Liputan6.com, Jakarta Tradisi di hari Lebaran merupakan warisan budaya yang sangat kaya dan beragam di Indonesia. Momen Idul Fitri menjadi salah satu perayaan terbesar bagi umat Muslim di tanah air, dengan berbagai tradisi di hari Lebaran yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Perayaan ini tidak hanya menjadi momen spiritual, tetapi juga kesempatan untuk memperkuat ikatan kekeluargaan dan sosial dalam masyarakat Indonesia yang majemuk.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia memiliki tradisi di hari Lebaran yang unik dan berbeda-beda di setiap daerahnya. Keberagaman budaya nusantara tercermin dalam bagaimana masyarakat dari Sabang sampai Merauke merayakan hari kemenangan ini. Mulai dari ritual keagamaan, kuliner khas, hingga kegiatan sosial, tradisi di hari Lebaran menjadi cerminan kekayaan budaya Indonesia yang patut dilestarikan.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi berbagai tradisi di hari Lebaran yang umum dilakukan di seluruh Indonesia, serta tradisi unik yang hanya dapat ditemukan di beberapa daerah tertentu. Mulai dari mudik yang menjadi fenomena tahunan, sholat Idul Fitri yang khusyuk, halalbihalal yang penuh kehangatan, hingga kebiasaan-kebiasaan lokal yang mungkin belum banyak diketahui.Â
Mari mengenal lebih dekat kekayaan budaya Indonesia melalui tradisi Lebaran yang beragam, dalam rangkuman yang telah Liputan6.com susun berikut ini, pada Selasa (25/2).
Tradisi Umum Lebaran di Indonesia
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Indonesia memiliki berbagai tradisi umum yang dilakukan saat Lebaran. Tradisi-tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri dan dilakukan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan dalam beberapa detail pelaksanaannya, esensi dari tradisi-tradisi ini tetap sama, yaitu sebagai wujud syukur atas selesainya ibadah puasa Ramadan dan sebagai momentum untuk mempererat tali silaturahmi.
Mudik: Tradisi Pulang Kampung
Mudik merupakan salah satu tradisi paling ikonik saat Lebaran di Indonesia. Tradisi ini merupakan kegiatan pulang ke kampung halaman yang dilakukan oleh para perantau di kota-kota besar untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga. Momen Lebaran dipilih untuk mudik karena pada waktu tersebut terdapat libur nasional dan cuti bersama yang cukup panjang, sehingga memungkinkan bagi para perantau untuk menghabiskan waktu lebih lama di kampung halaman.
Fenomena mudik di Indonesia telah menjadi peristiwa tahunan yang sangat masif dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari transportasi, ekonomi, hingga dinamika sosial. Setiap tahun, jutaan orang bergerak dari kota-kota besar menuju daerah asal mereka, menciptakan arus pergerakan manusia terbesar di Indonesia. Pemerintah bahkan mengeluarkan kebijakan khusus untuk mengatur arus mudik, seperti penyediaan transportasi tambahan, pengaturan lalu lintas, hingga pemberian subsidi untuk mengurangi beban biaya perjalanan.
Bagi masyarakat Indonesia, mudik bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan emosional dan spiritual. Mudik menjadi momen untuk kembali ke akar, menemukan kembali identitas, dan memperkuat ikatan dengan keluarga besar. Meskipun terkadang perjalanan mudik menghadapi berbagai tantangan seperti kemacetan, tiket yang mahal, dan risiko kecelakaan, namun semangat untuk berkumpul bersama keluarga pada hari raya menjadi motivasi yang sangat kuat bagi para pemudik.
Sholat Idul Fitri: Ritual Keagamaan Utama
Sholat Idul Fitri atau Shalat Ied merupakan kegiatan utama yang wajib dilakukan oleh seluruh umat Islam pada saat Idul Fitri. Ritual keagamaan ini menjadi puncak dari rangkaian ibadah selama bulan Ramadan. Sholat Ied biasanya dilakukan di pagi hari secara berjamaah di masjid atau di lapangan terbuka yang telah disiapkan khusus untuk acara tersebut.
Pelaksanaan Sholat Idul Fitri memiliki tata cara khusus yang berbeda dari sholat wajib lainnya. Sholat ini terdiri dari dua rakaat dengan tambahan tujuh takbir di rakaat pertama dan lima takbir di rakaat kedua. Setelah sholat, biasanya akan dilanjutkan dengan khutbah Idul Fitri yang berisi nasihat-nasihat tentang pentingnya menjaga silaturahmi dan meminta maaf kepada sesama. Khutbah ini juga sering mengingatkan jamaah tentang makna sejati dari Idul Fitri sebagai hari kemenangan setelah berjuang melawan hawa nafsu selama bulan Ramadan.
Suasana Sholat Idul Fitri di Indonesia sangat khas, dengan para jamaah yang mengenakan pakaian terbaik mereka, umumnya berwarna putih atau pakaian tradisional daerah. Anak-anak hingga orang dewasa berkumpul bersama dalam barisan sholat, menciptakan pemandangan yang indah dan menyentuh hati. Selesai sholat, tradisi bersalaman dan meminta maaf satu sama lain menjadi momen yang sangat bermakna, menandai dimulainya perayaan Idul Fitri secara resmi.
Advertisement
Halalbihalal dan Silaturahmi: Momen Saling Memaafkan
Halalbihalal dan silaturahmi merupakan tradisi yang tidak bisa dipisahkan dari perayaan Lebaran di Indonesia. Tradisi ini berupa kegiatan saling mengunjungi rumah kerabat, tetangga, dan teman untuk meminta maaf dan bermaaf-maafan. Halalbihalal berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti "menghalalkan yang halal," yang dimaknai sebagai menjalin kembali hubungan silaturahmi yang mungkin sempat renggang.
Di Indonesia, halalbihalal sering kali disertai dengan tradisi sungkeman, terutama di masyarakat Jawa. Sungkeman adalah ritual bersimpuh dan mencium tangan orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan dan permintaan maaf.
Saat sungkeman, biasanya anak-anak akan meminta restu dan doa dari orang tua mereka. Momen ini sering kali menjadi sangat emosional, karena merupakan kesempatan untuk mengungkapkan rasa hormat dan kasih sayang yang mungkin jarang diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tradisi silaturahmi saat Lebaran juga menciptakan dinamika sosial yang unik dalam masyarakat Indonesia. Rumah-rumah dibuka lebar untuk menerima tamu, makanan khas disajikan, dan suasana kebersamaan tercipta.
Tidak jarang, orang-orang akan mengunjungi rumah para tetangga dan kerabat yang berbeda agama, menunjukkan toleransi dan harmoni dalam keberagaman Indonesia. Bahkan dalam konteks modern, halalbihalal juga dilakukan dalam bentuk acara formal di kantor, sekolah, atau organisasi, memperluas makna silaturahmi ke ranah profesional.
Ziarah Kubur: Mengingat Mereka yang Telah Tiada
Ziarah kubur menjadi salah satu tradisi yang umum dilakukan saat Lebaran di Indonesia, terutama bagi mereka yang mudik ke kampung halaman. Tradisi ini berupa mengunjungi makam orang tua, sanak keluarga, atau kerabat yang telah meninggal dunia. Ziarah kubur dilakukan sebagai bentuk penghormatan, doa, serta pengingat akan kematian yang pasti dialami oleh setiap manusia.
Pada saat ziarah kubur, umat Muslim Indonesia biasanya membaca Al-Quran, terutama Surah Yasin, dan mendoakan arwah almarhum agar mendapatkan ketenangan dan ampunan dari Allah SWT. Tak jarang, makam juga dibersihkan, ditaburi bunga, dan disiram dengan air sebagai bentuk perawatan. Tradisi ini menjadi momen spiritual yang mendalam, mengingatkan akan kehidupan yang fana dan pentingnya mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian.
Ziarah kubur saat Lebaran juga menjadi cara untuk mempertahankan koneksi dengan leluhur dan sejarah keluarga. Bagi banyak keluarga, momen ini menjadi kesempatan untuk menceritakan kepada generasi muda tentang siapa nenek moyang mereka, nilai-nilai yang mereka anut, dan perjuangan hidup yang mereka lalui. Dengan demikian, ziarah kubur tidak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga sarana untuk mewariskan nilai-nilai dan sejarah keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Berbagi THR: Tradisi Kedermawanan
Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan tradisi berbagi kebahagiaan Lebaran dalam bentuk materi. Di Indonesia, THR tidak hanya merujuk pada tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya, tetapi juga pemberian uang atau hadiah dari orang yang lebih tua kepada yang lebih muda, terutama anak-anak. Tradisi ini mencerminkan semangat berbagi dan kedermawanan yang menjadi esensi dari perayaan Idul Fitri.
Bagi anak-anak dan remaja di Indonesia, menerima THR menjadi salah satu momen yang paling dinantikan saat Lebaran. Uang THR biasanya diberikan dalam amplop khusus atau menggunakan uang baru yang telah disiapkan sebelumnya.
Kegembiraan menghitung berapa banyak THR yang telah terkumpul menjadi kenangan masa kecil yang tak terlupakan bagi banyak orang Indonesia. Beberapa keluarga bahkan memiliki tradisi khusus dalam pemberian THR, seperti pemberian nominal tertentu yang memiliki makna khusus atau disertai dengan nasihat-nasihat bijak.
Dalam konteks lebih luas, tradisi THR juga mencerminkan nilai-nilai ekonomi Islam tentang distribusi kekayaan dan kepedulian terhadap sesama. Dengan berbagi THR, terjadi perputaran ekonomi dan pemerataan kesejahteraan, meskipun dalam skala kecil.
Bagi penerima, THR bisa menjadi tambahan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan yang selama ini tertunda, sementara bagi pemberi, ini menjadi kesempatan untuk berbagi kebahagiaan dan mendapatkan berkah dari keikhlasan berbagi.
Tradisi Unik Lebaran di Berbagai Daerah Indonesia
Selain tradisi umum yang dilakukan di hampir seluruh wilayah Indonesia, terdapat juga tradisi unik yang hanya bisa ditemui di daerah-daerah tertentu. Tradisi-tradisi ini mencerminkan kekayaan budaya dan kearifan lokal masing-masing daerah, yang telah berakulturasi dengan nilai-nilai Islam. Keunikan tradisi Lebaran di berbagai daerah menunjukkan bagaimana Islam di Indonesia bertumbuh dalam harmoni dengan budaya lokal yang sudah ada sebelumnya.
Grebeg Syawal: Tradisi Keraton Yogyakarta
Grebeg Syawal merupakan salah satu tradisi Lebaran yang unik dan hanya bisa ditemui di Yogyakarta. Tradisi ini merupakan ritual tahunan dari Keraton Yogyakarta yang dilaksanakan untuk memperingati Hari Raya Idul Fitri. Grebeg Syawal menjadi bagian dari rangkaian Grebeg yang dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta, bersama dengan Grebeg Maulud dan Grebeg Besar yang dilaksanakan pada momen keagamaan lainnya.
Pusat dari tradisi Grebeg Syawal adalah gunungan, yaitu tumpukan makanan dan hasil bumi yang disusun menyerupai bentuk gunung. Gunungan ini dibawa dalam prosesi dari Keraton Yogyakarta menuju Alun-alun Utara, dengan dikawal oleh pasukan khusus keraton berpakaian tradisional. Setelah didoakan, gunungan tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat yang hadir. Menurut kepercayaan masyarakat, mendapatkan bagian dari gunungan tersebut akan membawa berkah dan keberuntungan.
Filosofi di balik Grebeg Syawal sangat dalam, mencerminkan hubungan antara raja sebagai pemimpin dengan rakyatnya. Gunungan melambangkan kemakmuran dan keberkahan yang diberikan Tuhan melalui sultan kepada rakyatnya. Prosesi ini juga menjadi simbol kedermawanan dan keadilan seorang pemimpin dalam mendistribusikan kemakmuran kepada rakyatnya. Bagi wisatawan, Grebeg Syawal menjadi atraksi budaya yang sangat menarik, menampilkan perpaduan antara tradisi kerajaan Jawa dan nilai-nilai Islam.
Perang Topat: Simbol Kerukunan di Lombok
Perang Topat merupakan tradisi unik Lebaran yang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tradisi ini berupa saling melempar ketupat (dalam bahasa Sasak disebut "topat") yang dilakukan oleh masyarakat Muslim dan Hindu di lingkungan Pura Lingsar. Meskipun namanya mengandung kata "perang," tradisi ini sebenarnya merupakan simbol persaudaraan dan kerukunan antar umat beragama yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Pelaksanaan Perang Topat biasanya dilakukan tujuh hari setelah Idul Fitri, bertepatan dengan perayaan Pujawali bagi umat Hindu Sasak. Dalam tradisi ini, peserta akan membuat ketupat dalam jumlah banyak dan saling melemparkannya satu sama lain dalam suasana riang gembira. Kepercayaan setempat menyebutkan bahwa sisa-sisa ketupat yang telah digunakan dalam Perang Topat akan membawa berkah kesuburan jika dibawa pulang dan diletakkan di sawah atau ladang.
Perang Topat menjadi bukti nyata bagaimana tradisi lokal dapat menjadi jembatan yang mempersatukan masyarakat dengan latar belakang agama berbeda. Tradisi ini telah berlangsung sejak abad ke-16 dan terus dilestarikan hingga saat ini, menunjukkan komitmen masyarakat Lombok terhadap nilai-nilai toleransi dan kerukunan. Bagi wisatawan, Perang Topat menawarkan pengalaman unik untuk menyaksikan dan bahkan berpartisipasi dalam sebuah tradisi yang menggabungkan kegembiraan, spiritualitas, dan nilai-nilai persaudaraan.
Advertisement
Festival Meriam Karbit: Tradisi Unik dari Kalimantan Barat
Festival Meriam Karbit merupakan tradisi unik saat Lebaran yang berasal dari Kalimantan Barat, khususnya di kota Pontianak. Tradisi ini berupa menembakkan meriam tradisional yang terbuat dari batang pohon pinang atau bambu yang dilubangi dan diisi dengan campuran karbit (kalsium karbida) dan air. Ketika karbit bereaksi dengan air, akan menghasilkan gas asetilena yang mudah terbakar, sehingga menciptakan ledakan yang cukup keras ketika dinyalakan.
Festival ini dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut, dimulai dari malam takbiran hingga hari kedua Lebaran. Setiap kampung atau komunitas akan mempersiapkan meriam karbit mereka sendiri, sering kali dengan desain dan ukuran yang berbeda-beda. Pertunjukan meriam karbit biasanya dilakukan secara bergantian antar kampung, menciptakan semacam kompetisi tidak resmi mengenai siapa yang bisa menciptakan ledakan paling keras dan konsisten.
Tradisi Meriam Karbit memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Konon, tradisi ini bermula dari kebiasaan para pedagang Tionghoa Muslim di masa lalu yang menggunakan meriam untuk mengusir roh jahat dan memberitahukan bahwa bulan Ramadan telah berakhir.
Seiring waktu, tradisi ini diadopsi oleh masyarakat lokal dan berkembang menjadi bagian tidak terpisahkan dari perayaan Lebaran di Kalimantan Barat. Meskipun terdapat risiko kecelakaan, tradisi ini tetap dilestarikan dengan tetap memperhatikan aspek keamanan dan pengawasan dari pihak berwenang.
Ronjok Sayak: Tradisi Api dari Bengkulu
Ronjok Sayak merupakan tradisi unik Lebaran yang berasal dari Provinsi Bengkulu, khususnya di Kabupaten Kaur. Tradisi ini berupa mengelilingi kampung sambil membawa obor bambu yang menyala pada malam takbiran. Ronjok Sayak sendiri berarti "tempat api yang dibuat dari bambu" dalam bahasa setempat. Bambu yang digunakan biasanya diisi dengan minyak kelapa atau minyak tanah sebagai bahan bakar.
Tradisi ini dilakukan dengan cara berkeliling kampung dalam kelompok-kelompok, sambil mengumandangkan takbir dan melantunkan nyanyian-nyanyian tradisional. Setiap kelompok biasanya terdiri dari anak-anak dan remaja yang dipimpin oleh orang dewasa.
Mereka akan berhenti di setiap persimpangan jalan untuk melakukan pertunjukan kecil, seperti melompati api atau menari mengelilingi obor. Selain sebagai bagian dari perayaan Lebaran, Ronjok Sayak juga dipercaya sebagai simbol penerangan spiritual setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh.
Meskipun seiring perkembangan zaman dan masuknya listrik ke pelosok desa, tradisi Ronjok Sayak tetap dilestarikan sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat Bengkulu. Bagi generasi muda, partisipasi dalam tradisi ini menjadi cara untuk belajar nilai-nilai kebersamaan, keberanian, dan spiritualitas. Beberapa daerah bahkan mengembangkan tradisi ini menjadi atraksi wisata budaya dengan menambahkan elemen-elemen baru seperti parade kostum tradisional atau pertunjukan seni lainnya.
Binarundak: Tradisi Kuliner Unik dari Sulawesi Utara
Binarundak merupakan tradisi kuliner unik saat Lebaran yang berasal dari Sulawesi Utara, khususnya di kalangan masyarakat Muslim Gorontalo. Binarundak adalah sajian berbuka puasa terakhir sebelum Idul Fitri yang terdiri dari berbagai jenis makanan tradisional Gorontalo. Hidangan utama dalam Binarundak biasanya adalah nasi putih yang disajikan dengan berbagai lauk pauk seperti ayam, ikan, dan sayuran yang diolah dengan bumbu khas Gorontalo.
Keunikan Binarundak terletak pada cara penyajiannya. Makanan disajikan di atas baki besar yang dialasi dengan daun pisang dan diatur sedemikian rupa sehingga terlihat menarik dan menggugah selera. Binarundak biasanya disiapkan oleh keluarga perempuan untuk diantarkan ke rumah calon menantu atau keluarga besar sebagai bentuk silaturahmi. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan berbagi yang menjadi esensi dari perayaan Idul Fitri.
Dalam perkembangannya, tradisi Binarundak telah mengalami beberapa modifikasi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. Namun, esensi dari tradisi ini tetap dipertahankan sebagai bentuk pelestarian budaya lokal. Di beberapa daerah di Sulawesi Utara, Binarundak bahkan telah dikembangkan menjadi festival kuliner yang diadakan menjelang Lebaran, menarik wisatawan domestik dan mancanegara untuk merasakan kekayaan kuliner daerah tersebut.
Tradisi Kuliner saat Lebaran
Lebaran di Indonesia tidak lengkap tanpa kehadiran kuliner khas yang menggugah selera. Tradisi kuliner saat Lebaran menjadi salah satu aspek penting yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia. Berbagai hidangan khas disajikan untuk menyambut tamu yang berkunjung atau sekadar dinikmati bersama keluarga. Meskipun setiap daerah memiliki kuliner khas masing-masing, terdapat beberapa hidangan yang telah menjadi identitas nasional untuk perayaan Lebaran.
Ketupat: Ikon Kuliner Lebaran Indonesia
Ketupat merupakan makanan yang paling identik dengan perayaan Lebaran di Indonesia. Makanan berbahan dasar beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa berbentuk segi empat ini memiliki filosofi dan sejarah yang dalam dalam tradisi Lebaran Indonesia. Ketupat biasanya disajikan dengan berbagai lauk pauk seperti opor ayam, rendang, atau sayur lodeh, menciptakan kombinasi rasa yang sempurna untuk menyambut hari kemenangan.
Pembuatan ketupat sendiri menjadi ritual khusus yang dilakukan menjelang Lebaran. Proses menganyam daun kelapa menjadi bungkus ketupat membutuhkan keahlian khusus, dan sering kali menjadi kegiatan yang dilakukan bersama-sama oleh anggota keluarga.
Di beberapa daerah, terdapat kepercayaan bahwa jumlah ketupat yang dibuat harus dalam angka tertentu atau mengikuti pola tertentu untuk mendapatkan keberkahan. Setelah dianyam, ketupat diisi dengan beras lalu direbus hingga matang, proses yang biasanya memakan waktu berjam-jam.
Secara filosofis, ketupat memiliki makna mendalam bagi masyarakat Indonesia. Bentuknya yang terbuat dari anyaman yang saling terkait melambangkan kesalahan dan dosa manusia yang kompleks dan saling berhubungan.
Proses pembukaan ketupat yang harus membuka satu-persatu anyamannya melambangkan proses meminta maaf dan memaafkan yang harus dilakukan dengan tulus dan menyeluruh. Ketika semua anyaman dibuka, isi ketupat yang putih bersih melambangkan hati yang telah suci dan bersih dari dosa, sesuai dengan makna Idul Fitri sebagai hari kembali suci.
Kue Kering: Sajian Wajib untuk Tamu
Kue kering menjadi salah satu sajian wajib yang harus ada saat Lebaran di Indonesia. Berbagai jenis kue kering, seperti nastar, kastengel, putri salju, kue semprit, dan kue kacang, biasanya sudah mulai dibuat atau dibeli beberapa minggu sebelum Lebaran tiba. Kue-kue ini disajikan di stoples-stoples cantik yang diletakkan di meja tamu untuk menyambut siapa saja yang berkunjung saat Lebaran.
Tradisi membuat kue Lebaran sendiri masih dilestarikan oleh banyak keluarga di Indonesia. Proses pembuatan kue biasanya menjadi kegiatan bersama yang melibatkan seluruh anggota keluarga, terutama para wanita. Resep kue Lebaran sering kali menjadi warisan turun-temurun yang dijaga kerahasiaannya dan hanya dibagikan dalam lingkaran keluarga. Beberapa keluarga bahkan memiliki kue khas tersendiri yang menjadi identitas keluarga mereka saat Lebaran.
Dalam konteks modern, bisnis kue Lebaran menjadi sangat menguntungkan menjelang Idul Fitri. Berbagai toko kue, dari yang kecil hingga besar, menawarkan aneka kue Lebaran dengan berbagai variasi dan inovasi.
Tak jarang, orang-orang rela antre berjam-jam untuk mendapatkan kue dari toko tertentu yang terkenal dengan kelezatan kuenya. Fenomena ini menunjukkan bagaimana tradisi kuliner Lebaran telah berkembang menjadi bagian dari ekonomi kreatif yang menggerakkan perekonomian saat menjelang hari raya.
Tradisi di hari Lebaran di Indonesia merupakan warisan budaya yang terus berkembang dan beradaptasi seiring perubahan zaman. Dari tradisi umum yang dilakukan di seluruh nusantara hingga tradisi unik yang hanya ditemui di daerah tertentu, kekayaan tradisi Lebaran mencerminkan keberagaman budaya Indonesia dan bagaimana nilai-nilai Islam telah terintegrasi dengan kearifan lokal.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, seperti modernisasi dan pandemi, esensi dari tradisi Lebaran—yaitu silaturahmi, saling memaafkan, dan berbagi kebahagiaan—tetap terjaga dalam berbagai bentuknya.
Advertisement
