Liputan6.com, Kupang - Nasib malang menimpa, RRS (14), seorang siswi SMP kelas VIII di Pulau Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia menjadi korban pemerkosaan sejak 2022 lalu hingga hamil.
Pelakunya berinisial A (20), yang merupakan tetangganya sendiri. Korban dan pelaku tinggal bertetangga di salah satu desa yang sama di Pulau Semau, Kabupaten Kupang.
Baca Juga
Kejadian pencabulan pertama terjadi sekitar Mei 2022 saat korban pulang latihan menyanyi di gereja. Karena sudah malam, pelaku menawarkan diri mengantar pulang korban ke rumah. Niat baik pelaku mengantar pulang korban rupanya memiliki motif lain. Pelaku rupanya ingin mencabuli dan menyetubuhi korban.
Advertisement
Saat dalam perjalanan pulang ke rumah, pelaku menarik paksa dan memperkosa korban. Korban pasrah dan tidak berani memberikan perlawanan karena takut dengan ancaman akan dibunuh.
Tak hanya sampai di situ, sebulan kemudian, pelaku kembali mencabuli korban dengan modus yang sama.
Pada Maret 2023, korban mengumpulkan keberaniannya menceritakan kejadian yang dialami ke ibu kandungnya.
Kepada ibunya, korban berterus terang kalau selama ini ia dicabuli dan diperkosa secara paksa oleh pelaku setiap kali pulang latihan menyanyi di gereja.
Mendengar cerita anaknya, ibu korban berusaha tenang dan memilih membawa korban ke Puskesmas terdekat di Pulau Semau. Betapa kagetnya ibu korban karena hasil pemeriksaan medis menyatakan korban positif hamil dengan usia kandungan enam bulan.
Ibu korban kemudian mengabari keluarga yang lain dan menyampaikan ke keluarga pelaku terkait kondisi korban yang hamil karena perbuatan pelaku. Namun, saat itu pelaku tidak mengakui perbuatannya.
Keluarga akhirnya mendatangi Polda NTT melaporkan kejadian ini agar diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Meninggal Saat Melahirkan
Saat kasus ini sedang diproses oleh penyidik PPA Ditreskrimum Polda NTT, korban melahirkan prematur pada tanggal 13 Juni 2023. Namun sehari kemudian atau pada tanggal 14 juni 2023, korban meninggal dunia karena infeksi riwayat pecahnya ketuban 24 jam sebelum melahirkan.
Korban juga mengalami kejang pasca melahirkan lantaran kehamilannya di usia belia atau di bawah 16 tahun.
Pasca kematian korban, barulah ada niat baik dari pelaku dan kerabatnya untuk bertanggung jawab.
Bentuk tanggungjawab ini dituangkan dalam surat pernyataan yang ditandatangani pelaku dan saksi-saksi yang diserahkan ke pihak kepolisian. Tanggung jawab tersebut diwujudkan pelaku dengan mendampingi korban saat melahirkan dan mengurus jenazah hingga proses pemakaman dilakukan.
Pelaku dan kerabatnya juga siap merawat dan memperhatikan kebutuhan anak yang dilahirkan korban yang saat ini diasuh keluarga korban.
Advertisement
Proses Hukum Berjalan
Niat baik pelaku ini tidak menggugurkan proses hukum yang sedang ditangani pihak kepolisian karena pelaku sudah melakukan kekerasan seksual pada anak di bawah umur yang tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan maupun hukum adat.
Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, menyebutkan penyidik PPA Ditreskrimum Polda NTT sudah melimpahkan berkas kasus ini ke Kejaksaan Negeri Oelamasi Kabupaten Kupang pada Rabu (17/1/2024).
Pelimpahan ini dilakukan setelah JPU Kejaksaan Tinggi NTT menyatakan berkas kasus ini P-21 sehingga pelimpahan berkas perkara ini dilakukan di Kejaksaan Negeri Oelamasi.
"Proses hukum tetap berjalan. Berkas kasusnya sudah P21 dan tahap 2 di Kejari Oelamasi," ujarnya.