Liputan6.com, Medan Bencana alam, pencemaran, kerusakan alam, dan investasi tak ramah lingkungan masih terus terjadi. Kondisi ini memperlihatkan bahwa isu lingkungan hidup belum mendapat perhatian serius dari pemerintah di sepanjang tahun 2023.
Pegiat lingkungan di Sumatera Utara (Sumut) juga melihat momen politik belum menimbulkan optimisme, karena visi lingkungan hidup dari para kontestan masih minim.
Hal itu terungkap saat diskusi Catatan Akhir Tahun 2023 Darurat Krisis Ekologi yang digelar Green Justice Indonesia (GJI), Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (Walhi Sumut), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Kota Medan, di Taman Budaya Kota Medan, pada Rabu, 27 Desember 2023.
Advertisement
Baca Juga
Direktur Walhi Sumut, Ryanda Purba mengatakan, pihaknya mencatat ada 18 kasus konflik agraria atau Sumber Daya Alam (SDA) dengan total luas mencapai 18.141 hektare.
"Sebanyak sembilan kasus di kawasan hutan, dan sembilan kasus di kawasan areal penggunaan lain. Sekitar 7.000-an kepala keluarga yang rentan tergusur. Kita juga mencatat ada 15 warga yang terjerat kriminalisasi," kata Ryanda.
Â
Kasus Pencemaran Lingkungan
Persoalan lain yang diungkapkan Ryanda, yakni 13 kasus pencemaran lingkungan yang mencuat di tahun 2023. Mulai dari pencemaran air, pencemaran laut, tanah, sungai, hingga udara.
Walhi Sumut mencatat, sumber penyebab pencemaran di antaranya kapal internasional pengangkut aspal di Nias Utara, aktivitas pelabuhan, pabrik, PLTU, hingga SPBU.
Diungkapkan Ryanda, di Nias Utara, akibat tumpahnya aspal di kapal asing yang bocor, nelayan harus hilang mata pencahariannya, dan semakin jauh mereka melaut karena laut pesisirnya sudah tercemar aspal. Di Belawan juga demikian. Warga harus mandi dan minum dengan air yang tidak layak.
"Begitu juga dengan pencemaran di sekitar industri, air tanah, di beberapa daerah yang kita tangani. Langsung kita cek beberapa sampel, juga tidak layak untuk konsumsi. Lagi-lagi jawaban pemerintah hanya normatif, lambat," ungkapnya.
Berikutnya adalah bencana. Walhi Sumut mencatat ada setidaknya 40 bencana ekologis sepanjang 2023. Sebagian besar adalah banjir dan longsor mengakibatkan 22 meninggal dunia, 1.000 jiwa mengungsi, 1.231 bangunan rumah dan infrastruktur rusak.
"Dalam banyaknya kasus yang terjadi, pemerintah tidak belajar. Kita melihat ada semacam pembiaran. Kita bisa melihat bencana yang terjadi karena hilangnya area tangkap air. Di sisi lain, juga terjadi kebakaran hutan di Karo, Dairi, Humbang Hasundutan, dan Padang Lawas," Ryanda menerangkan.
Advertisement
Proses Politik Saat Ini
Direktur Green Justice Indonesia, Dana Prima Tarigan menyebut, hal pertama yang disoroti adalah proses politik sekarang dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja. Itu membuka peluang korupsi sumber daya alam sangat besar. Dulu, batasan harus 30 persen kawasan hutan dalam satu provinsi, sekarang tidak lagi.
"Saya yakin, kalau ini tidak menjadi atensi publik, maka jual beli perizinan, pengurangan kawasan hutan di lokasi-lokasi sumber daya alam untuk kepentingan oligarki yang membiayai politik," ujarnya.
Menurut Dana, tukar guling kawasan hutan sudah terjadi sejak lama. Akan terbuka semakin besar lagi, karena balas jasa dari politisi-politisi yang menang. Hal ini harus menjadi atensi, karena kalau tidak, akan menjadi bumerang besar, apalagi saat ini KPK sudah dilemahkan.
"Untuk pemimpin ke depan, saya bilang pesimis. Tapi ini tantangan besar, karena tidak satupun kita lihat dari calon-calon presiden itu visinya terkait lingkungan. Semuanya mendorong investasi sebesar-besarnya," Dana Tarigan menuturkan.
Dia mencontohkan yang pada isu nikel untuk kendaraan listrik. Saat ini banyak dorongan agar kota-kota di Eropa dan kota-kota besar di Indonesia menggunakan mobil listrik. Namun yang terjadi di balik itu terjadinya penghancuran (pertambangan nikel) besar-besaran di Sulawesi.
"Di Sulawesi misalnya, itu terjadi penghancuran besar-besaran dan itu tidak menjadi pertimbangan oleh penguasa bahwa kerusakan lingkungan, gagasan atau pembangunannya, tidak mewakili generasi yang akan datang sama sekali," sebutnya.
Isu Lingkungan Dinafikan
Dana Tarigan berpandangan, isu lingkungan malah dinafikan demi kepentingan investasi tanpa memperhitungkan daya dukung, daya tampung, dan daya lingkungan. Tidak pernah akan diaudit, dan tidak menjadi isu utama.
"Semua calon mengarah ke situ. Kita enggak tahu apakah calon-calon kepala daerah nanti seperti apa. Tapi dengan sentralistik yang sudah dibangun pemerintah saat ini, sepertinya kepala-kepala daerah juga tidak akan bisa berbuat banyak, harus mengikuti apa instruksi dari pemerintah pusat," bebernya.
Kegiatan Catatan Akhir Tahun merupakan agenda rutin sebagai pengingat peristiwa apa saja yang terjadi sepanjang tahun. Kegiatan ini melibatkan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), komunitas, dan profesi. Di lokasi kegiatan juga diadakan pameran foto karya sejumlah fotografer yang tergabung dalam PFI Kota Medan dan lainnya.
Juga dilakukan diskusi tematik dengan fotografer dari Lembaga Kantor Berita Nusantara (LKBN) Antara, Jessica Helena Wuysang, yang berbagi pengalaman dalam meliput isu lingkungan hidup di Kalimantan Barat dan lainnya. Kegiatan dimeriahkan dengan penampilan Kenduri Kopi dan The Bamboes yang dalam karya-karyanya menyuarakan kritik dan potret sosial masyarakat.
Advertisement