Pj Gubernur Jabar Soroti Kasus Korupsi Dana BOS SMAN 10 Bandung

Kepala Sekolah dan Bendahara SMA Negeri 10 Bandung diduga korupsi Dana Operasional Sekolah yang ditengarai mencapai Rp664 juta.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 28 Jun 2024, 09:00 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2024, 09:00 WIB
Bey Machmudin
Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, saat ditemui wartawan di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu, 26 Juni 2024.

Liputan6.com, Bandung - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) diaku akan turut menyoroti kasus korupsi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMA Negeri 10 Bandung.

Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin mengaku, pihaknya akan mengevaluasi pengawasan terhadap sekolah. Melalui evaluasi tersebut, harapannya, celah-celah korupsi dana BOS di lingkungan sekolah akan bisa terdeteksi sehingga dapat dicegah.

"Kalau pengawasan kami akan pelajari, di mana celahnya kami akan evaluasi," kata Bey kepada wartawan di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu, 26 Juni 2024.

Bey pun mengingatkan, tidak hanya pihak sekolah tapi semua perangkat pemerintahan daerah agar tidak melakukan korupsi. Anggaran BOS maupun anggaran pemerintah lainnya harus digunakan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat luas.

"Dana, tidak hanya BOS, tapi APBD itu tidak boleh dikorupsi harus untuk kepentingan rakyat sepenuh-penuhnya," tandas dia.

Sebelumnya, telah ramai di pemberitaan, Kepala Sekolah dan Bendahara SMA Negeri 10 Bandung diduga korupsi Bantuan Operasional Sekolah yang ditengarai mencapai Rp664 juta.

Keduanya kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain kepala sekolah dan bendahara, seorang pengusaha juga disebut menjadi tersangka. Kasus ini telah dilimpahkan dari Polrestabes Bandung kepada Kejari Kota Bandung pada 6 Juni 2024 lalu.

Kecurangan PPDB

Di samping soal korupsi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun tengah menghadapi masalah lain di lingkungan pendidikan, yakni kecurangan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). 

Sebanyak 31 siswa atau calon peserta didik (CPD) pada Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 dibatalkan kelulusannya karena melanggar aturan domisili oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat (Jabar).

Keinginan orangtua yang memaksa anaknya agar masuk ke sekolah favorit dinilai jadi pangkal kecurangan PPDB.

"Kecurangan PPDB ini berawal dari orangtua yang ingin memasukkan (anak) ke sekolah favorit," kata Bey.

Meski pemerintah telah memberlakukan kebijakan zonasi, sambung Bey, masih banyak orangtua yang mengakalinya dengan harapan anak bisa masuk sekolah yang dianggap elite. "Masih ada (orangtua) yang maksa," katanya.

Padahal, kebijakan zonasi itu dicita-citakan agar adanya pemerataan peserta didik di sekolah-sekolah. "Filosofinya menghilangkan sekolah favorit," imbuh Bey.

Bey memperingatkan agar orangtua calon siswa tidak melakukan kecurangan seperti membuat keterangan domisili palsu. Pemerintah Provinsi Jawa Barat diaku tidak akan segan untuk menganulir calon siswa yang diterima oleh sekolah dengan cara-cara curang.

"Kami akan menganulir kalau ada aduan yang melakakukan kecurangan seperti pemalsuan atau domisili yang tidak sesuai. Kalau ada laporan kita akan terus anulir. Kita tidak main-main," tegasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya