Wall Street Beragam, Investor Menanti Laporan Laba Perusahaan Besar

Wall street bervariasi pada awal pekan seiring optimisme investor terhadap laporan laba perusahaan besar.

oleh Agustina Melani diperbarui 19 Okt 2021, 06:02 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2021, 05:58 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada perdagangan Senin, 18 Oktober 2021. Wall street sempat dibuka dan berbalik arah naik seiring investor bertaruh pada kelanjutan laporan laba perusahaan besar yang kuat.

Saham Tesla dan Netflix naik menjelang laporan kuartal III 2021 pada pekan ini. Pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 naik 0,3 persen menjadi 4.486,46. Indeks Dow Jones merosot 36,15 poin atau 0,1 persen menjadi 35.258,61. Indeks Nasdaq bertambah 0,8 persen menjadi 15.021,81.

Sejumlah nama perusahaan besar akan melaporkan kinerja keuangan dalam seminggu ke depan, termasuk Netflix, Johnson&Johnson, United Airlines, Procter&Gamble.Selain itu, ada Tesla, Verizon dan IBM. Demikian mengutip dari laman CNBC, Selasa (19/10/2021).

Hasil yang kuat dari laporan kinerja pada pekan pertama termasuk dari bank-bank besar telah mendorong rata-rata indeks utama ke level tertinggi sepanjang masa. Indeks Dow Jones hampir satu persen dari rekor tertingginya. Sedangkan indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing naik 1,3 persen dan 2,5 persen.

Sedangkan pada awal pekan ini, sejumlah hal yang pengaruhi wall street antara lain China melaporkan produk domestik bruto (PDB) yang mengecewakan dengan pertumbuhan tahunan 4,9 persen pada kuartal III 2021.

Realisasi PDB itu lebih rendah dari perkiraan ekonom sekitar 5,2 persen. Produksi industri di China bulan lalu juga jauh dari harapan.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Gerak Saham hingga Data Ekonomi AS

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Steven Kaplan (tengah) saat bekerja dengan sesama pialang di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Produksi industri AS menurun pada September karena kendala pasokan terus menghambat manufaktur. Output turun hampir 1,28 persen ke level terendah sejak Februari, saat turun 3,02 persen, berdasarkan data yang dirilis oleh Federal Reserve.

Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun naik menyentuh posisi 1,627 persen. Kenaikan suku bunga telah menyebabkan sejumlah tekanan pada saham teknologi pada 2021.

Saham Disney melemah tiga persen setelah Barclays menurunkan peringkat saham dan memperkirakan pertumbuhan pelanggan streaming akan melambat.

Akan tetapi, indeks saham utama menguat selama sepekan ini seiring laporan laba yang kuat,dan hasil akhir pekan ini dapat mengubah kembali menjadi bullish jika ikuti tren yang sama.

Pada Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones naik 382 poin sehingga mendorong indeks menguat 1,58 persen selama sepekan, dan catat kinerja mingguan terbaik sejak Juni.

Indeks S&P 500 naik 1,82 persen pada pekan lalu untuk minggu terbaik sejak Juli. Sementara itu, indeks Nasdaq bertambah 2,18 persen.

Selain pendapatan lebih baik dari perkiraan Goldman Sachs, data ekonomi yang positif juga mendorong saham. Penjualan ritel naik 0,7 persen pada September, berdasarkan biro sensus pada Juamt pekan lalu. Sedangkan ekonom yang disurvei Dow Jones mengharapkan turun 0,2 persen.

“Wall Street mengharapkan perlambatan dalam pengeluaran tetapi ternyata konsumen Amerika Serikat tidak akan terganggu,” ujar Analis Pasar Senior Oanda, Edward Moya.

Ia menambahkan, data penjualan ritel lebih baik dari perkiraan selama berbulan-bulan menunjukkan konsumen terlihat kuat menuju musim liburan.

Harga Bitcoin Naik 1 Persen

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Spesialis Michael Mara (kiri) dan Stephen Naughton berunding saat bekerja di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Saat sentimen laporan laba begitu kuat, investor akan amati pernyataan perusahaan seputar kemacetan rantai pasokan dan inflasi. Sejauh ini, 41 komponen S&P 500 telah melaporkan kinerja kuartal III, dengan 80 persen di antaranya melampaui harapan earning per share (EPS) atau laba per saham, berdasarkan data dari Factset.

Mempertimbangkan perusahaan yang telah melaporkan dan memperkirakan sisanya, pertumbuhan laba kuartal III akan mencapai 30 persen, tingkat pertumbuhan kuartal III tertinggi untuk perusahaan S&P 500 sejak 2010, menurut FactSet.

“Pertumbuhan pada 2022 tampaknya akan terangkat oleh dampak keterlambatan stimulus moneter, dampak keterlambatan dari lonjakan kekayaan bersih konsumen, pembukaan kembali dan pembangunan kembali inventaris,” ujar Evercore ISI Chairman, Ed Hyman, dilansir dari CNBC.

Ia menambahkan, masalah rantai pasokan akan mereda, dan permintaan yang tidak terpenuhi pada 2021 kemungkinan akan dipenuhi pada 2022. “Upah cenderung meningkat, mengangkat pendapatan konsumen,” kata dia.

Bitcoin turun dari level tertinggi baru-baru ini, tetapi bertahan di atas USD 60.000 pada Minggu, 17 Oktober 2021, berdasarkan data dari CoinMetric karena bitcoin berjangka yang diperdagangkan pekan ini. Bitcoin naik lebih dari 1 persen hingga menyentuh USD 61.478,79 atau sekitar Rp 868,29 juta (asumsi kurs Rp 14.123 per dolar AS)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya