Liputan6.com, Cianjur - Geco merupakan singkatan dari tauge tauco yang merupakan kuliner khas Cianjur, Jawa Barat. Kuliner lawas dengan cita rasa tempo dulu ini, kini keberadaannya terancam punah.
Kuliner jadul sudah ada sejak 1930. Cita rasanya tercipta dari hasil eksperimen seseorang bernama Noedji.
Awalnya, ia mencoba mencampurkan tauco dengan makanan lain, seperti tahu dan tauge. Kemudian, Noedji mencoba memberikannya kepada tetangga.
Advertisement
Tak disangka, ternyata si tetangga memberikan respons positif. Sejak saat itu, geco terus digemari oleh masyarakat Cianjur dan telah diturunkan hingga generasi ketiga.
Baca Juga
Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, penjual geco yang tampak masih bertahan hingga saat ini adalah Geco Nusasari Pak Iding di Jalan Siti Jenab No.24, Cianjur, Jawa Barat. Ternyata, Iding masih memiliki hubungan erat dengan Noedji, sang pencipta geco.
Iding menjajakan geco dengan cara mangkal di gerobaknya. Kemampuan mengolah geco yang dimiliki Iding diperoleh dari ayahnya, Abdurachman.
Sementara itu, Abdurrachman merupakan salah satu dari 12 anak Noedji. Sehingga, Iding merupakan generasi ketiga yang kini menjajakan geco.
Kini, geco termasuk ke dalam jenis kuliner jadul yang hadir dalam berbagai acara hajatan, seperti pernikahan, suguhan tamu instansi, hingga acara pelantikan bupati Cianjur. Bahkan, geco juga pernah menjadi salah satu menu hidangan di acara Gedung Sate.
Kuliner Cianjur ini merupakan olahan dari beberapa jenis bahan, seperti ketupat, tahu, taoge, mie aci, dan tauco. Tahu diolah dengan cara digoreng setengah matang, sedangkan tauge dimatangkan secara mendadak ketika geco akan dibuat.
Sementara untuk tauconya, biasanya diolah lebih dulu dengan cara ditumis bersama tomat, gula, daun bawang, dan garam. Geco disajikan di atas piring dengan meletakkan ketupat dan tahu yang diiris-iris, kemudian ditambahkan tauge, mie aci, dan disiram tauco.
Sajian geco khas Cianjur ini memiliki cita rasa gurih, sedikit manis, dan asam. Rasa tersebut merupakan hasil campuran bumbu fermentasi di dalamnya.
Penulis: Resla Aknaita Chak