Kematian Babi Hutan di Gorontalo Meluas Akibat Tertular Virus ASF

Kematian satwa dilindungi ini pertama kali ditemukan warga sekitar saat pergi ke kebun yang tidak jauh dari lokasi TNBNW. Secara tidak sengaja, mereka kerap mencium bau tidak sedap yang terbawa angin.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 12 Okt 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2023, 10:00 WIB
Satwa Taman Nasional Bone Bolango
drh. Feny Reny Rimporok saat melakukan pemeriksaan satwa di Hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Liputan6.com, Gorontalo - Kematian belasan babi hutan secara massal kembali ditemukan di kawasan hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Tepatnya, di Desa Ulanta Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo.

Kematian satwa dilindungi ini pertama kali ditemukan warga sekitar saat pergi ke kebun yang tidak jauh dari lokasi TNBNW. Secara tidak sengaja, mereka kerap mencium bau tidak sedap yang terbawa angin.

Dengan rasa penasaran, kemudian mereka memasuki hutan yang kuat dugaan bau busuk tersebut berasal dari dalam hutan. Benar saja, bau makin menyengat saat mereka memasuki hutan.

Diliputi rasa penasaran, mereka terus mencari sumber bau itu. Alhasil, mereka menemukan bangkai 2 ekor bangkai babi hutan yang mati tepat di dekat aliran sungai.

Kematian babi hutan secara misterius itu, kemudian dikabarkan warga desa hingga pemerintah setempat. Dengan temuan itu, warga dan pemerintah kemudian melakukan penyisiran di bantaran sungai memastikan ada babi hutan lain yang mati.

"Saat itu, saya langsung kabarkan ke warga desa untuk mencari kemungkinan ada bangkai lagi yang mati," kata Irwan Musa salah satu warga yang menemukan bangkai tersebut.

Setelah dilakukan penyisiran, warga menemukan sedikitnya ada 11 ekor babi hutan yang mati, baik yang masih utuh, maupun tinggal belulang. Dari belasan bangkai bagi hutan mati, beberapa ditemukan di aliran sungai.

Aliran Sungai Kotor

Distribusi Air
Pihak BPBD Bone Bolango saat melakukan pendistribusian air bersih (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Akibat dari bangkai itu, aliran sungai di Desa Ulanta menjadi busuk. Air yang masuk ke rumah-rumah hampir tidak layak digunakan lantaran sudah terkontaminasi oleh bangkai.

"Kami pemerintah sudah menginformasikan kepada warga untuk tidak menggunakan air ini selama beberapa hari ke depan," kata Aksan Muslim, Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa setempat.

Sementara untuk mendapatkan air kata Aksan, pemerintah sudah berkoordinasi dengan pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) untuk melakukan pendistribusian.

"BPBD sudah melakukan distribusi air untuk masyarakat yang terdampak," ungkapnya.

Keterangan Dokter Hewan

Dokter hewan Fenny Reny Rimporok, Medik Veteriner Ahli Madya Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo, yang ikut mengidentifikasi kematian satwa tersebut membenarkan jika kemungkinan besar kematian babi disebabkan oleh virus African Swine Fever (ASF) atau Flu Babi Afrika.

Virus ASF merupakan penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi. Virus ASF sangat tahan hidup di lingkungan terbuka serta relatif lebih tahan terhadap desinfektan.

"Satwa babi hutan yang mati dinyatakan positif ASF berdasarkan hasil dari laboratorium," kata kata drh Feny kepada Liputan6.com.

Meski begitu kata drh Feny, Virus ASF tidak bersifat zoonosis atau tidak menular ke manusia. Virus ASF lebih cenderung ke ternak babi hutan maupun babi peliharan.

"Jadi masyarakat yang berada di sekitar hutan TNBNW tidak usah panik dengan virus ASF. Sebab, kami pastikan virus tersebut tidak berbahaya untuk manusia," katanya.

Meski begitu kata drh Feny, jika menemukan bangkai bagi hutan yang mati mendadak, segera lapor ke instansi terkait. Atau langsung mengambil tindakan sendiri dengan cara membakar atau mengubur bangkai tersebut.

"Jika ditemukan lagi ada kasus yang sama, bisa menggunakan disinfektan juga. Lebih bagus dibakar atau langsung dikuburkan bangkai babi yang mati," pintanya.

Hingga saat ini, pihak pemerintah tengah melakukan upaya agar virus ini tidak berkembang. Upaya itu dengan melakukan prinsip biosecurity dengan mencegah kuman tidak masuk. Kuman tidak tumbuh dan berkembang serta tidak menyebar.

"Kami terus berupaya semaksimal mungkin mengampanyekan ini ke masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan. Masyarakat diminta untuk bekerja sama agar virus ASF bisa diberantas," ia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya