Liputan6.com, Bandung - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat (Jabar) menyoroti masalah alih fungsi lahan di Kawasan Bandung Selatan (KBS). Ancaman yang kiranya sedang dijelang akibat masalah lingkungan itu adalah krisis air.
Tidak hanya jadi ancaman serius bagi KBS, penyempitan lahan terbuka hijau itu juga diyakini bakal berimbas ke daerah lainnya di sekitar Cekungan Bandung.
Baca Juga
Amatan Walhi Jabar, alih fungsi lahan di KBS masif terjadi akibat beberapa kepentingan di antaranya perluasan pemukiman, industri dan pembukaan kawasan wisata.
Advertisement
Kondisi kini diyakini bisa semakin parah mengingat Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung merupakan bagian dari Kawasan Strategis Nasional (KSN).
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Bandung dan Pemerintah Provinsi Jabar didesak meninjau ulang kondisi saat ini, mengambil kebijakan serta langkah-langkah strategis guna menghindari ancaman krisis air di kemudian hari.
Perluasan Pemukiman
Melansir dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Tata Ruang dan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung 2023-2043, total kawasan pemukiman diketahui seluas 42.201,87 Ha. Luasan itu naik dibandingkan RTRW 2016-2036 sebelumnya yakni seluas 33.458,53 Ha, selisihnya seluas 8.743,34 Ha.
Walhi Jabar menyampaikan, data pemukiman pada RTRW 2023-2043 dibagi dua yakni pemukiman pedesaan dan pemukiman perkotaan. Adapun, kawasan pemukiman yang paling luas adalah perkotaan yakni sebesar 35.951,00 Ha.
Alih fungsi lahan untuk pemukiman di antaranya terjadi di daerah seperti Kecamatan Baleendah, Bojongsoang, Ciparay, Arjasari, Katapang, Soreang, Majalaya, Solokan Jeruk, Cicalengka dan Rancaekek.
Lahan terbesar yang berubah menjadi pemukiman adalah kawasan pertanian. Padahal, seburuk-buruknya wilayah pertanian dianggap masih bisa meresapkan air. Berbeda dengan lahan pemukiman, tanah-tanah akan tertutup dengan tembok dan aspal jalan.
"Hal ini bisa dilihat dalam dalam data dimana terjadi pengurangan lahan pertanian sebesar sebesar 5.354,61 Ha dibanding RTRW 2016-2036 dari 39.422,96 Ha menjadi 34.068,35 Ha, dengan prooporsi Kawasan pertanian pangan sebesar 18.560,31 Ha dan Kawasan holtikulturan sebesar 15.508,04 Ha," dikutip Liputan6.com dalam keterangan pers Walhi Jabar, diterima Selasa, 24 Oktober 2023.
Dengan ditetapkannya Kabupaten Bandung menjadi bagian dari KSN Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Dimungkinkan akan terjadi pemukiman yang lebih masif. Walhi Jabar menilai, meluasnya kawasan pemukiman berarti mempersempit luasan daerah resapan air.
Celakanya lagi, menurut Walhi, kawasan pemukiman ini berada di daerah tangkapan air Mikro DAS seperti yang ada di Mikro DAS Cipelah Kelurahan Wargamekar Kecamatan Baleendah.
Berdasarkan data KLHS RTRW 2023-2043 Kabupaten Bandung, Kecamatan Baleendah dari sisi ketersediaan air sudah minus 9.559.297 liter/tahun. Dengan semakin berkurangnya daerah resapan air maka akan meningkatkan ketergantungan pasokan air dari daerah lain.
Advertisement
Industri dan Destinasi Wisata
Selain pemukiman, alih fungsi lahan di KBS juga terjadi lantaran kepentingan industri dan usaha pariwisata.
Disebutkan, merujuk Perpres Nomor 45 tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, salah satu fungsi ruang Kabupaten Bandung adalah sebagai salah satu destinasi wisata.
Fungsi ini sudah terlihat dengan pembangunan kawasan wisata yang masif seperti di Kecamatan Pangalengan. Menurut kajian Walhi Jabat, terdapat aktivitas usaha pariwisata yang merebut hak-hak air. Misalnya, pembangunan dek campground masuk sampai ke Badan Sungai Cisangkuy.
Di samping itu, pengembangan kawasan wisata juga akan mengundang banyak investasi untuk mendirikan bangunan seperti bangunan Villa dan Hotel.
Selanjutnya, ancaman sumber daya air yang lain adalah perluasan kawasan industri. Dalam dokumen KLHS RTRW Kabupaten Bandung 2023-2043, 4. Terdapat penambahan kawasan industri seluas 388 Ha dari 4.386,00 dalam RTRW 2016-2036 menjadi 4.774,88 Ha dalam RTRW 2023-2043.
Meskipun penambahan kawasan industri tidak terlalu luas, tapi kawasan industri membutuhkan sumber daya atau daya dukung alam yang lebih besar dibandingkan dengan pemukiman, di antaranya antaranya daya dukung air dan energi.
Walhi Jabar menyampaikan, berdasarkan hasil overlay kawasan industri dengan Jasa Ekosistem (JE) penyedia air, diketahui bahwa kawasan industri seluas 2.834,45 Ha berada pada wilayah dengan JE penyedia air rendah, melampaui batas daya dukung air.
Artinya, kawasan tersebut akan membutuhkan pasokan air dari daerah lain atau mengambil air bawah tanah.
Padahal distribusi air juga masih bermasalah, jaringan PDAM masih belum mampu mencapai semua wilayah yang ada di Kabupaten Bandung. Konflik perebutan air masih sering terjadi di kawasan pertanian di Kabupaten Bandung, seperti Pangalengan atau Banjaran.
"Permasalahan air di Kabupaten Bandung akan berdampak luas pada Kawasan Cekungan Bandung terutama Kota Bandung. Sungai Cisangkuy yang berada di kawasan bandung selatan tepatnya di Kecamatan Pangalengan, merupakan salah satu sumber utama air baku PDAM Kota Bandung," disampaikan Walhi Jabar.
Mendesak Pemerintah
Menyikapi kondisi di KBS, Pemerintah Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa Barat didesak untuk melakukan sejumlah hal di antaranya:
1. Melanjutkan penyusunan kebijakan perlindungan Kawasan Bandung Selatan dari ancaman ekspansi Pembangunan yang akan merusak lingkungan terutama dalam Jasa Ekosistem Sumber Daya Air.
2. Melakukan penertiban Pembangunan perumahan oleh pengembang realestate agar tidak membangun Kawasan hunian di daerah tangkapan air dan resapan air.
3. Mengembangkan konsep hunian susun sebagai salah satu program penyediaan rumah layak bagi Masyarakat.
4. Memastikan siapapun yang akan membangun gedung/bangunan/rumah/pabrik mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) diseluruh wilayah Kabupaten Bandung.
6. Menindak tegas para pelanggar ruang.
Advertisement