50 Tahun Hari Satwa Liar Sedunia, Mengapa Satwa Liar Harus Dilindungi?

Hari Satwa Liar Sedunia atau World Wildlife Day adalah perayaan untuk satwa dan tumbuhan liar di dunia.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 02 Apr 2023, 13:12 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2023, 15:12 WIB
Gajah Sumatera (Foto: Fransisca Noni)
Gajah Sumatera (Foto: Fransisca Noni)

Liputan6.com, Jakarta - Setiap tanggal 3 Maret, seluruh dunia merayakan Hari Satwa Liar Sedunia atau World Wildlife Day, yaitu perayaan untuk satwa dan tumbuhan liar di dunia. Hari ini juga sebagai pengingat bagaimana satwa dan tumbuhan liar berkontribusi untuk kehidupan dan kesehatan manusia dan bumi.

Penetapan hari itu juga didasari dengan penandatanganan naskah Internasional Spesies Flora dan Fauna Langka yang Terancam Punah (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora - CITES). Penandatangan disepakati pada pertemuan perwakilan 80 negara di Washington, D.C., Amerika Serikat pada tanggal 3 Maret 1973.<p>Celepuk atau burung hantu Maluku (Foto Fransisca Noni)</p>

Tahun ini menjadi peringatan 50 tahun penandatangan CITES. CITES adalah perjanjian internasional antar pemerintah di seluruh negara dengan tujuan untuk melindungi spesies tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang membahayakan kelestarian tumbuhan dan satwa liar.

Mengapa harus melindungi satwa liar?

Satwa liar menjadi bagian dari ekosistem di alam atau pada suatu habitat. Di dalam habitat tercakup kebutuhan dasar untuk mahluk hidup – air, makanan, ruang, dan tempat berlindung. Bila salah satu kebutuhan dasar itu tidak ada atau terbatas, akan memengaruhi satwa liar di dalamnya. Begitu juga bila di dalam habitat atau di alam tidak ada satwa yang memakan tumbuhan atau satwa lain, jumlah predator akan meningkat dan tidak ada keseimbangan di alam.

Satwa liar menjadi salah satu bioindikator atau spesies indikator yang dapat memberitahu kita bahwa sesuatu telah berubah atau akan berubah di suatu lingkungan. Biasanya, akan dapat mudah dilihat dan dipelajari untuk memprediksi perubahan itu. Seperti jenis burung hantu. Jika populasi burung hantu menurun, jumlah tikus dan serangga yang sulit dikontrol dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, termasuk munculnya berbagai kuman dan penyakit.

Satwa liar menjadi salah satu identitias dan kebanggaan negara. Misalnya saja satwa liar yang hanya ada di Indonesia, seperti jenis harimau sumatera, gajah sumatera, atau badak sumatera. Jenis-jenis ini menjadi suatu kebanggaan atau pride. Dengan adanya kebanggaan, maka satwa-satwa tersebut dapat dijaga dan dilindungi.

Melindungi satwa liar berarti melindungi kekayaan alam. Karena mencakup berbagai aspek seperti variasi genetik yang dapat membantu suatu populasi dapat bertahan atau beradaptasi dengan perubahan lingkungan, sehingga generasi mendatang dapat melihat kekayaan alam ini.

<p>Gajah Sumatera (Foto: Fransisca Noni)</p>

Melalui kanal website CITES, tema Hari Satwa Liar  2023 berfokus pada dua sub topik, yaitu kehidupan laut dan samudra –sekitar 70% bumi tertutup oleh air, dampak konservasi laut menjadi penting.

Topik yang lain mengenai bisnis dan keuangan – secara global, upaya konservasi harus mengena pada dunia bisnis, seperti membantu area dan keanekaragaman hayati bernilai konservasi tinggi yang terancam atau terdegradasi untuk dipulihkan keanekaragaman hayati.

Tema tahun ini yaitu “Partnership for Wildlife Conservation”, melindungi satwa liar menjadi peran semua orang, termasuk dari pemerintah hingga masyarakat.

Penulis Fransisca Noni Tirtaingtyas, pemerhati satwa liar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya