Liputan6.com, Gorontalo - Pagi-pagi sekali dalam suasana mendung, Maryam (38), bergegas keluar rumah dengan tabung gas kosong di tangannya. Ia harus menempuh perjalanan hampir satu jam dari rumahnya di pelosok Desa di Gorontalo, menuju pangkalan resmi LPG 3 kg terdekat.
"Biasanya saya beli di warung dekat rumah, tapi sekarang mereka tidak lagi jual gas karena harus punya izin NIB. Jadi ya terpaksa ke pangkalan meskipun jauh," ujarnya sambil mengelap keringat di dahi.
Advertisement
Baca Juga
Sejak aturan baru pemerintah yang mewajibkan pengecer mendaftar sebagai pangkalan resmi diberlakukan per 1 Februari 2025, Maryam dan banyak warga lainnya menghadapi banyak persoalan hanya untuk bisa memasak dan menyediakan sarapan untuk anak-anak di rumah.
Advertisement
Warung-warung kecil yang sebelumnya menjadi andalan kini berhenti menjual LPG karena masih dalam proses mengurus izin.
Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, Maryam akhirnya tiba di pangkalan. Namun perjuangannya belum usai. Antrean panjang telah terbentuk sejak pagi.
"Saya sampai harus bawa bekal makanan karena antreannya lama sekali. Kalau tidak datang pagi, bisa-bisa kehabisan," katanya dengan nada lelah.
Pemandangan serupa terjadi di berbagai pangkalan LPG lainnya di Gorontalo. Banyak warga mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas bersubsidi dari pengecer akibat kebijakan baru ini.
Padahal, bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil, gas LPG 3 kg adalah kebutuhan penting untuk memasak.
Sebelum aturan baru ini diterapkan, kata Maryam, pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi lebih masif terlebih dahulu.
Menurutnya, kebijakan yang langsung diterapkan tanpa persiapan matang menyulitkan masyarakat kecil.
"Harusnya ada masa transisi atau pengecer tetap bisa jualan sambil proses izin. Jadi kami tidak kesulitan begini," katanya.
Senada dengan Maryam, Rahman, seorang pengecer yang berhenti menjual LPG. Dirinya mengungkapkan bahwa proses pendaftaran sebagai pangkalan resmi cukup rumit baginya yang gagap teknologi.
"Harus punya NIB dan memenuhi berbagai persyaratan. Bukan hanya saya yang kesulitan, tapi juga pelanggan yang jadi susah dapat gas," ujarnya
Menantikan Solusi
Meski demikian, pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi sementara agar masyarakat tidak kesulitan selama masa transisi. Sosialisasi yang lebih intensif dan kebijakan transisi yang fleksibel menjadi harapan banyak pihak.
Sambil menunggu perubahan yang diharapkan, Maryam dan warga lainnya tetap berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan langkah kaki yang mantap, ia membawa pulang tabung gas yang akhirnya berhasil didapatkan meski harus melalui perjuangan panjang.
"Kalau sudah dapat gas begini, rasanya lega. Tapi semoga ke depan tidak sesulit ini lagi," pungkasnya dengan senyum tipis.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menata distribusi LPG agar sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
"Kami memberikan waktu satu bulan bagi pengecer untuk mengurus izin. Langkah ini penting agar distribusi LPG lebih tertib dan tidak melanggar aturan," katanya.
Advertisement