Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah China kenakan denda 18,23 miliar yuan atau sekitar USD 2,8 miliar kepada Alibaba. Jumlah itu setara Rp 40,89 triliun (asumsi kurs Rp 14.605 per dollar AS).
Denda itu diberikan setelah penyelidikan anti monopoli ke raksasa teknologi tersebut. Pemerintah China menuding Alibaba menyalahgunakan dominasi pasarnya.
Baca Juga
Regulator telah membuka penyelidikan atas praktik monopoli perusahaan pada Desember. Fokus utama investasi pada praktik yang memaksa merchants atau pedagang untuk memiliki salah satu dari dua platform, alih-alih dapat bekerja dengan keduanya.
Advertisement
China’s State Administration for Market Regulation (SAMR) mengatakan, kebijakan ini menahan persaingan di pasar ritel online China dan melanggar bisnis pedagang di platform serta hak dan kepentingan yang sah dari konsumen. Demikian dilansir dari CNBC, Sabtu (10/4/2021).
Pemerintah menyatakan kebijakan “pilih satu” dan kebijakan lainnya memungkinkan Alibaba untuk meningkatkan posisinya di pasar dan mendapatkan keunggulan kompetitif yang tidak adil.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Respons Alibaba
Selain denda, yang berjumlah sekitar 4 persen dari pendapatan perusahaan pada 2019, regulator mengatakan, Alibaba harus mengajukan pemeriksaan sendiri dan laporan kepatuhan ke SAMR dalam tiga tahun.
"Alibaba menerima hukuman dengan baik dan akan memastikan kepatuhannya. Untuk memenuhi tanggung jawab kepada masyarakat, Alibaba akan beroperasi sesuai dengan hukum dengan ketekunan yang tinggi, terus memperkuat sistem kepatuhannya dan membangun pertumbuhan melalui inovasi," dikutip dari pernyataan Alibaba.
Perseroan akan menggelar konferensi pada Senin, 12 April untuk membahas denda tersebut. Pengumuman tersebut merupakan perkembangan terbaru tindakan keras China terhadap perusahaan teknologinya.
Regulator semakin khawatir tentang kekuatan raksasa teknologi China, teruama yang beroperasi di sektor keuangan. Banyak pengawasan yang meningkat di sekitar kerajaan bisnis miliarder Jack Ma yang mendirikan Alibaba dan grup Ant.
Penawaran umum perdana Ant yang sangat dinantikan tiba-tiba ditanggujkan pada November tak lama setelah regulator China menerbitkan draft aturan baru tentang pinjaman mikro online. Komisaris Pengaturan Sekuritas China juga memanggil Ma dan eksekutif Ant lainnya sebelum pengumuman itu.
Ma tampaknya mendapat kecaman karena komentar yang kritis terhadap regulator keuangan China. Ia mengatakan, sistem keuangan negara itu “warisan zaman industri”.
Setelah IPO Ant ditangguhkan, Ma keluar dari sorotan memicu spekulasi tentang keberadaannya. Pada Januari 2021, miliarder eksentrik ini muncul kembali dalam video sebagai bagian dari salah satu inisiatif Yayasan amalnya. Sejak itu, Ant berkomitmen mencatatkan dan mengatakan akan membantu karyawannya memonetisasi saham.
Advertisement