Liputan6.com, Bandung - Polisi menetapkan Muhammad Rizky alias Rizky Billar sebagai tersangka dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap Lestiani yang akrab disapa Lesti Kejora. Penetapan ini dilakukan usai Rizky menjalani pemeriksaan sejak Rabu (12/10/2022) pagi.
Baca Juga
Advertisement
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan, Rizky ditetapkan sebagai tersangka KDRT Lesti Kejora usai diperiksa sejak pukul 11.00 WIB, Rabu (12/10/2022) di Polres Jakarta Selatan.
"Hari ini diperiksa sesuai tahapan, mulai dari penyelidikan menaikkan status jadi penyidikan. Hari ini kita periksa saudara Rizky sebagai saksi sejalan dengan jalannya pemeriksaan, keterangan saksi korban dan hasil visum yang mendukung, maka langkah yang dilakukan penyidik telah menaikkan statusnya dari saksi jadi tersangka," kata Zulpan kepada awak media, Jakarta, Rabu (12/10/2022).
Zulpan merinci, penetapan status tersangka terhadap Rizky Billar sudah sesuai dengan Pasal 44 UU KDRT karena melakukan kekerasan fisik dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
"Terkait KDRT UU 23 Tahun 2004 keterangan korban dan didukung satu keterangan alat bukti lain sudah bisa menetapkan terlapor sebagai tersangka, kita punya lebih dua alat bukti, maka status dinaikkan sebagai tersangka," tegas Zulpan.
Dia menambahkan, Rizky Billar masih menjalani pemeriksaan dengan status yang sudah beralih. Pemeriksaan dilakukan secara terus hingga nanti ada keputusan penyidik terkait penahanan terhadap yang bersangkutan.
"Malam ini akan dilakukan pemeriksan terhadap Rizky sebagai tersangka. Dia sudah mengetahui jadi tersangka kita akan melakukan pemeriksaan hari ini. Nanti akan disampaikan apakah malam hari ini ditahan atau bagaimana," ucap Zulpan.
Sebelumnya, Rikzy Billar dilaporkan oleh istrinya sendiri, Lesti Kejora, kep Polres Jakarta Selatan. Lesti mengaku, sang suami telah melakukan KDRT dan hal itu dibuktikan dengan adanya hasil visum.
Penjelasan Hak Korban KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga biasa disebut sebagai hidden crime yang telah memakan cukup banyak korban dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan disebabkan oleh berbagai faktor.
Sebagai akibatnya tidak hanya dialami oleh istri saja, tetapi anak-anak juga ikut mengalami penderitaan. Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.
Dalam hal seseorang menjadi korban tindakan KDRT, maka kepada yang bersangkutan secara hukum berdasarkan ketentuan Pasal 10 UU No. 23/2004, berhak di antaranya mendapatkan: Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
1) Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
2) Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
3) Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
4) Pelayanan bimbingan rohani.
Advertisement
Penanganan KDRT
Penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga melalui jalur hukum pidana menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dinamakan penanganan dengan sistem peradilan pidana terpadu. Disebut terpadu artinya bahwa penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya mengadili tersangka/pelaku tindak kekerasan tetapi juga memikirkan hak-hak korban serta bagaimana pemulihannya.
Oleh karena itu, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengatur tujuan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga sebagai berikut :
1) Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
2) Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga
3) Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga
4) Memelihara keutuhan dalam rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
Berdasarkan tujuan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini maka penanganan baik dalam tahap penyidikan maupun di persidangan maka harus ada keseimbangan antara pemberian sanksi hukuman kepada pelaku dan perlindungan korban serta pemulihan korban.
Aturan Rinci
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dan lebih terperinci lagi dalam aturan pelaksanaannya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 yang dengan jelas menyatakan bahwa:
1) Pemulihan korban adalah segala upaya untuk penguatan korban kekerasan dalam rumah tangga agar lebih berdaya, baik secara fisik maupun secara psikis.
2) Penyelenggaraan pemulihan adalah segala tindakan yang meliputi pelayanan dan pendampingan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga.
3) Pendampingan adalah segala tindakan berupa konseling, terapi psikologis, advokasi, dan bimbingan rohani, guna penguatan diri korban kekerasan dalam rumah tangga untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
4) Kerja sama adalah cara yang sistimatis dan terpadu antar penyelenggara pemulihan dalam memberikan pelayanan untuk memulihkan korban kekerasan dalam rumah tangga.
5) Petugas penyelenggara pemulihan adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan atau pembimbing rohani.
Advertisement