Menanti Efek Mega Transaksi HM Sampoerna di Pasar Modal RI

Manajemen PT HM Sampoerna Tbk akan meminta restu pemegang saham melakukan rights issue pada 18 September 2015.

oleh Ifsan Lukmannul Hakim diperbarui 10 Sep 2015, 11:22 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2015, 11:22 WIB
Pabrik (Ilustrasi)
Sejumlah pekerja menyelesaikan proses pelintingan rokok di pabrik rokok PT. Djarum, Kudus, Jateng, Selasa (8/4). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Liputan6.com, Jakarta - PT HM Sampoerna Tbk, salah satu produsen rokok terbesar berniat untuk menambah saham ke publik. Langkah ini dilakukan untuk memenuhi ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI) soal jumlah minimal saham beredar ke publik.

Melihat langkah perseroan itu, dalam riset PT KDB Daewoo Securities pada 8 September 2015 memasukkan saham PT HM Sampoerna Tbk dalam portolionya. Analis PT KDB Daewoo Securities, Taye Shim menilai, agenda refloat saham atau menambah saham ke publik akan mendorong harga saham dalam waktu dekat.

PT HM Sampoerna Tbk akan melepas sekitar 269,72 juta saham atau setara 5,8 persen modal ditempatkan dan disetor dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Penawaran saham terbatas itu dengan mekanisme Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Target dana yang akan diraup dari hasil rights issue sekitar Rp 26,7 triliun.

Untuk melaksanakan aksi korporasi itu, perseroan akan meminta persetujuan pemegang saham pada 18 September 2015. Saat ini PT HM Sampoerna Tbk merupakan salah satu komponen tunggal terbesar dengan kapitalisasi pasar sekitar Rp 333 triliun dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan bobot 7,47 persen.

Akan tetapi, perseroan tidak merupakan konstituen IHSG, karena jumlah saham yang aktif diperdagangkan di publik hanya sebesar 1,82 persen dari total saham beredar. Dengan pelaksanaan HMETD, saham beredar di publik oleh PT HM Sampoerna Tbk menjadi 7,51 persen yang sesuai ketentuan bursa.

Selain pelaksanaan HMETD dapat memicu harga saham, Taye mengatakan, fundamental perseroan dapat menjustifikasi kenaikan harga lebih lanjut.

"Saham PT HM Sampoerna Tbk memiliki valuasi 32,8 kali price earning ratio berjalan yang mewakili 34,4 persen atas Unilever Indonesia (50 kali P/E berjalan)," kata Shim.

Ia pun optimistis otoritas bursa tidak akan menunda persyaratan free float minimum. Hal itu lantaran manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan dapat meningkatkan nilai transaksi harian saham di BEI menjadi Rp 15 triliun.

Shim melihat usai proses refloat, saham PT HM Sampoerna Tbk dapat menjadi komponen IHSG dan juga MSCI Indonesia. Ia menilai, kemungkinan ini akan menghasilkan nilai transaksi besar lantaran IHSG dan MSCI Indonesia dijadikan tolak ukur kinerja.

 

Prediksi Saham PT HM Sampoerna Tbk Usai Rights Issue

Prediksi Saham PT HM Sampoerna Tbk Usai Rights Issue

Shim juga memperkirakan kalau ada risiko ketinggalan kinerja signifikan jika tidak memiliki saham PT HM Sampoerna Tbk. "Kemudian akan terjadi rotasi dalam sektor konsumer yang akan menghasilkan perbedaan kinerja lebih besar," tambah Shim.

Hal senada dikatakan Analis PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan. Ia mengatakan selama ini PT HM Sampoerna Tbk tidak begitu likuid lantaran jumlah saham yang kecil di publik, dan tidak merefleksikan harganya.

Namun, langkah perseroan untuk menambah saham ke publik agar memenuhi ketentuan bursa, Alfred menilai cukup positif. Dengan menambah saham ke publik maka potensi kenaikan harga saham makin besar.

Sementara itu, Kepala Riset PT NH Korindo Securities, Reza Priyambada mengatakan rights issue PT HM Sampoerna Tbk belum berdampak signifikan terhadap pasar. Jumlah saham yang dilepas ke publik memang akan meningkatkan likuiditas saham namun tidak akan selikuid saham PT Astra International Tbk (ASII).

Terkait rencana pemerintah kembali menaikkan target cukai rokok di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2016 dari sebelumnya Rp 139,1 triliun menjadi Rp 148,9 triliun, secara sentimen akan berpengaruh negatif bagi emiten emiten rokok.

Alfred menilai emiten rokok masih mendapatkan tantangan besar ke depan terutama regulasi dan kenaikan tarif cukai. "Pendapatan emiten akan tertekan dengan kenaikan tarif cukai sehingga membuat marjin menjadi tipis. Ini juga berlaku untuk PT HM Sampoerna Tbk," ujar Alfred saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Rabu (9/9/2015).

Menurut Reza cukai rokok adalah hambatan terbesar dari emiten emiten rokok, dibandingkan larangan iklan, maupun gambar seram. "Cukai rokok menjadi biaya tambahan yang berdampak pada kinerja emiten" tambah Reza.

Namun, Reza memproyeksikan kinerja emiten rokok masih berprospek cerah. "Hingga akhir tahun cukup menjanjikan karena masyarakat juga banyak masih merokok, namun tetap cukai rokok menjadi hambatan," kata Reza.

Seperti diketahui, perseroan membukukan laba yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk turun 0,38 persen menjadi Rp 5,01 triliun pada semester I 2015. Sementara itu, pendapatan naik 11,89 persen menjadi Rp 43,74 triliun pada semester I 2015 dari periode semester sama tahun sebelumnya Rp 39,09 triliun.

Dengan sejumlah tantangan itu, Alfred pun tidak memilih emiten rokok untuk rekomendasi. Hal itu mengingat emiten rokok sama seperti sektor pertambangan dan perkebunan yang masih tertekan.

Dalam riset PT KDB Daewoo Securities menyebutkan kalau PT HM Sampoerna Tbk memiliki pangsa pasar cukup besar mencapai 35,3 persen dibandingkan PT Gudang Garam Tbk sebesar 25,9 persen, Djarum sebesar 19,3 persen, dan lainnya 8,8 persen.

PT HM Sampoerna Tbk memiliki portofolio produk terdiversfikasi yaitu sigaret kretek tangan sebesar 20,8 persen, sigaret kretek mesin sebesar 62,8 persen, sigaret putih mesin sebesar 14,8 persen dan lainnya termasuk ekspor sebesar 1,6 persen. (Ilh/Ahm)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya