Di Balik Medali Emas, Kisah Inspiratif Untung Subagyo dan Semangat Para-Atlet DIY

Prinsip ini ternyata menjadi kunci sukses para atlet difabel DIY dalam meraih 21 medali emas, 26 perak, dan 31 perunggu di Peparnas 2024. Mereka membuktikan bahwa ketika passion bertemu dengan dedikasi, hasil luar biasa akan mengikuti.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 21 Nov 2024, 12:00 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2024, 12:00 WIB
Ilustrasi Anak-anak difabel
Ilustrasi anak difabel (iStockphoto)​

Liputan6.com, Yogyakarta - Di tengah hiruk pikuk Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII di Solo, ada kisah inspiratif yang mungkin luput dari perhatian publik. Untung Subagyo, atlet angkat berat DIY, tidak hanya membawa pulang medali emas, tetapi juga memecahkan rekornya sendiri.

Melansir dari jogjaprov.go.id, pecah rekor dari 153 kg menjadi 165 kg di kelasnya menjadi sebuah pencapaian yang membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukan halangan untuk terus meningkatkan prestasi. Yang menarik, filosofi Untung dalam menjalani olahraga sangat sederhana namun mendalam: jadikan olahraga sebagai hobi yang menghasilkan.

Prinsip ini ternyata menjadi kunci sukses para atlet difabel DIY dalam meraih 21 medali emas, 26 perak, dan 31 perunggu di Peparnas 2024. Mereka membuktikan bahwa ketika passion bertemu dengan dedikasi, hasil luar biasa akan mengikuti.

Cerita sukses ini menjadi lebih istimewa karena semua cabang olahraga yang diikuti DIY berhasil menyumbang medali. Bahkan tiga cabang olahraga baru, para-taekwondo, para-judo, dan para-tenpin bowling, langsung memberikan kontribusi medali di tahun pertama mereka dibina. Ini seperti analogi pohon muda yang langsung berbuah di musim pertama.

Akan tetapi. di balik gemerlap medali, ada fakta menarik: DIY baru mengikuti 12 dari 20 cabang olahraga yang ada. Delapan cabang yang belum diikuti bukan dilihat sebagai kekurangan, tetapi justru menjadi "tambang emas" yang belum digali.

Para atlet dan pelatih melihatnya sebagai peluang untuk berkembang lebih jauh di masa depan. Semangat para atlet ini menular ke berbagai pihak. Pemerintah daerah, KONI, hingga KORMI bersatu memberikan dukungan penuh.

Mereka membuktikan bahwa prestasi olahraga difabel bukan sekadar tentang medali, tetapi juga tentang membangun ekosistem yang mendukung dan mengapresiasi para atlet secara berkelanjutan. Menjelang Peparda 2025 di Gunungkidul, semangat ini semakin berkobar.

Para atlet tidak melihatnya sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan untuk membuktikan bahwa Yogyakarta bisa menjadi rumah yang nyaman bagi prestasi atlet difabel. Seperti kata bijak Jawa: "alon-alon waton kelakon" - pelan-pelan asal sampai tujuan.

Keberhasilan para-atlet DIY di Peparnas XVII Solo bukan sekadar tentang jumlah medali yang diraih atau rekor yang dipecahkan, melainkan sebuah kisah inspiratif tentang bagaimana semangat pantang menyerah, dukungan sistem yang solid, dan pandangan positif terhadap keterbatasan dapat menghasilkan prestasi luar biasa.

Melalui filosofi sederhana seperti yang dianut Untung Subagyo dan didukung oleh ekosistem yang terus berkembang, para-atlet DIY telah membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk meraih prestasi gemilang - sebuah inspirasi yang tidak hanya berharga bagi dunia olahraga, tetapi juga bagi seluruh masyarakat yang percaya bahwa setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh dan berkembang menuju prestasi yang lebih tinggi.

 

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya