Presiden Amerika Serikat Joe Biden Tanda Tangani RUU Plafon Utang demi Hindari Gagal Bayar

Presiden Amerika Serikat (AS) memberikan pidato pertama untuk membahas rancangan undang-undang (RUU) untuk mengangkat plafon utang.

oleh Agustina Melani diperbarui 05 Jun 2023, 06:16 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2023, 06:16 WIB
Presiden Amerika  Serikat Joe Biden Tanda Tangani RUU Plafon Utang demi Hindari Gagal Bayar
Presiden Amerika Serikat (AS) memberikan pidato pertama dari Oval Office untuk membahas rancangan undang-undang (RUU) untuk mengangkat plafon utang (Dok. AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) memberikan pidato pertama dari Oval Office pada Jumat, 2 Juni 2023 untuk membahas rancangan undang-undang (RUU) untuk mengangkat plafon utang diikuti membatasi pengeluaran federal menyebutnya sebagai perjanjian “kritis”.

Ia menandatangan RUU itu menjadi undang-undang pada Sabtu, 3 Juni 2023. “Tidak ada yang mendapatkan semua yang mereka inginkan, tetapi rakyat Amerika Serikat mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Kami menghindari krisis ekonomi dan keruntuhan ekonomi,” tutur Joe Biden dikutip dari CNBC, ditulis Senin (5/6/2023).

RUU plafon utang AS kompromi lewati Senat dengan suara 63-36 pada Kamis malam memenangkan dukungan yang cukup dari kedua belah pihak untuk mengatasi ambang batas 60 suara majelis untuk hindari filibuster. Pada Rabu, 31 Mei 2023, RUU itu melewati DPR setelah 72 jam dengan voting 314-117.

Kesepakatan itu datang dengan sedikit waktu luang. Departemen Keuangan prediksi pemerintah federal akan kehabisan uang pada 5 Juni 2023 jika plafon utang tidak dicabut.

“Ini penting,” ujar Biden.

“Penting untuk semua kemajuan yang telah kita buat dalam beberapa tahun terakhir adalah menjaga kepercayaan dan penghargaan penuh dari Amerika Serikat dan mengesahkan anggaran yang terus menumbuhkan ekonomi kita dan mencerminkan nilai-nilai kita sebagai sebuah bangsa,”ia menambahkan.

Tanpa perjanjian, kewajiban federal seperti jaminan sosial, perawatan kesehatan dan gaji militer tidak akan terkirim. Kegagalan untuk mengangkat plafon utang akan mengguncang pasar keuangan global dan memicu hilangnya pekerjaan di Amerika Serikat.

RUU itu muncul setelah negosiasi intensif selama berminggu-minggu antara ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy dan Gedung Putih. Kesepakatan terakhir memberi kaum konservatif beberapa kemenangan kebijakan ideologis sebagai imbalan atas suara mereka untuk menaikkan plafon utang setelah pemilihan presiden tahun depan hingga 2025.

DPR AS Loloskan Plafon Utang demi Hindari Gagal Bayar

20160612-Penembakan Orlando, Gedung Putih Kibarkan Bendera Setengah Tiang-AS
Senat Amerika Serikat (AS) pada Kamis, 1 Juni 2023 telah tetapkan untuk mengambil Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk menaikkan plafon utang pemerintah. (AFP PHOTO/Yuri GRIPAS)

Sebelumnya, Senat Amerika Serikat (AS) pada Kamis, 1 Juni 2023 telah tetapkan untuk mengambil Rancangan Undang-Undang (RUU)  untuk menaikkan plafon utang pemerintah USD 31,4 triliun. Hal itu terjadi dengan hanya empat hari tersisa untuk mengesahkan langkah tersebut dan mengirimkannya ke Presiden AS Joe Biden untuk ditandatangani sehingga cegah gagal bayar.

Dikutip dari Yahoo Finance, Partai Demokrat dan Partai Republik  di majelis berjanji untuk melakukan semua yang mereka bisa untuk mempercepat RUU yang dinegosiasikan oleh Biden dan Ketua DPR AS dari Partai Republik Kevin McCarthy yang akan menangguhkan batas utang hingga 1 Januari 2025 dengan imbalan pembatasan pengeluaran.

Masih harus dilihat apakah anggota kaukus masing-masing, terutama anggota Partai Republik garis keras yang marah karena RUU itu tidak memasukkan pemotongan pengeluaran yang lebih dalam akan memakai aturan rahasia Senat untuk mencoba memperlambat pengesahannya.

Departemen Keuangan AS memperingatkan tidak akan dapat membayar semua tagihannya pada 5 Juni 2023 jika Kongres gagal bertindak.

DPR yang dikuasai Partai Republik pun meloloskan RUU pada Rabu malam dengan suara 314-117. McCarthy kehilangan dukungan dari pulihan rekannya dari Partai  Republik.

“Begitu RUU ini mencapai Senat, saya akan bergerak untuk membawanya ke lantai sesegera mungkin,” ujar Majority Leader, Chuck Schumer.

Pemimpin Senat dari Partai Republik Mitch McConnell juga beri isyarat bekerja dengan cepat dan mendukung RUU tanpa penundaan.

Adapun Partai Demokrat mengendalikan Senat dengan selisih tipis 51-49. Secara aturan membutuhkan 60 suara untuk memajukan sebagian besar undang-undang yang berarti setidaknya sembilan suara Republik diperlukan untuk meloloskan sebagian besar tagihan termasuk kesepakatan plafon utang.

 

Anggota Parlemen Tak Mau AS Hadapi Gagal Bayar Utang

Landmark di Washington DC Tutup
Foto yang diabadikan pada 12 Maret 2020 ini menunjukkan Gedung Capitol AS di Washington DC, Amerika Serikat. Sejumlah bangunan ikonis (landmark) di Washington DC, termasuk Gedung Putih, terpaksa ditutup sementara untuk umum akibat wabah COVID-19 yang tengah merebak di negara itu. (Xinhua/Ting Shen)

Tindakan itu hadapi tentangan dengan sejumlah anggota Partai Republik memangkas pengeluaran tidak lebih dari dalam. Di sisi lain, beberapa anggota Partai Demokrat menentang persyaratan kerja baru yang dikenakan pada beberapa program anti kemiskinan. Namun, sebagian besar anggota parlemen mengakui kalau tidak dapat menerima prospek gagal bayar.

Schumer dan McConnel bekerja di belakang layar untuk cegah lawan membangun penghalang procedural yang akan menunda perjalanan.

Setiap perubahan Senat pada RUU pada tahap ini berarti harus kembali ke DPR untuk pengesahan terakhir, penundaan yang dapat membuat gagal bayar pemerintah AS yang pertama kalinya menjadi kenyataan.

Kepada CBS News, Senator Republik Rand Paul menuturkan tidak akan menggunakan prosedur parlementer untuk menunda tindakan.

Namun, seorang Republikan lainnya Mike Lee akan mencoba memperlambatnya. Ia menentang RUU tersebut, tetapi tidak mengulangi ancamannya untuk mencoba menundanya. Ia mengeluh negosiator Republik dengan kompromi yang lemah terhadap Demokrat.

Adapun RUU itu disusun bersama selama berminggu-minggu negosiasi intensif antara pengganti Biden dan ketua DPR Kevin McCarthy. Argumen utamanya adalah tentang pengeluaran untuk beberapa tahun ke depan untuk program diskresioner seperti perumahan, pendidikan dan penelitian medis yang ingin dipangkas secara mendalam oleh Partai Republik sambil mencari pendanaan untuk militer, veteran dan kemungkinan keamanan perbatasan.

 

Dampak Potensi Gagal Bayar Utang

Landmark di Washington DC Tutup
Foto pada 12 Maret 2020 ini menunjukkan gedung Mahkamah Agung AS di Washington DC, Amerika Serikat. Sejumlah bangunan ikonis (landmark) di Washington DC, termasuk Gedung Putih, terpaksa ditutup sementara untuk umum akibat wabah COVID-19 yang tengah merebak di negara itu. (Xinhua/Ting Shen)

Adapun perkiraan Kantor Anggaran Kongres nonpartisan akan menghemat USD 1,5 triliun selama 10 tahun. Itu di bawah penghematan USD 4,8 triliun yang diinginkan oleh Partai Republik dalam RUU yang mereka lewati DPR pada April. Selain itu juga di bawah defisit USD 3 triliun yang diusulkan anggaran Biden untuk kurangi defisit selama waktu itu melalui pajak baru.

Terakhir kali Amerika Serikat hampir gagal bayar adalah pada 2011. Kebuntuan itu memukul pasar keuangan menyebabkan penurunan peringkat kredit pemerintah untuk pertama kalinya dan mendorong biaya pinjaman negara.

Adapun gagal bayar utang akan memicu konsekuensi keuangan yang meluas, memicu resesi yang akan menimpa semua orang mulai dari warga miskin yang bergantung pada bantuan pemerintah hingga warga lanjut usia yang harapkan dana pensiun. Selain itu, jaminan sosial dan investor wall street yang kaya dengan portofolio saham dan obligasi.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya