan didampingi institusi polri.
"Bentuk melindungi dan menjadi kuasa hukum oknum-oknumnya sendiri dalam persidangan tersebut," kata Hanry kepada wartawan di Samarinda, Jumat (31/12/2021).
Hal tersebut, bagi dia, menjadi persoalan sehingga ketiganya mensomasi Institusi Polri dua kali. Namun upaya somasi tak digubris.
"Karena tidak digubris kami gugat Institusi Polri sebagai alat negara karena kami anggap tidak berintegritas kepada pancasila dan konstitusi sesuai bunyi gugatan di PTUN nomor 47/G/TF/2021/PTUN SMD," terang Hanry.
"Dari sinilah kami anggap itu pelanggaran. Karena yang kami gugat adalah oknum yang bersifat personal yang kami nilai mengkhianati polri, kenapa institusi polri justru mencampuri urusan pengadilan menjadi kuasa hukum," sambungnya.
Penggugat lain Abdul Rahim juga serupa. Dia menyebut gugatan kepada institusi kepolisian karena institusi polri mencampuri urusan pengadilan dan membela oknum-oknum yang digugat dalam perkara 142/Pdt.G/2020/PN Smr.
"Kami sangat menyayangkan dan kecewa kepada institusi polri, mengapa membela oknum, bukankah seharusnya menjadi tugas kita bersama memberantas oknum-oknum pengkhianat negara, bukan justru diskriminasi hukum terhadap kami, kalau penjahat tidak bisa dilaporkan, maka kami akan semakin merasa terancam di negeri kami sendiri yang telah merdeka selama 76 tahun lamanya, jangan sampai kami merasa tetap terjajah dan dihantui rasa ketakutan," ungkap Rahim.
Diterangkan Rahim, hak hukum dan hak konstitusi pihaknya harus diperjuangkan sehingga pihaknya menuntut institusi polri wajib mengakomodir hak-hak masyarakat sebagai rakyat merdeka.
"Bukan sebaliknya oknum-oknum diduga melanggar KUHP, KUHAP dan Perkapolri justru dibela habis-habisan oleh institusi polri dan mengagap kami sebagai lawan, apa nggak kebalik dan salah tuh?," tutur Rahim.
Karena hal tersebut, Rahim meragukan penegakan hukum yang berkeadilan benar-benar ditegakan.
Padahal, kata dia, dalam pasal 30 Ayat 4 UUD 1945 menyebutkan kepolisian negara RI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakan hukum.
"Mana ada bunyi konstitusi menyebut institusi polri mengayomi melindungi oknum pengkhianat atau penjahat," tutup Rahim kesal.
Penggugat terakhir Faizal Amri menambahkan, sebagai pengugat tiga ia ingin ungkapkan bahwa dirinya hanya ingin melaporkan kejahatan kelompok mafia tanah.
"Sehingga sangat disayangkan kalau kita mau menjerat perbuatan pidana mafia tanah harus menggugat institusi polri terlebih dahulu, ini hal yang tidak wajar," ungkap Faizal.
Menurut Faizal, institusi kepolisian RI adalah alat negara yang seharusnya mengayomi masyarakat. Karena itu, dia berharap gugatan ini hanya kesalahpahaman antara masyarakat dan institusi polri.
"Kami siap duduk bersama mendengar penjelasan kuasa hukum Institusi polri nantinya," harap dia.
Sebab, ada saat mediasi sebelum gugatan berlanjut, semoga hal ini tidak berlarut dan menjadi keresahan masyarakat serta menjadi perbincangan di media sosial yang dapat merusak kepercayaan rakyat kepada institusi polri.
"Kami membuka diri membahas apa yang menjadi pokok masalah ketika ada itikad baik dari kedua belah pihak, dan ingat kami ini sayang dan mencintai Institusi Polri sebagai lembaga pelindung dan pengayom masyarakat," tegas Faizal.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo belum memberi respon. Sambungan telepon dan pesan singkat tidak dibalas.
Humas PTUN Samarinda, Darma SB Purba mengakui ada gugatan lembaga polri ke PTUN Samarinda.
Ia enggan mengomentari materi gugatan yang dilayangkan. Ia hanya meminta agar media memantau isi gugatan dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Samarinda.