Sempat Jadi Perusahaan Paling Berharga, Kini Saham GE Makin Tertekan

Saham General Electric (GE) menyentuh level terendah dalam sembilan tahun pada awal pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Sep 2018, 14:28 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2018, 14:28 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Saham General Electric (GE) menyentuh level terendah dalam sembilan tahun pada awal pekan ini.

Saham GE yang tertekan tersebut tidak terlihat sejak 13 Juli 2009. Hal itu karena kekhawatiran tentang kegagalan turbin gas baru-baru ini di Texas, AS. Saham GE turun ke posisi USD 11,60, dan menembus level terendah pada 2018 sebesar USD 11,94 per saham.

Pada 22 Juli 2009, saham GE ditutup ke posisi USD 11,46 per saham,  beberapa bulan setelah menyentuh titik terendah selama krisis keuangan. Demikian kutip dari laman CNBC, Selasa (25/9/2018).

Saham GE merosot 32 persen pada 2018. Saham GE turun ke level terendah lantaran investor tetap tidak yakin dengan rencana CEO GE John Flannery. Selain itu, bisnis pembangkit listriknya mencapai rintangan baru, seperti kegagalan turbin Texas dan tidak ada perubahan jangka pendek yang terlihat.

Sejumlah analis memangkas target harga saham GE pada September. Ini lantaran bisnis pembangkit listrik yang sedang berjuang. UBS memangkas target harga sahamnya menjadi USD 13 dari posisi USD 16 untuk saham GE.

Sementara itu, JP Morgan menyatakan target harga saham GE USD 10 per saham. Hal ini didorong kinerja melemah.

Nilai kapitalisasi pasar GE mencapai hampir USD 600 miliar pada Agustus 2000. Saat itu, GE menjadi salah satu perusahaan paling berharga dalam sejarah.

Nilai saham itu merosot selama satu dekade pada masa CEO Jeff Immelt. Akan tetapi, nilai GE kembali pulih ke posisi USD 300 miliar pada Desember 2015. Namun, kepercayaan pemegang saham mulai terkikis tajam pada Januari 2017.

Ketika Immelt memimpin perusahaan dinilai jadi sosok yang enggan dengar berita buruk. Sikapnya yang terlalu optimistis menyebabkan sejumlah konsekuensi mulai dari tujuan keuangan yang tidak realistis, akuisisi yang tidak tepat waktu dan bahkan salah urus kas perusahaan.

Sejak Januari 2017, saham GE turun hampir 60 persen. Hal itu dipicu investor menemukan penyelidikan oleh Departemen Kehakiman dan otoritas bursa AS mengenai begitu banyak bisnis yang dijalaninya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Saham GE Keluar dari Indeks Dow Jones

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Sebelumnya, saham General Electric (GE) tidak akan masuk dalam jajaran indeks saham Dow Jones Industrian Average untuk pertama kalinya dalam 110 tahun.

Saham GE akan diganti oleh Walgreen Boots Alliance yang masuk indeks Dow Jones. GE masuk indeks Dow Jones pada 1896, dan terus masuk sejak 7 November 1907. Keluar dari indeks saham Dow Jones merupakan hal tidak menyenangkan untuk GE.

Perseroan alami krisis kinerja terutama kas disebabkan transaksi yang buruk dalam beberapa tahun ini. GE pun telah menggantikan CEO-nya, memangkas tenaga kerja dan memotong dividen saham.

Tahun lalu, GE termasuk saham berkinerja buruk di indeks saham Dow Jones. Sepanjang tahun berjalan 2018, saham GE turun 25 persen.

“Kami fokus terhadap rencana yang kami buat untuk meningkatkan kinerja GE. Pengumuman tersebut tidak mengubah komitmen atau fokus kami untuk menciptakan GE yang lebih kuat dan simpel,” ujar Juru Bicara GE, seperti dikutip dari laman CNN Money, Rabu (20/6/2018).

Untuk membayar tumpukan utang, GE menjual bisnisnya yang sudah berlangsung dalam jangka panjang. GE setuju menjual divisi kereta api yang berusia satu abad. GE juga mencari pembeli untuk divisi lampu yang sedang berjuang.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya