Blusukan Melawan Stunting dan Khasiat Tersembunyi Daun Jelatang

Saat Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah lain sedang nikmat-nikmatnya ngopi sambil sarapan, Fiqri Hidayat rela tubuhnya bertransformasi menjadi kurir.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 17 Okt 2023, 09:15 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2023, 08:17 WIB
Stunting di Blora
Fiqri Hidayat blusukan ke kampung-kampung, masuk dari pintu ke pintu, demi mengantarkan makanan tambahan untuk para bayi demi melawan stunting. (Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Blora - Saat Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah lain sedang nikmat-nikmatnya ngopi sambil sarapan, Fiqri Hidayat rela tubuhnya bertransformasi menjadi kurir. ASN Pemkab Blora itu tiap pagi blusukan ke kampung-kampung, masuk dari pintu ke pintu, demi mengantarkan makanan tambahan untuk para bayi demi melawan stunting

Kepala Kelurahan Kunden, Kecamatan Blora Kota, ini dengan telaten dan sabar menyambangi rumah-rumah warga menyalurkan program pemberian makanan tambahan (PMT) siap saji.

"Bareng bidan desa, namanya Ibu Tri Wahyuningsih," kata Fiqri Hidayat kepada Liputan6.com, Senin (16/10/2023).

Awalnya, dalam penanganan stunting, sejak Juni 2023, kurang dari 10 anak yang butuh perhatian tambahan. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah anak yang butuh perhatian di Kelurahan Kunden meningkat. Itu yang membuat Fiqri sempat bingung, dari mana anggarannya.

Tidak kehabisan ide, pihaknya kemudian mencetuskan program 'Gerakan Orang Tua Asuh Stunting'. Bersyukur, program itu disambut antusias masyarakat.

"Alhamdulillah banyak yang merespons dengan baik program ini, dan ada yang mengambil bagian menjadi donatur," ujar Fiqri Hidayat.

Menurutnya, dalam program PMT untuk stunting, pihaknya mengolah dan memasak makanan itu sendiri melalui kader kesehatan Kelurahan Kunden. Menunya mengandalkan olahan dasar lokal yang disebut Dinas Kesehatan Kabupaten Blora telah menerima penghargaan dari Kementerian Kesehatan.

Fiqri Hidayat bersyukur setelah pihaknya gencar blusukan memberikan program PMT untuk bayi dua tahun dan bayi lima tahun, hasilnya mulai dirasakan masyarakat.

"Alhamdulillah, ini kabarnya dari sebelas anak, tinggal dua anak yang masih stunting. Ini kita ikhtiari biar tidak ada stunting di Kunden," katanya.

Menurut catatan terbaru yang disampaikan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana (Dalduk KB) Kabupaten Blora, Achmad Nurhidayat, disebutkan secara keseluruhan di Blora masih ada ribuan anak yang stunting maupun berisiko stunting.

"Berdasar data e-PPGBM (elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat), baduta stunting sebanyak 823 anak, dan baduta berisiko sebanyak 2.770 anak," katanya kepada Liputan6.com.

Achmad Nurhidayat juga menyebutkan, sedangkan untuk balita stunting tercatat sebanyak 3.316 anak, dan balita berisiko sebanyak 10.277 anak.

Demi melawan stunting, Pemkab Blora juga bekerjasama dengan para Polwan (Polisi wanita) Polres Blora untuk memberikan makanan tambahan ke bumil (ibu hamil) yang berisiko dan kekurangan energi kronis.

Selain itu, para mahasiswa dalam daerah maupun luar daerah yang Kuliah Kerja Nyata (KKN) kerap dilibatkan supaya turut berpartisipasi.

Juga sempat ada gerakan sedekah telur ASN Blora untuk melawan stunting. Namun sayangnya, gerakan tersebut untuk sementara waktu dihentikan.

"Baru dievaluasi dulu," katanya.

 

Stunting di Blora
Menu program pemberian makanan tambahan (PMT) siap saji demi melawan stunting di Blora. (Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Melawan Stunting dengan Daun Jelatang

Daun jelatang (lateng) merupakan tumbuhan yang dapat menimbulkan efek seperti tersengat bila bersentuhan dengan kulit. Namun, siapa sangka daun jelatang yang telah diproses dapat memberikan beragam manfaat untuk kesehatan, termasuk berpotensi untuk mencegah stunting.

Alumni Poltekkes Kemenkes Semarang, Asih Paniyati (39) mengemukakan, daun jelatang yang mempunyai nama latin urtica dioca telah lama digunakan sebagai pengobatan tradisional sejak dahulu kala. Menurutnya, orang Mesir kuno menggunakan olahan daun ini untuk mengatasi radang sendi dan nyeri punggung.

"Daun jelatang memiliki bentuk lebar di bagian tengah dan bergerigi di bagian pinggir serta mempunyai bulu halus di permukaannya. Apabila tersentuh kulit, daun ini dapat menimbulkan rasa perih, panas, gatal, kemerahan, bahkan bengkak. Namun, jika sudah dimasak daun ini bisa dikonsumsi dan memiliki banyak manfaat untuk kesehatan," kata Asih kepada Liputan6.com.

Dijelaskan Asih, karena jelatang kaya akan mineral zat besi, kalsium, magnesium, asam folat nabati, vitamin A, C, B, dan K yang membantu dalam mengatasi anemia maka berpotensi menjadi makanan preventif untuk mencegah stunting.

"Tindakan preventif bisa dilakukan dengan memberikan asupan gizi yang cukup setiap hari, terlebih saat masa menyusui, ibu perlu mendapatkan gizi yang baik dan seimbang agar dapat menghindari masalah stunting," paparnya.

Menurutnya, pentingnya air susu ibu (ASI) yang mengandung banyak gizi baik akan dapat menunjang pertumbuhan bayi.

"Dalam ASI, terdapat zat yang dapat membangun sistem imun anak sehingga menjauhkan mereka dari berbagai masalah kesehatan seperti stunting," terang ibu dua anak ini.

Menurut Asih, mengolah daun jelatang dengan benar, sangat aman untuk digunakan. Adapun bagian yang bisa digunakan dari tanaman jelatang adalah daun, batang dan akarnya.

"Bagian tersebut memiliki kandungan nutrisi yang bisa membantu untuk meningkatkan kondisi kesehatan," kata lulusan Prodi Keperawatan Blora tahun 2007 ini.

Asih menyampaikan, manfaat tanaman jelatang sendiri sangat beragam, di antaranya juga bisa untuk mengontrol kadar gula darah, mengobati gejala pembesaran prostat, dan menurunkan tekanan darah tinggi, mengobati radang sendi, mengurangi gejala alergi dan lain sebagainya.

Meski jelatang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, dirinya berpesan, agar menghindari konsumsi tanaman ini serta olahannya apabila sedang menggunakan obat pengencer darah, obat diuretik, obat diabetes, obat lithium dan sebaiknya melakukan konsultasi kepada dokter terlebih dahulu.

"Ibu hamil juga perlu menghindari konsumsi daun ini karena dapat memicu kontraksi rahim yang dapat meningkatkan risiko keguguran," ucapnya.

 

Rasa Daun Jelatang

Stunting di Blora
Daun Jelatang sebelum dipetik. Daun ini kaya akan mineral zat besi, kalsium, magnesium, asam folat nabati, vitamin A, C, B, dan K yang membantu dalam mengatasi anemia maka berpotensi menjadi makanan preventif untuk mencegah stunting. (Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Seorang warga Blora, Eko Arifianto menceritakan, daun jelatang rasanya seperti kangkung darat. Hal itu dikatannya usai mengonsumsi olahan daun jelatang.

"Asli, di luar perkiraan saya, setelah dimasak ternyata rasanya seperti daun kangkung. Ya, awalnya saya khawatir akan mengakibatkan gatal di mulut atau tenggorokan. Kan gak lucu makan sayur terus mulut jadi bengkak. Tapi setelah mencoba beberapa kali suapan ternyata tidak apa-apa. Akhirnya sayur oseng-oseng daun jelatang satu porsi habis saya makan," ungkapnya kepada Liputan6.com.

Pria berusia 47 tahun ini mengaku, setelah mengonsumsi masakan sayur daun jelatang sempat mengunggahnya di media sosial dan mendapat respons dari temannya yang kebetulan kerja di restoran Australia.

"Jelatang yang mempunyai nama Stinging Nettle di Australia itu menjadi menu request bagi pelanggan yang datang. Ada yang mau dibikin sayur, ada yang mau dibikin teh dan juga ada yang mau dibuatkan kripik goreng," tuturnya.

Eko Arifianto menjadi tahu bahwa karena banyak khasiatnya, harga jelatang di luar negeri menjadi cukup mahal.

"Di luar negeri sana jelatang kering dengan berat 450 gram itu harganya USD90, kalau dengan asumsi USD1 itu kursnya sekitar Rp15.700 kan berarti jadi sekitar Rp1.400.000," katanya.

Lebih lanjut, Eko Arifianto menyampaikan, kesehatannya cukup terbantu dengan manfaat olahan makanan dari daun jelatang ini karena telah membuktikannya secara langsung.

"Alhamdulillah, saya telah mencobanya sendiri, bila direbus menjadi teh, diminum di malam hari lalu tidur setelah mengonsumsinya, pagi hari pas bangun tidur rasa capek-capek menjadi hilang sehingga menjadi semangat beraktivitas. Karena di halaman rumah keberadaannya sudah menipis, kalau kemarin kami dapat dari tanaman yang tumbuh liar, saat ini ada keinginan untuk membudidayakannya," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya