Korupsi Hibah Air Minum di Bitung Terbongkar, Polisi Beberkan Modusnya

Polda Sulut kembali membongkar kasus dugaan korupsi dalam program hibah air minum di Kota Bitung.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 19 Feb 2022, 02:00 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2022, 02:00 WIB
Polda Sulut saat menggelar jumpa pers mengungkap kasus korupsi program air minum di Kota Bitung.
Polda Sulut saat menggelar jumpa pers mengungkap kasus korupsi program air minum di Kota Bitung.

Liputan6.com, Manado - Polda Sulut kembali membongkar kasus korupsi hibah air minum di Kota Bitung. Program yang ditata di tahun anggaran 2017 dan 2018 ini bermodus surat-surat dan rekening fiktif.

“Modusnya, tersangka membuat keterangan berupa surat-surat dan rekening fiktif untuk dapat memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi sebagai penerima dana hibah air minum dari pemerintah pusat,” ujar Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast didampingi Dirreskrimsus Polda Sulut Kombes Pol Nasriadi dan Kasubdit Tipikor AKBP Iwan Permadi, Kamis (17/2/2022).

Pengungkapan dan penanganan kasus tersebut berdasarkan Laporan Polisi yang diterima Polda Sulut, pada 19 April 2021 silam. Dengan TKP di lingkungan PDAM Bitung, sekitar tahun 2017 dan 2018.

Kejadian berawal ketika pada TA 2016 Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI mengundang Pemerintah Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia yang bersedia mengikuti Program Hibah Air Minum, dan salah satunya adalah Pemerintah Kota Bitung.

“Kemudian pemerintah daerah yang bersedia mengikuti program dimaksud, diwajibkan membawa data yang diminta atau persyaratan ke Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI,” kata Abast.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kerugian Negara Rp14 Miliar

Pemkot Bitung melalui Direktur PDAM Duasudara Kota Bitung membuat surat pernyataan bahwa PDAM Duasudara Kota Bitung memiliki idle capacity sebesar 50 liter per detik. Surat pernyataan tersebut merupakan salah satu syarat paling mendasar sehingga dapat mengikuti program tersebut.

“Namun setelah dilakukan pemeriksaan oleh ahli pengairan dari Politeknik Negeri Manado, ternyata pihak PDAM Duasudara Kota Bitung tidak memiliki idle capacity,” jelas Abast.

Kemudian pihak PDAM Duasudara Kota Bitung mencetak semua rekening pembayaran pelanggan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Karena pelanggan yang namanya tertera pada rekening pembayaran pelanggan merasa tidak pernah membayar pemakaian air minum, dikarenakan air minum dimaksud tidak pernah dialirkan.

“Pihak PDAM Duasudara Kota Bitung mengirimkan bukti rekening pembayaran pelanggan dimaksud ke pihak Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI,” ujarnya.

Rekening pelanggan tersebut merupakan salah satu syarat, sehingga dana hibah itu dapat ditransfer dari Kementerian Keuangan RI ke Pemkot Bitung.

Ketika kasus ini mulai terangkat ke publik, BPKP RI Perwakilan Sulut kemudian melakukan audit investigasi atas permintaan penyidik. BPKP RI Perwakilan Sulut berkesimpulan bahwa diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum dan mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp14 miliar.

“Sehingga atas perbuatan tersebut layak dilakukan proses penyidikan,” kata Abast.

 

Barang Bukti

Dalam penanganan kasus tersebut, Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut juga telah menyita sejumlah barang bukti yaitu, dokumen berupa fotocoppy surat-surat yang merupakan kelengkapan administrasi sehubungan dengan program hibah air minum.

“Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut selanjutnya menetapkan tersangka dugaan tindak pidana korupsi ini yaitu seorang pria berinisial RL (49), pekerjaan karyawan BUMD, warga Kecamatan Madidir, Kota Bitung,” tutur Abast.

Terkait kasus dugaan korupsi tersebut, tersangka dikenakan pasal 2 dan/ atau 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1-e KUHP.

“Ancaman hukumannya pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan atau denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” ujar Abast memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya