Liputan6.com, Berau - Pekan lalu, ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang (AMLT) berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Berau, Kalimantan Timur. Aliansi ini berisikan warga yang merasa terganggu dengan keberadaan perusahaan tambang batu bara.
Mereka bahkan menuntut pemerintah untuk mencabut ijin perusahaan tersebut. Ada beberapa hal yang dianggap pelanggaran yang dilakukan perusahaan tambang batu bara.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menyebut, PT Supra Bara Energi (SBE) digugat masyarakat karena menutup akses jalan masyarakat di sekitar tambang. Penutupan itu diduga disebabkan polemik antara warga dengan perusahaan batu bara.
Advertisement
Baca Juga
"Jadi kasus penutupan ini dilatarbelakangi konflik lahan, dimana masyarakat menggap pihak perusahaan melakukan penambangan di luar konsensinya," jelas Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang, Selasa (21/6/2022).
Akibat penutupan yang dilakukan PT SBE itu aktifitas masyarakat di Kampung Pegat Bukur, Kecamatan Sambaliung terganggu sejak tiga pekan lalu. Inilah yang kemudian membuat ratusan masyarakat melakukan demo beberapa waktu lalu di Kantor Bupati Berau.
"Kemarahan masyarakat kita anggap wajar, harusnya perusahaan melakukan pendekatan atau membuat kesepakatan terlebih dahulu, bukan malah menutup jalan," kata Rupang.
Selain polemik akses jalan yang di tutup PT SBE, Rupang menyebut semestinya perusahaan aktif menjalankan program CSR-nya. Sebagai bentuk kewajiban perusahaan yang melakukan aktifitas penambangan agar konflik perusahaan batu bara dan masyarakat tidak terjadi.
"Masyakarat hanya menuntut kesejahteraan dari perusahaan sebagai dampak alam sekitar yang rusak akibat penambangan, sudah sewajarnya perusahaan mampu hadir melalui dana CSR," ungkapnya.
Simak juga video pilihan berikut:
Klarifikasi Perusahaan
Sementara itu, Kuasa Hukum PT SBE, Christian Elia, menyebut bahwasanya penutupan yang dilakukan pihaknya didasari adanya aktivitas tambang Ilegal. Aktivitas ilegal tersebut turut melakukan penambangan di sekitar lokasi sehingga mengakibatkan jalur kampung tersebut rusak dan melakukan penutupan.
"Sebelum ditutup jalur itu sebelumnya digunakan banyak pihak penambangan ilegal di areal wilayah IUP-OP PT SBE dan areal wilayah yang telah dibebaskan oleh PT SBE, sehingga menyebabkan kerusakan, dan akhirnya perusahaan berinisiatif memperbaiki dan melakukan penutupan sementara," ujar Christian.
Christian menjelaskan, saat ini jalur yang ditutup telah di buka, namun hanya diperuntukkan bagi masyarakat dan petani disekitar lokasi. Hal itu menjaga agar jalur tersebut tidak lagi digunakan oleh penambangan ilegal di sekitar lokasi.
"Iya sudah kami buka tapi untuk masyarakat sekitar dan petani, dan kami juga sudah meminta bantuan pihak aparat untuk menjaga jalur itu," katanya.
Menanggapi tuntutan masyarakat, pihaknya pun telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan pemerintah kabupaten setempat, guna menyelesaikan permasalahan yang terjadi di sekitar lokasi area penambangan.
"Sudah kita laporkan, ke Polres Berau dan Polsek, tapi belum ada tindak lanjut," sebutnya.
Selain itu mengani tuduhan penambangan di luar konsesi, PT SBE mengklaim beroperasi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku terkait dengan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Nomor 639.a Tahun 2014. Serta melaksanakan kegiatan sesuai dengan ketentuan, dan menjalankan program CSR untuk masyarakat sekitar area tambang.
"Pada intinya kita menambang sesuai aturan dan perizinan yang di berikan Bupati, mengenai penyampaian pendapat adalah hal yang wajar, tetapi saya terangkan PT SBE telah melaksanakan Comdev atau CSR sesuai kewajibannya," tutup Christian.
Advertisement