Bursa Asia Tertekan Akibat Penurunan Kembali Harga Minyak

Indeks MCSI Asia Pasifik di luar Jepang tertekan 0,5 persen.

oleh Arthur Gideon diperbarui 03 Feb 2016, 08:40 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2016, 08:40 WIB
Bursa Saham Asia
(Foto: Reuters)

Liputan6.com, Sydney - Bursa di kawasan Asia (bursa Asia) kembali tertekan karena harga minyak kembali turun akibat memudarnya keyakinan bahwa akan adanya kesepakatan negara pengekspor minyak untuk menahan produksi.

Mengutip Reuters, Rabu (3/2/2016), Indeks MCSI Asia Pasifik di luar Jepang tertekan 0,5 persen. Pendorong terbesar penurunan indeks patokan di Asia Pasifik tersebut adalah penurunan bursa Australia yang mencapai 1,4 persen. Indeks Nikkei Jepang juga dibuka melemah 2 persen.

"Saya pikir pelaku pasar akan menguji sisi negatif pada hari ini," kata analis Sumitomo Mitsui Asset Management Masahiro Ichikawa.

Banyak tekanan yang mendorong penurunan bursa Asia pada perdagangan hari ini. Pelemahan permintaan karena penurunan ekonomi di China, Eropa dan beberapa belahan dunia lain menjadi salah satu faktornya.

Di luar itu, penurunan harga minyak juga masih tetap menjadi pemberat bursa Asia. Di Amerika, Wall Street juga mendapat tekanan dari penurunan harga minyak.

Dow Jones Industrial Averange (DJIA) melemah 295,64 poin atau 1,8 persen ke level 16.153,54. S&P 500 juga turun 36,35 poin atau 1,87 persen ke level 1.903. Sedangkan Nasdaq melemah lebih dalam yaitu 103,42 poin atau 2,24 persen ke level 4.516,95.

Pelemahan Dow Jones terpicu karena jatuhnya saham dari Exxon mobil Corp. Saham perusahaan minyak dan gas tersebut turun karena laba yang dicetak lada 2015 kemarin merupakan yang terendah dalam satu dekade. 

Pada perdagangan kemarin, bursa Asia juga melemah karena harga minyak dunia kembali melemah. Hal itu menghidupkan kembali kekhawatiran terhadap pasokan minyak dan data manufaktur melemah.

"Sementara kondisi ekonomi cenderung mendatar dan pertumbuhan secara keseluruhan sedikit mengecewakan, pasar tenaga kerja tetap kuat. Sektor perumahan dan jasa juga baik didukung dari dolar Australia yang lebih rendah," ujar Sean Callow, Analis Westpac. (Gdn/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya