Liputan6.com, Jakarta - Kratom, atau yang dikenal dengan nama ilmiah Mitragyna speciosa Korth, adalah sejenis tanaman tropis yang berasal dari Asia Tenggara, khususnya dari Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Papua Nugini.
Dalam beberapa tahun terakhir, kratom telah menarik perhatian banyak orang di seluruh dunia. Baik sebagai subjek penelitian ilmiah maupun sebagai topik diskusi hangat di kalangan pengguna herbal dan obat tradisional.
Dirangkum dari berbagai sumber, sejak dulu, penduduk asli di kawasan Asia Tenggara telah menggunakan daun kratom untuk berbagai keperluan. Di Thailand dan Malaysia, daun kratom dikunyah atau diseduh menjadi teh sebagai bagian dari upacara adat atau untuk mengatasi kelelahan dan meningkatkan stamina.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, daun ini juga digunakan dalam pengobatan tradisional untuk meredakan nyeri, mengobati diare, dan sebagai tonik umum untuk kesehatan. Daun kratom mengandung lebih dari 40 senyawa aktif, yang paling menonjol adalah alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine.
Kedua senyawa ini bertanggung jawab atas efek utama yang dihasilkan oleh kratom. Mitragynine, misalnya, dikenal memiliki sifat stimulan pada dosis rendah dan sifat sedatif pada dosis tinggi.
Ini berarti bahwa pada dosis rendah, kratom dapat memberikan efek peningkatan energi, fokus, dan semangat, sementara pada dosis yang lebih tinggi, dapat menghasilkan efek menenangkan dan bahkan menginduksi tidur.
Sifat kratom yang multifungsi ini membuatnya menjadi pilihan bagi banyak orang yang mencari alternatif alami untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan. Seperti nyeri kronis, kecemasan, depresi, dan gangguan tidur.
Beberapa pengguna juga melaporkan bahwa kratom membantu mereka dalam proses penghentian ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang atau opioid, dengan cara mengurangi gejala putus obat.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Kontroversi
Namun, popularitas kratom tidak lepas dari kontroversi. Di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, status hukum kratom masih menjadi perdebatan sengit. Beberapa pihak berargumen bahwa kratom harus dilarang karena potensi risiko penyalahgunaan dan efek samping yang bisa ditimbulkan.
Seperti mual, muntah, konstipasi, dan dalam kasus yang jarang, kejang atau keracunan hati. Di sisi lain, pendukung kratom menekankan pentingnya penelitian lebih lanjut untuk memahami manfaat dan risiko tanaman ini secara menyeluruh sebelum mengambil tindakan pelarangan.
Penelitian ilmiah tentang kratom masih dalam tahap awal, namun hasil-hasil awal menunjukkan potensi yang menjanjikan. Studi-studi awal mengindikasikan bahwa kratom memiliki efek analgesik yang kuat, yang dapat bermanfaat bagi pasien dengan nyeri kronis yang sulit diatasi dengan obat-obatan konvensional.
Selain itu, kratom juga sedang diteliti untuk kemampuannya dalam mengurangi gejala kecemasan dan depresi, dengan beberapa penelitian awal menunjukkan hasil positif.Meski demikian, penting untuk diingat bahwa kratom bukanlah obat yang bebas risiko.
Penggunaan kratom yang tidak terkontrol dan dalam dosis yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping yang serius. Oleh karena itu, penting bagi pengguna untuk selalu berkonsultasi dengan profesional kesehatan sebelum memutuskan untuk menggunakan kratom sebagai bagian dari regimen kesehatan mereka.
Selain aspek medis dan hukum, kratom juga menimbulkan pertanyaan penting terkait etika dan keberlanjutan. Penanaman kratom yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Oleh karena itu, perlu ada regulasi yang tepat untuk memastikan bahwa produksi dan penggunaan kratom dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Secara keseluruhan, kratom adalah tanaman yang kompleks dengan sejarah penggunaan yang panjang dan beragam manfaat potensial.
Meskipun masih banyak yang harus dipelajari, kratom menawarkan pandangan menarik tentang bagaimana alam bisa menyediakan solusi bagi masalah kesehatan modern. Namun, seperti halnya dengan semua pengobatan alami, pendekatan yang bijaksana dan berbasis bukti adalah kunci untuk memaksimalkan manfaatnya sambil meminimalkan risikonya.
Penulis: Belvana Fasya Saad
Advertisement