Liputan6.com, Bandung - Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), mereka masih memiliki hak pilih dan hak memilih meski butuh perlakuan dan syarat khusus.
Meski mulai dilirik oleh tim sukses sejak Pemilu kemarin, namun kelompok disabilitas keberadaannya masih dianggap samar-samar.
Advertisement
Baca Juga
Alhasil orang berkebutuhan khusus masih menjadi kelompok rentan dalam setiap perhelatan pesta demokrasi. Pemerintah pun telah melakukan upaya agar mereka tidak tersisihkan selama proses Pemilu.
Salah satunya ialah dengan menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam UU tersebut, ada tiga poin utama terkait hal tersebut, yaitu memperjuangkan pengakuan, pemenuhan, dan perlindungan hak disabilitas.
Berdasarkan UU itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Cimahi berupaya untuk menyamaratakan pemilih, baik disabilitas maupun tidak. Upaya yang dilakukan yakni berupa pemberian pemahaman kepada para disabilitas tentang pentingnya Pilkada.
Sosialisasi tersebut akan menyasar kepada organisasi-organisasi disabilitas agar memudahkan Bawaslu dalam menyampaikan pesan kepada orang berkebutuhan khusus. Koordinator Divisi (Kordiv) SDM, Organisasi, dan Diklat Bawaslu Kota Cimahi, Ahmad Hidayat mengatakan perlu komunikasi khusus agar apa yang disampaikan bisa dipahami oleh mereka.
Menurutnya, penyandang disabilitas lebih mudah berkomunikasi dengan orang yang telah mereka percayai ketimbang orang baru. Oleh karena itu, mengajak organisasi disabilitas yang ada di Kota Cimahi merupakan langkah yang tepat
"Minimal organisasi yang ada di Cimahi secara bertahap kita berikan pendidikan agar kita sama-sama punya pemahaman bahwa Pemilu itu penting dan pemilu itu untuk semua kalangan lah," ucapnya saat ditemui, Jumat, 6 September 2024.
Berdasarkan data yang dimilikinya, dari 2022 hingga 2023 tercatat ada 886 penyandang disabilitas yang memiliki hak pilih. Mengacu pada jumlah tersebut, jika mereka mendapat intervensi dari pihak luar saat menyalurkan hak pilihnya maka akan mencoreng pesta demokrasi.
Pihaknya pun mendorong agar kelompok disabilitas masuk dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) agar bisa menyalurkan suaranya. Tak hanya itu, Ahmad menyebut pihaknya ingin disabilitas bisa ikut turut dalam pengawal jalannya Pilkada serentak.
"Pengawasannya minimal ketika proses DPS kemarin kita memberikan perhatian khusus lah kepada teman-teman disabilitas minimal terdaftar dulu dalam Daftar Pemilih Tetap," ungkapnya.
"Harapan kita sebetulnya bukan hanya datang memberikan hak suara tapi juga mereka bisa menempati posisi yang lain lah ya," sambungnya.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Tak Semua ODGJ Punya Hak Pilih
Sedangkan untuk Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ), diakuinya tidak semuanya memiliki hak pilih. Perlu ada surat pernyataan dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) jika dia adalah ODGJ layak.
"Mungkin pemahamannya bahwa ODGJ itu tidak punya hak pilih ya, kecuali ODGJ yang sudah ditetapkan oleh RSJ bahwa dia ODGJ layak, jadi butuh surat khusus dan penetapan juga," kata Ahmad.
Dia juga berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada bisa membuktikan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Terpisah, Kepala Divisi (Kadiv) Teknis Penyelenggaraan KPU Kota Cimahi, Yosi Sundansyah mengatakan telah melakukan pendataan masyarakat penyandang disabilitas dalam tahapan pencocokan dan penelitian (coklit). Namun saat ini pihaknya masih melakukan assessment terhadap jumlah DPS di Kota Cimahi.
"Nanti untuk itu makannya nanti PPS itu kan akan mengetahui berapa disabilitas di kelurahan tersebut. Makanya kita data dan dimasukkan ke data dan informasi (datin)," tutur Yosi.
KPU juga telah menyiapkan surat suara bagi orang berkebutuhan khusus atau biasa dikenal surat suara braille. Hal itu diharapkan mampu mempermudah serta menghindari adanya intervensi dari pihak luar.
"Disabilitas mungkin nanti ada, kalau surat suaranya biasa cuman nanti ada lembaran khusus buat disabilitas itu namanya braille, untuk tunanetra. Nanti ada templet nya, dikasih templet untuk disabilitas," jelasnya.
Selain itu, disabilitas yang memiliki hak pilih boleh diantar oleh seseorang yang disebut pendamping untuk mempermudah proses pencoblosan. Akan tetapi, pendamping itu tugasnya tak boleh lebih dari sekadar mengantarkan saja.
Orang yang mengantar itu pun tidak bisa asal tunjuk. Perlu surat pernyataan dengan tanda tangan di atas materai serta persetujuan dari penyandang disabilitas yang akan diantar. Hal ini guna menghindari intervensi ketika orang penyandang disabilitas mencoblos.
"Jadi nanti di bilik suara itu pendamping tidak boleh mengarahkan si pemilih itu dan tidak boleh memberitahukan. Surat itu harus disetujui oleh si penyandang disabilitasnya," tukasnya.
Advertisement