Pembukaan Perdagangan 5 Januari 2021, IHSG Melemah Tipis Ikuti Bursa Saham Asia

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah mengikuti bursa saham Asia dan wall street yang tertekan.

oleh Agustina Melani diperbarui 05 Jan 2021, 10:43 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2021, 09:17 WIB
FOTO: IHSG Akhir Tahun Ditutup Melemah
Pengunjung melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan akhir tahun, IHSG ditutup melemah 0,95 persen ke level 5.979,07. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga  Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada awal pembukaan perdagangan saham, Selasa (5/1/2021).

IHSG dibuka melemah tipis 3,16 poin atau 0,05 persen ke posisi 6.101,7. Pada pra pembukaan perdagangan saham, IHSG naik tipis 0,89 poin atau 0,01 persen ke posisi 6.105,79.  Indeks saham LQ45 merosot 0,54 persen ke posisi 952. Sebagian besar indeks saham di BEI cenderung melemah.

IHSG bergerak di rentang 6.106-6.076 pada awal perdagangan saham. Sebanyak 168 saham melemah sehingga menekan IHSG. 105 saham menguat dan 181 saham diam di tempat.

Total frekuensi perdagangan saham 93.123 kali dengan volume perdagangan 1,2 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 1,1 triliun.  Investor asing beli saham Rp 3,55 miliar di seluruh pasar. Dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 13.946.

Sebagian besar sektor saham melemah kecuali sektor pertanian dan tambang yang menguat. Sektor saham aneka industri susut 0,61 persen dan sektor saham manufaktur merosot 0,33 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Top Gainers dan Losers pada 5 Januari 2021

FOTO: IHSG Akhir Tahun Ditutup Melemah
Pengunjung melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan akhir tahun, IHSG ditutup melemah 0,95 persen ke level 5.979,07. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Saham-saham yang catatkan top gainers antara lain saham PEGE naik 34,65 persen ke posisi Rp 171 per saham, saham FAPA mendaki 24,78 persen ke posisi Rp 2.870 per saham, dan saham TECH melonjak 21,21 persen ke posisi Rp 1.200 per saham.

Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham PCAR susut 6,92 persen ke posisi Rp 484 per saham, saham MSKY merosot 6,76 persen ke posisi Rp 690 per saham, dan saham DAYA turun 6,59 persen ke posisi Rp 340 per saham.

Bursa saham Asia pun cenderung bervariasi. Indeks saham Shanghai naik 0,58 persen, indeks saham Taiwan menguat 0,17 persen. Indeks saham Jepang Nikkei melemah 0,12 persen dan indeks saham Singapura turun 0,42 persen.

 

Perkembangan Bursa Saham Global

Akhir tahun 2017, IHSG Ditutup di Level 6.355,65 poin
Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan saham di penghujung tahun ini ditutup langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, mengutip laporan Ashmore Group, bursa saham Amerika Serikat (AS) melemah karena investor menilai kemungkinan pemulihan ekonomi yang melambat dari perkiraan di tengah lonjakan kasus COVID-19 global dan menunggu pemilihan putaran kedua pada Selasa, 5 Januari 2021 di Georgia.

10 dari 11 kelompok industri turun dengan saham real estate memimpin pelemahan saham. Diikuti oleh industri dan utilitas. Sementara itu, Presiden Federal Reserve Bank of Chicago Charles Evans menuturkan, bank sentral AS tidak boleh malu membiarkan inflasi berjalan, seperti yang telah dijanjikan di atas target dua persen.

Di bursa saham Eropa, indeks saham Inggris memimpin penguatan seiring optimism peluncuran vaksin dan pemulihan ekonomi global. Investor memasuki tahun baru dengan fokus pada respons pandemi COVID-19 dan langkah-langkah stimulus global yang dapat memicu pemulihan ekonomi dan pertumbuhan laba perusahaan.

Sementara itu, pada Senin, 4 Januari 2021, IHSG menguat 2,1 persen seiring kinerja saham kapitalisasi besar menguat karena lingkungan imbal hasil yang lebih rendah. Imbal hasil obligasi 10 tahun turun menjadi 5,89 persen, terendah sejak 2013. Selain itu, Bank Indonesia (BI) menilai rupiah secara fundamental masih undervalued.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya