Mengenal Kukui, Nyanyian Kemenangan Suku Dayak

Kukui menggunakan kosakata yang berbeda dari bahasa adat yang biasa digunakan, sehingga bahasa kukui cukup sulit dipahami.

oleh Tifani diperbarui 01 Nov 2022, 08:00 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2022, 08:00 WIB
dayak
Mandau dan perisai menjadi pemandangan dan perlengkapan harian suku Dayak ketika menempuh perjalanan. (foto: Liputan6.com / FB / edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Nunukan - Kukui merupakan tembang atau nyanyian khas Suku Dayak, terutama Dayak Agabag. Kukui merupakan lagu pujian dan ungkapan rasa syukur terhadap para leluhur, dan penghargaan untuk alam semesta.

Tembang atau nyanyian sakral ini juga ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda asal Nunukan, Kalimantan Utara. Dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, kukui menjadi spirit dan sumber semangat dari para arwah leluhur bagi masyarakat Dayak Agabag.

Kukui menggunakan kosakata yang berbeda dari bahasa adat yang biasa digunakan, sehingga bahasa kukui cukup sulit dipahami. Syair Kukui, dilantunkan menggunakan bahasa alam gaib yang diyakini oleh masyarakat suku Dayak Agabag memiliki nilai sakral.

Tradisi Kukui pertama kali muncul pada masa Tabug atau jaman Ngayau (pertempuran). Kemenangan pada saat pertempuran dikenal dengan sebutan Amayung Da Ulu atau Ngayau/Tabug.

Setiap meraih kemenangan, masyarakat Suku Dayak Agabag akan menggelar upacara kemenangan yang dalam bahasa etnis mereka disebut Belakan atau Belau. Saat itulah, lantunan Kukui mengalun, dinyanyikan oleh banyak orang dengan ritual khusus.

Nyanyian Dayak dilantunkan saat masyarakat adat pada saat itu berhasil memenangkan pertempuran. Tak hanya digunakan sebagai lambang syukur terhadap leluhur saat mendapatkan kemenangan, kukui juga dilantunkan saat prosesi pemakaman Suku Dayak Agabag.

Tembang kukui dipercaya dapat mengantar roh sampai ketempat peristirahatan terakhir. Namun seiring dengan meningkatnya tatanan kehidupan sosial masyarakat Suku Dayak Agabag, tradisi tembang sakral kukui turus mengalami perubahan.

Kukui yang didentik dengan peperangan dan kematian masyarakat adat, kini digunakan untuk mempererat kesatuan masyarakat Suku Dayak Agabag. Kukui, kini kerap ditampilkan dalam setiap kegiatan antar etnis.

Tak lagi khusus untuk Dayak Agabag, tapi juga dipersembahkan saat menyambut tamu dari luar suku mereka. Dikutip dari laman muri.org, Kukui sukses mencatatkan rekor MURI, dalam kategori melantunkan Kukui terbanyak, dengan peserta 1.450 orang, dalam perhelatan festival budaya ILAU dan Mubes ke IX suku Dayak Agabag, di Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara pada juli 2022 lalu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya