Liputan6.com, Jakarta - Pada 2023 ini, Indonesia tengah menjadi Ketua Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Berdasarkan ASEAN Economic Integration Brief edisi Desember 2022, kawasan Asia Tenggara telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa selama beberapa dekade terakhir, tetapi juga menghadapi tantangan serius, terutama meningkatnya ketimpangan.
Beragam solusi bermunculan, dan para pemimpin kawasan telah sepakat bahwa pertumbuhan ekonomi yang inklusif adalah jalan ke depan. Ekonomi inklusif membutuhkan bisnis inklusif.
Baca Juga
Untuk itu, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dari berbagai penjuru Kawasan Asia Tenggara, bersama dengan pemangku kepentingan lain yaitu pemerintah dan sektor bisnis akan berkumpul dan berdialog bersama dalam Side Event ASEAN Inclusive Business Summit 2023 yang akan diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, Indonesia, pada 21-22 Agustus 2023.
Advertisement
Acara yang rencananya akan dihadiri oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Republik indonesia dan Menengah Republik Indonesia selaku tuan rumah dari 6th ASEAN Inclusive Business Summit 2023 akan mengangkat isu-isu terkait peran vital yang dimainkan oleh OMS dalam mendukung pengembangan bisnis inklusif dan pembangunan berkelanjutan.
Direktur Perkumpulan PRAKARSA, Ah Maftuchan mengatakan penyelenggaraan side even menunjukan dukungan dan partisipasi aktif OMS kepada ASEAN agar Inclusive Business Summit 2023 memberikan dampak nyata pada seluruh pelaku usaha termasuk pelaku usaha kecil dan menengah.
"Pada sektor agrikultur di Indonesia, riset PRAKARSA menemukan masih timpangnya relasi antara petani kecil dan perusahaan sawit," katanya.
Selain itu, pelanggaran hak pekerja dan kekerasan terhadap perempuan masih banyak terjadi di lapangan. Namun, praktik baik juga sudah ada, misalnya sebagian petani Sawit di Riau memiliki kehidupan yang cukup sejahtera karena kerja sama yang fair antar-petani dan perusahaan.
Bisnis inklusif mengacu pada pendekatan di mana pelaku bisnis bekerja sama dengan komunitas lokal, pemerintah, dan sektor lainnya untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi memberikan manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok yang terpinggirkan.
OMS memiliki peran penting dalam memfasilitasi dialog antara para pemangku kepentingan, mendukung pembentukan kemitraan strategis, dan mengawasi implementasi program bisnis inklusif di berbagai sektor.
Pendidik Kewirausahaan dari Universitas Prasetya Mulya, Eko Suhartanto menyampaikan setiap pemangku kepentingan memiliki peran penting dalam mencapai tujuan yang sama dalam mewujudkan bisnis yang inklusif ini.
"Ultimate goal atau capaian utama dalam bisnis inklusif adalah kesejahteraan atau social welfare, bukan profit atau parameter ekonomi lainnya," katanya.
Bisnis Inklusif
Berdasarkan laporan the International Finance Corporation (IFC), Pasar Base of The Pyramid (BoP) terbesar berada di Asia, dengan jumlah total mencapai 2,86 miliar orang. Pasar BoP ini mewakili lebih dari 80 persen populasi Asia dan hampir setengah dari daya belinya.
Bisnis inklusif adalah model bisnis transformatif yang menghubungkan perusahaan dan populasi BoP dengan cara yang unik. Model ini mengintegrasikan masyarakat miskin dalam kegiatan rantai pasokan perusahaan sebagai pelanggan, pemasok, penyalur dan/atau mitra bisnis.
"Berefleksi pada contoh nyata dalam salah satu kisah petani perempuan di Pinrang, Sulawesi Selatan, yaitu Ibu Rusda, yang awalnya ibu rumah tangga, namun kemudian mendapatkan beberapa pelatihan bisnis dari Organisasi Masyarakat Sipil dan perusahaan seafood di tempat ia tinggal," jelasnya.
Akhirnya kini ia memiliki usaha abon ikan marlin yang dapat mandiri berproduksi. Usaha Dapur Rusda yang ia miliki kini telah mampu memproduksi abon 100-200 kilogram/bulan dengan keuntungan yang mencapai 10 juta rupiah setiap bulan.
"Hal ini jelas memberikan gambaran betapa penting penerapan bisnis inklusif di Indonesia, dan negara-negara di ASEAN," kata Program Manager Oxfam di Indonesia, Tatat.
Acara Side Event Inclusive Business Summit 2023 yang diinisiasi oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Perkumpulan Prakarsa, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Asosiasi Pendamping Usaha Kecil Perempuan (ASPPUK), dan Oxfam di Indonesia tersebut bertujuan untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan best practices serta kolaborasi multi-pihak dalam mendorong implementasi bisnis inklusif.
"Kolaborasi antara sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat sipil adalah kunci untuk menciptakan dampak positif yang lebih besar dan lebih berkelanjutan," tutup Asisten Deputi Konsultasi Bisnis dan Pendampingan Kementerian Koperasi dan UKM, Destry Anna Sari.
Upaya mendorong dan mewujudkan bisnis yang inklusif dan berkelanjutan juga diharapkan berkontribusi untuk percepatan capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), di mana semua negara ASEAN telah mengadopsinya.
Advertisement