Liputan6.com, Jakarta - PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK) menargetkan pertumbuhan kinerja hingga 100 persen pada 2021. Emiten yang bergerak di industri manufaktur cetakan sarung tangan ini mengincar penjualan Rp 1 triliun dan laba bersih Rp 310 miliar.
Presiden Direktur PT Mark Dynamics Indonesia Tbk, Ridwan menuturkan, permintaan sarung tangan global naik signifikan di tengah pandemi COVID-19. Bahkan permintaan lebih tinggi dari kapasitas. Saat pandemi COVID-19, diperkirakan kenaikan permintaan di atas 50 persen.
Baca Juga
Kenaikan permintaan sarung tangan juga mendorong pertumbuhan penjualan pada 2020. PT Mark Dynamics Tbk mencatat laba bersih dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 63,66 persen menjadi Rp 144,02 miliar dan penjualan tumbuh 56,24 persen menjadi Rp 565,43 miliar.
Advertisement
Ridwan menuturkan, pihaknya sudah mengantongi kontrak sekitar USD 90 juta dengan pengapalan hingga Juli 2022. "Kami targetkan penjualan Rp 1 triliun, naik hampir 100 persen dibandingkan tahun lalu penjualan Rp 500 miliar. Net profit Rp 310 miliar itu juga naik signifikan dibandingkan tahun lalu," kata dia dalam diskusi virtual, ditulis Kamis (29/7/2021).
Untuk mencapai target itu, PT Mark Dynamics Indonesia Tbk fokus meningkatkan produksi, diversifikasi produk dan pertumbuhan anorganik untuk tingkatkan nilai perseroan.
"Menargetkan penetrasi market baru, yang sudah ada dipertahankan. Jadi yang unik dari bisnis ini meningkatkan nilai tambah customer. Win-win kolaborasi tak hanya untungkan kita, value apa yang bisa mereka dapat dengan memakai produk kita," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Penjualan Terbesar untuk Ekspor
Ridwan menuturkan, perseroan memiliki pasar utama Malaysia dan China masing-masing 40 persen dan 25 persen. Sisanya perseroan ekspor ke Thailand, Amerika Serikat, India, Vietnam.
Ridwan menuturkan, pelanggan perseroan terbesar ke Malaysia yang mencapai hampir 50 persen lantaran ekspor sarung tangan Malaysia terbesar di dunia. Perseroan pun masih fokus untuk meningkatkan penjualan untuk ekspor mengingat permintaan dalam negeri belum terlalu besar.
Selain itu, kesadaran menjaga kesehatan lebih tinggi di luar negeri sehingga tingkat konsumsi pemakaian sarung tangan lebih besar ketimbang domestik.
"Penyebab pasar di lokal belum bergairah. Kalau di negara maju seperti di Eropa pemakaian sarung tangan 200 orang per kapita, satu orang itu bisa pakai 200. Negara berpopulasi besar seperti Indonesia, India dan China hanya pakai dua hingga tiga sarung tangan per tahun," kata dia.
Meski demikian, ia optimistis pertumbuhan terhadap alat kesehatan meski pandemi COVID-19 nanti berakhir. Hal ini mengingat masyarakat akan lebih perhatian terhadap kesehatan dan higienitas.
Advertisement