Jurus Pemerintah Jawa Barat Hadapi Musim Kering Panjang

Salah satu cara Pemprov Jabar dalam menghadapi musim kering adalah dengan melakukan modifikasi cuaca melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membentuk awan hujan.

oleh Arie Nugraha diperbarui 24 Agu 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2023, 09:00 WIB
Kemarau Panjang Akibat El Nino
Adapun sektor yang paling terdampak dari fenomena El Nino adalah sektor pertanian, utamanya tanaman pangan semusim yang sangat mengandalkan air. Rendahnya curah hujan tentunya akan mengakibatkan lahan pertanian kekeringan dan dikhawatirkan akan mengalami gagal panen. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Bandung - Pemerintah Jawa Barat mengklaim telah melakukan berbagai persiapan menghadapi musim kering panjang.

Menurut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, seluruh lintas instansi dan pemegang kebijakan telah disiapkan untuk mengantisipasi dampak musim kering saat ini.

Salah satu caranya adalah dengan adalah dengan melakukan modifikasi cuaca melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membentuk awan hujan.

"Sudah disiagakan dan Insya Allah menurut BMKG di bulan Oktober awan-awan mulai banyak. Jadi kita berharap di bulan ini terakhir dari kekeringan dan mulailah musim penghujan," ujar Ridwan Kamil dalam siaran persnya, Bandung, Selasa, 22 Agustus 2023.

Ridwan Kamil mengaku belum mendapatkan informasi soal dampak kekeringan secara resmi dari BMKG.

Namun, informasi yang diterima olehnya terdapat beberapa kejadian kebakaran yang terjadi di sejumlah wilayah Provinsi Jawa Barat.

Sebelumnya, pada awal Agustus 2023, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut bahwa pertanian merupakan sektor yang mengalami dampak paling serius akibat Perubahan iklim.

"Dampak Perubahan iklim yang demikian besar memerlukan upaya aktif untuk mengantisipasinya melalui strategi mitigasi dan adaptasi. Jika tidak, maka ketahanan pangan nasional akan terancam," ungkap Dwikorita dalam keterangan resminya.

Dwikora menjelaskan perubahan pola curah hujan dan kenaikan suhu udara menyebabkan produksi pertanian menurun secara signifikan.

Kejadian iklim ekstrem berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami gagal panen atau puso semakin luas.

Dwikorita mengungkapkan bahwa fenomena El Nino dan IOD Positif yang terjadi membuat musim kemarau tahun ini dapat menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah.

"Puncak kemarau kering ini diprediksi akan terjadi di bulan Agustus hingga awal bulan September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021 dan 2022," ucap Dwikora.

Dwikora menjelaskan jika biasanya curah hujan berkisar 20 mm per hari, maka pada musim kemarau ini angka tersebut menjadi sebulan sekali atau bahkan tidak ada hujan sama sekali.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya