Pilkada Serentak 2024 Dimulai, Jurnalis Berpotensi Alami Kekerasan Hasil Kolaborasi Riset Dua Organisasi

Dalam laporan riset Indeks Keselamatan Jurnalis, ditemukan bahwa selama proses pemilu 2024, ancaman terhadap jurnalis cenderung meningkat.

oleh Arie Nugraha diperbarui 10 Jun 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2024, 00:00 WIB
Demo Tolak Kekerasan terhadap Wartawan
Seorang wartawan membentangkan poster saat aksi solidaritas tolak kekerasan terhadap jurnalis di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (14/11/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Bandung - Sebanyak 508 Pemilu Kepada Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan serentak di Indonesia, melibatkan 37 provinsi (Pemilihan Gubernur), 415 kabupaten (Pemilihan Bupati), dan 93 kota (Pemilihan Wali Kota).

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh dua organisasi nirlaba yaitu Yayasan TIFA dan Populix ancaman keselamatan jurnalis berpotensi terjadi dalam proses pelaksanaan Pilkada serentak tahun ini.

Menurut Direktur Eksekutif Yayasan TIFA, Oslan Purba, potensi ancaman terhadap keselamatan jurnalis ini merujuk pada hasil riset terhadap kekerasan jurnalis selama proses pemilu sebelumnya di tahun 2024.

"Dalam laporan riset Indeks Keselamatan Jurnalis, ditemukan bahwa selama proses pemilu 2024, ancaman terhadap jurnalis cenderung meningkat. Sebanyak 84 persen jurnalis melaporkan peningkatan tekanan atau ancaman terhadap jurnalis selama proses pemilu yang lalu dan menganggapnya berada dalam tahap 'mengancam'. Dari jumlah tersebut, 51 persen bahkan mengategorikannya sebagai 'sangat mengancam'," ujar Purba dalam siaran medianya ditulis, Kamis, 6 Juni 2024.

Purba mengatakan dengan situasi tersebut, jurnalis menjadi cenderung lebih berhati-hati membuat produk jurnalistik saat menjelang pemilu sebanyak 85 persen.

Sikap hati-hati ini terjadi pada semua lini profesi dan tingkatan jurnalis, mulai dari manager, editor hingga jurnalis lapangan.

"Namun, sikap kehati-hatian cenderung lebih tinggi pada tingkat editor," ungkap Purba.

Purba menyatakan bahwa penilaian jurnalis tersebut didasarkan pada pengalaman yang mereka alami selama peliputan pemilu 2024.

Sebelumnya, melalui survei dalam penyusunan Indeks Keselamatan Jurnalis 2023, sebanyak 28 persen awak media melaporkan mengalami kekerasan terkait dengan peliputan pemilu.

Bentuk kekerasan selama peliputan pemilu di antaranya pelarangan liputan (44 persen), pelarangan pemberitaan (41 persen), teror dan intimidasi (38 persen), penghapusan hasil liputan (35 persen), ancaman (23 persen), lalu sisanya dalam bentuk serangan digital, perusakan atau perampasan alat, hingga kekerasan fisik.

"Jadi, menjadi sangat dipahami jika teman-teman jurnalis mengkhawatirkan keselamatan mereka selama peliputan kegiatan politik seperti Pemilu dan Pilkada. Oleh karena itu, Program Jurnalisme Aman Yayasan TIFA mengimbau penyelenggara Pilkada maupun stakeholder lainnya memperhatikan ini. Dan kalau bisa melakukan antisipasi untuk Pilkada serentak tahun ini yang meliputi 508 pemilihan," kata Oslan.

Sedangkan, Manajer Riset Populix Nazmi Haddyat Tamara mengatakan, dalam survei kepada jurnalis ditemukan pihak yang paling banyak disebut memberi ancaman pada pemilu yang lalu adalah individu atau kelompok motif pribadi sebanyak 36 persen dan Tim Sukses (Timses) paslon sebanyak 33 persen.

Selain itu ancaman datang dari partai politik (19 persen), buzzer (19 persen), perusahaan medianya sendiri (13 persen), pihak pemerintah (12 persen) dan lembaga negara (12 persen).

"Dalam laporan riset Indeks Keselamatan Jurnalis 2023, ditemukan keselamatan jurnalis Indonesia masih belum sepenuhnya terjamin," sebut Nazmi.

Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 berada pada skor 59,8 dari 100 atau masuk dalam kategori 'agak terlindungi'.

Skor ini di antaranya disumbang oleh angka kekerasan yang dialami jurnalis baik yang dihimpun melalui survei terhadap 536 jurnalis maupun dari kasus yang ditangani oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sepanjang 2023.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Indikator Indeks Keselamatan Jurnalis

Pengukuran Indeks Keselamatan Jurnalis dilakukan oleh Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman bersama PPMN dan HRWG berkolaborasi dengan perusahaan riset Populix dan didukung oleh Kedutaan Belanda.

Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 diukur melalui metode survei kepada jurnalis dan dipadukan dengan data aktual kasus kekerasan terhadap jurnalis yang ditangani Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Gambaran kondisi keselamatan jurnalis dalam menjalankan profesinya ini disusun berdasarkan tiga pilar utama yang mencakup individu jurnalis, pilar stakeholder media, dan pilar negara dan regulasi.

Pengumpulan data melalui survei untuk Indeks Keselamatan Jurnalis dilakukan pada 22 Januari-13 Februari 2024 dengan metode self filling oleh para jurnalis dengan cara mengirimkan kuesioner kepada jurnalis yang terdata di sejumlah organisasi serta mendatangi jurnalis saat berada di lapangan serta wawancara kepada sejumlah jurnalis untuk verifikasi informasi yang krusial.

Jurnalis yang terangkum dalam survei ini sebanyak 536 orang yang tersebar di seluruh Indonesia serta mewakili jurnalis dari beragam jenis media.

Laporan selengkapnya tentang keadaan keselamatan jurnalis di Indonesia sepanjang 2023 dapat diakses melalui tautan berikut ini.

 

Jurnalisme Aman dan Populix

Jurnalisme Aman, sebuah program yang digagas oleh tiga lembaga nirlaba Yayasan Tifa, Human Rights Watch Group (HRWG), dan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN).

Tujuan program ini mempromosikan keselamatan jurnalis di Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem yang aman dan memungkinkan bagi jurnalis untuk menyebarluaskan kebebasan pers dan memastikan media yang independen.

Konsorsium ketiga lembaga ini melihat masalah besar yang membuat pers dan jurnalis semakin terkekang, yakni belum adanya mekanisme sistematis mengenai upaya perlindungan terhadap kerja jurnalis dan jurnalis warga.

Sementara Populix adalah sebuah perusahaan riset yang menghubungkan bisnis, institusi, dan individu dengan responden berkualitas, beragam, dan tepat sasaran di seluruh Indonesia.

Mulai dari penelitian kompleks seperti brand research dan market overview, hingga survei singkat, Populix memanfaatkan kekuatan teknologi untuk mendukung penelitian dan pengumpulan data komprehensif sebagai acuan bagi para klien dan mitra dalam mengambil keputusan dan perencanaan yang lebih tepat dan berbasis data. (Arie Nugraha)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya