Meneropong Dampak Evergrande terhadap Emiten Properti di Indonesia

Saham emiten properti cenderung melemah pada penutupan perdagangan Jumat, 18 Agustus 2023. Imbas Evergrande?

oleh Elga Nurmutia diperbarui 20 Agu 2023, 21:29 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2023, 21:29 WIB
Pembukaan Awal Tahun 2022 IHSG Menguat
Raksasa properti asal China, Evergrande mengajukan perlindungan kebangkrutan di Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Raksasa properti asal China, Evergrande mengajukan perlindungan kebangkrutan di Amerika Serikat (AS). Langkah tersebut akan memungkinkan perusahaan yang terlilit utang itu untuk melindungi asetnya di AS, saat memproses pada kesepakatan multi-miliar dolar dengan kreditur.

Lantas, apakah akan berdampak pada emiten properti di Indonesia?

Pengamat Pasar Modal Desmond Wira menilai kasus Evergrande tidak akan memberikan dampak langsung terhadap emiten properti di Indonesia. Akan tetapi, ada dampak tidak langsung terhadap ekonomi Indonesia. 

"Tidak ada dampak langsung pada emiten properti di Indonesia. Yang ada dampak tidak langsung terhadap ekonomi Indonesia," kata Desmond saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (20/8/2023).

 Menurut ia, kebangkrutan Evergrande menunjukkan adanya pelemahan ekonomi di China. Sebelumnya, China memutuskan untuk tidak merilis data pengangguran muda setelah angkanya naik fantastis di angka 21 persen lebih. 

"Pelemahan ekonomi China yang merupakan terbesar kedua dunia akan berdampak pada negara-negara lainnya. Misalnya pada turunnya permintaan bahan mentah dari Indonesia," kata dia.

Sementara itu, Desmond menyarankan investor agar melakukan wait and see ekonomi China dan pasar saham dunia secara umum.

Adapun mayoritas harga saham sejumlah emiten properti di Indonesia ditutup terkoreksi pada penutupan perdagangan, Jumat, 18 Agustus 2023. 

Melansir RTI, harga saham ASRI melemah pada penutupan perdagangan, Jumat, 18 Agustus 2023. Saham ASRI melemah 0,54 persen ke posisi Rp 185 per saham. Kemudian, saham BSDE terkoreksi 3,45 persen ke level Rp 1.120 per saham. Harga saham CTRA pun turut terkoreksi 0,88 persen ke level Rp 1.120 per saham.

Lalu, harga saham SMRA juga melemah 2,22 persen menjadi Rp 660 per saham. Saham APLN turun 0,65 persen di level Rp 154 per saham.

Selain itu, saham PWON menurun 1,68 persen ke level Rp 468 per saham dan saham DILD melemah 0,93 persen ke level Rp 212 per saham.

 

 

Alasan Perusahaan Properti China Evergrande Ajukan Bangkrut di Amerika Serikat

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sebelumnya, grup Evergrande China yang pernah menjadi pengembang properti terbesar kedua di China mengajukan kebangkrutan di New York, Amerika Serikat pada Kamis, 17 Agustus 2023.

Dikutip dari CNN, Jumat (18/8/2023), Evergrande yang gagal bayar utang dan memiliki pinjaman jumbo pada 2021 memicu krisis properti besar-besaran di China sehingga berdampak terhadap perekonomian.

Evergrande mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 15 yang memungkinkan pengadilan Amerika Serikat untuk turun tangan ketika kasus kebangkrutan melibatkan negara lain. Bab 15 kebangkrutan dimaksudkan untuk membantu promosi kerja sama antara pengadilan AS, debitur dan pengadilan negara lain yang terlibat dalam proses kebangkrutan.

Evergrande tidak segera menanggapi permintaan komentar dari CNN.

Dampak Gagal Bayar Evergrande

Sektor real estate China telah lama dilihat sebagai pertumbuhan vital di ekonomi terbesar kedua di dunia dan sumbang 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) China.

Akan tetapi, gagap bayar Perusahaan pada 2021 membawa gelombang kejutan melalui pasar properti China, menganggu pemilik properti dan sistem keuangan yang lebih luas di negara itu.

Gagal bayar Perusahaan terjadi setelah Beijing mulai menindak pinjaman berlebihan oleh pengembang dalam upaya untuk mengendalikan harga perumahan yang melonjak.

Sejak keruntuhan Evergrande, beberapa pengembang besar lainnya di China termasuk Kasia, Fantasia, dan Shimao Group telah gagal membayar utangnya.

Baru-baru ini, raksasa real estate China lainnya Country Garden memperingatkan akan mempertimbangkan untuk adopsi berbagai langkah manajemen utang memicu spekulasi Perusahaan mungkin sedang bersiap untuk merestrukturisasi utang karena berjuang mendapatkan uang tunai. Masalah industri telah diperkuat oleh perlambatan ekonomi secara keseluruhan di negara ini.

 

Rencana Bisnis

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Evergrande adalah Perusahaan besar dengan lebih dari 1.300 proyek real estate di lebih dari 280 kota, menurut situsnya. Perusahaan juga memiliki beberapa bisnis non real estate termasuk bisnis kendaraan listrik, bisnis perawatan kesehatan dan taman hiburan.

Evergrande telah berjuang melunasi pinjaman setelah resmi gagal bayar utang pada akhir 2021. Beban utang Perusahaan properti itu mencapai 2,43 triliun yuan atau USD 340 miliar pada akhir tahun lalu. Itu kira-kira 2 persen dari seluruh produk domestik bruto (PDB) China.

Evergrande juga melaporkan dalam pengajuan pasar saham bulan lalu kalau kehilangan dana pemegang saham USD 81 miliar pada 2021 dan 2022.

Awal 2023, perseroan meluncurkan rencana restrukturisasi utang yang telah lama ditunggu-tunggu yang merupakan rekor terbesar di China. Pengembang mengatakan telah mencapai perjanjian yang mengikat dengan pemegang obligasi internasional padaa persyaratan kunci dari rencana itu.

“Restrukturisasi yang diusulkan akan mengurangi tekanan utang luar negeri Perusahaan dan fasilitasi upaya Perusahaan untuk melanjutkan operasi dan menyelesaikan masalah,’ tulis Evergrande dalam pengajuan.

Sebagian dari rencana, Evergrande akan fokus kembali ke operasi normal dalam tiga tahun ke depan. Akan tetapi butuh biaya tambahan USD 36,4 miliar-USD 43,7 miliar. Selain itu Perusahaan juga memperingatkan unit kendaraan listriknya berisiko ditutup tanpa pendanana baru.

Sejak itu, sejumlah pendanaan telah datang. Awa pekan ini, Perusahaan yang berbasis di Dubai yakni NWTN mengumumkan investasi strategis senilai USD 500 juta dalam grup kendaraan listrik Evergrande dengan imbalan saham 28 persen.

 

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya