Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum mampu kembali ke posisi 6.000. Laju IHSG masih cenderung tertekan memasuki semester II.
Selama sepekan kemarin, mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, IHSG melemah 1,8 persen ke posisi 5.694 pada 6 Juli 2018. IHSG tertekan didorong sentimen ekternal antara lain yuan melemah. Ditambah Amerika Serikat (AS) mulai berlakukan tarif impor barang AS ke China pada Jumat pekan lalu.
Indeks saham LQ45 susut 1,5 persen dan saham berkapitalisasi kecil turun 2,8 persen juga bebani IHSG. Investor asing masih jual saham tercatat USD 92 juta selama sepekan.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan saham Senin 9 Juli 2018 atau year to date (ytd), IHSG menyusut 8,63 persen ke posisi 5.807. IHSG mampu menguat 112,46 poin ke posisi 5.807 pada perdagangan saham Senin 9 Juli 2018.
Dari 10 sektor saham, hanya sektor saham tambang dan industri dasar catatkan pertumbuhan positif. Sektor saham tambang menguat 23 persen dan industri dasar mendaki 8,74 persen secara ytd.
Sementara itu, sektor saham aneka industri melemah 19,16 persen, dan catatkan pelemahan terbesar secara ytd. Disusul sektor saham konsumsi merosot 15,05 persen dan sektor saham keuangan tergelincir 11,06 persen.
Kepala Riset PT Narada Asset Management, Kiswoyo Adi Joe menuturkan, IHSG akan tertekan sepanjang Juli-Agustus 2018 jika melihat data historical. “Sepanjang Agustus IHSG banyak melemah dalam 10-11 tahun ini,” kata Kiswoyo.
Ia menambahkan, the Federal Reserve atau bank sentral AS akan kembali menaikkan suku bunga lagi menjadi kekhawatiran pasar. Diperkirakan the Federal Reserve kembali naikkan suku bunga sebanyak dua kali. Selain itu, ancaman perang dagang makin meluas tak hanya terhadap China tetapi juga Uni Eropa.
Kiswoyo prediksi, IHSG dapat kembali tembus ke posisi 6.000 sesudah Agustus. IHSG dapat kembali menguat asal ditopang penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Diharapkan rupiah dapat kembali menguat di bawah posisi 14.000 per dolar AS. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan mencapai 5,2 persen.
"Sesudah Agustus IHSG bisa kembali ke posisi 6.000. Juli ini masih ada tekanan,” kata Kiswoyo.
Hal senada dikatakan Institutional Sales Manager PT Schroders Investment Management Indonesia, Ricky Samsico. Ricky menilai, IHSG masih bergejolak pada semester II 2018. Ini didorong ancaman sentimen perang dagang. Sentimen tersebut tak hanya membuat IHSG tertekan tetapi juga bursa saham global.
"Pasar saham volatile sejak Trump (Presiden AS-red) terpilih. Kebijakan Trump berdampak terhadap market global karena mendorong dana pulang ke negara maju sehingga dolar Amerika Serikat menguat,” ujar Ricky saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, investor asing juga masih realisasikan aksi jual di pasar saham Indonesia sehingga menekan IHSG. Padahal investor asing salah satu pendorong di pasar saham. "Investor asing banyak jual,” tambah dia.
Dari internal, menurut Ricky, pelaku pasar menanti pengumuman calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk pemilihan umum 2019. “Agustus akan diumumkan capres dan cawapres. Jadi market masih bergejolak," kata dia.
Ia menambahkan, Indonesia masih catatkan defisit transaksi berjalan juga menjadi perhatian pelaku pasar. Akan tetapi, di tengah kondisi IHSG bergejolak, menurut Ricky pelaku pasar dan investor selektif memilih saham. Pelaku pasar juga dapat memanfaatkan harga saham unggulan yang sudah murah.
"Cari saham yang fundamental kuat dan price earning (PE) sudah murah. Perusahaan yang tidak memiliki banyak utang dolar. Jadi harus hati-hati beli saham. Jangan salah pilih,” kata dia.
Sektor Saham Pilihan
Sedangkan, Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menilai, ada kegiatan internasional mulai dari Asian Games dan IMF-World Bank dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga jadi angin segar buat IHSG. Ia prediksi, IHSG dapat melaku ke posisi 6.300 pada akhir 2018.
Adapun di tengah pelemahan IHSG, Nafan menyarankan investor untuk average buy dengan memilih saham punya prospek baik tetapi valuasinya sudah murah. Ia menilai, tekanan dari sentimen eksternal masih kuat sehingga potensi IHSG melemah juga masih besar.
"Sebaiknya lakukan risk management dengan average buy . Beli saham yang berada di level support. Investor juga jangan greedy agar dapat hasil yang optimal,” kata Nafan.
Sedangkan Kepala Riset PT RHB Sekuritas Indonesia Henry Wibowo mengatakan, pelaku pasar selektif memilih saham pada semester II 2018. Sejumlah sektor saham jadi pilihan antara lain sektor saham batubara dan barang konsumsi.
Henry menuturkan, sektor batubara mendapatkan sentimen positif dari penguatan dolar AS. Oleh karena itu, saham PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), dan PT Indo Tambangraya Tbk (ITMG) menjadi pilihan.
Sedangkan sektor barang konsumsi menjadi pilihan lantaran menjelang pemilihan umum ada harapan uang beredar dapat lebih tinggi sehingga genjot konsumsi masyarakat. Saham-saham jadi pilihannya pun antara lain PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).
Ia yakin, IHSG akan berada di posisi 6.200 pada akhir tahun 2018.
"Optimis akan kembali karena ada Asian Games dapat membantu ekonomi dan rupiah tidak terlalu tertekan,” ujar dia.
Meski demikian, Henry mengingatkan ada faktor perlu dicermati pelaku pasar yaitu harga minyak. Harga minyak dunia cenderung naik. Ini akan menjadi indicator sejauh mana harga Pertalite tidak naik. "Harga minyak dunia berpotensi naik ke posisi USD 80-USD 90 per barel sehingga dapat dorong harga bensin naik," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement