Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI terus melaju di zona hijau. Hingga penutupan sesi I hari ini, Selasa 17 September 2024, BRIS naik 7,69 persen ke posisi 3.080. BRIS dibuka pada posisi 2.850 dan sempat menyentuh all time high (ATH) di posisi 3.180.
Merujuk data RTI, frekuensi perdagangan saham BRIS tercatat sebanyak 25.925 kali. Volume saham yang ditransaksikan yakni 131,18 juta lembar senilai Rp 404,48 miliar. Dalam sepekan, BRIS naik 17,56 persen dan naik 77,01 persen sejak awal tahun (year to date/ytd).
Baca Juga
Direktur Utama BSI, Hery Gunardi menilai kenaikan saham BRIS mencerminkan kepercayaan investor terhadap prospek perseroan ke depannya. Di sisi lain, kondisi ini juga mencerminkan kinerja BSI yang solid.
Advertisement
"Alhamdulillah harga sahamnya naik. Artinya investor, nasabah, dan masyarakat percaya bahwa BSI bank yang baik. Dikelola dengan naik dan menunjukkan kinerja keuangan yang baik," kata Hery, Selasa (17/9/2024).
Sampai dengan paruh pertama tahun ini, BRIS membukukan laba bersih Rp 3,39 triliun. Laba tersebut naik 20,28% dibandingkan semester I 2023 yang tercatat sebesar Rp 2,82 triliun. Pada periode yang sama, pembiayaan BSI naik 16,04% menjadi Rp 256,78 triliun per Juni 2024 dari sebelumnya Rp 221,3 triliun per Juni 2023. Alhasil, aset terkerek naik 15,1% menjadi Rp 360,96 triliun dari sebelumnya Rp 313,61 triliun.
BRIS telah menghimpun dana pihak ketiga sebesar Rp 296,7 triliun, naik 17,5% menjadi Rp 296,7 triliun per Juni 2024 dari sebelumnya Rp 252,52 triliun per Juni 2023. Lebih lanjut, Hery memastikan kenaikan saham BRIS belakangan ini tidak ada kaitannya dengan rencana aksi korporasi dalam waktu dekat.
Namun, sebagai bank yang berkembang, Hery mengatakan BRIS membuka peluang aksi korporasi sembari memperhatikan bank-bank lain yang menarik.
"Kalau ada yang memang ditawarkan, ada yang bagus kenapa tidak. Tapi hari ini belum kelihatan target. Tapi mode-nya siap,” kata Hery.
Penguatan saham BRIS terjadi di tengah laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis pada sesi pertama perdagangan Selasa, 17 September 2024. IHSG naik 0,09 persen ke posisi 7.819. Pada sesi pertama, IHSG berada di level tertinggi 7.854,01 dan terendah 7.802,27. Sebanyak 305 saham menguat sehingga angkat IHSG. 260 saham melemah dan 226 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 745.630 kali dengan volume perdagangan 13,8 miliar saham. Nilai transaksi Rp 6,3 triliun.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
5 Perusahaan Indonesia Masuk Daftar World's Best Companies 2024 versi TIME
Sebelumnya, Majalah TIME merilis daftar Perusahaan Terbaik Dunia 2024 atau World's Best Companies 2024. Dalam membuat daftar ini, Majalah TIME menggandeng Statista yang merupakan penyedia data dan peringkat pasar dan konsumen internasional terkemuka. Dalam daftar ini terdapat lima perusahaan asal Indonesia.
Kelima perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut adalah PT Astra International Tbk (ASII), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).
dikutip dari TIME, Selasa (17/9/2024), perusahaan-perusahaan asal Indonesia ini masuk dalam daftar bersama perusahaan kelas dunia. Untuk nomor lima teratas yang masuk daftar Perusahaan Terbaik Dunia 2024 adalah Apple, Accenture, Microsoft, BMW Group dan Amazon.
Dalam membuat daftar ini, Majalah TIME dan Statista menggunakan analisis komprehensif untuk mengidentifikasi perusahaan dengan kinerja terbaik di seluruh dunia. Studi ini didasarkan pada tiga dimensi utama yaitu kepuasan karyawan, pertumbuhan pendapatan, dan transparansi keberlanjutan (ESG).
Dimensi pertama, kepuasan karyawan, dievaluasi menggunakan data survei dari karyawan di seluruh dunia. Evaluasi tersebut mencakup citra, atmosfer, kondisi kerja, gaji, dan kesetaraan karyawan
Dimensi kedua, pertumbuhan pendapatan, dinilai menggunakan data dari basis data pendapatan Statista dan riset tertarget, yang berisi data pertumbuhan perusahaan selama tiga tahun terakhir. Perusahaan wajib menghasilkan pendapatan minimal USD 100 juta.
Advertisement
Aspek Penilaian
Dimensi ketiga, Transparansi Keberlanjutan, dievaluasi berdasarkan data ESG di antara KPI terstandarisasi dari Basis Data ESG Statista dan riset data tertarget.
Setelah data dikumpulkan dan dievaluasi, kemudian dikonsolidasikan dan diberi bobot dalam model penilaian. Skor dari ketiga dimensi tersebut ditambahkan dengan persentase yang sama untuk membentuk skor peringkat akhir dengan nilai maksimum 100 poin.
Sebanyak 1.000 perusahaan dengan skor tertinggi dianugerahi sebagai Perusahaan Terbaik Dunia 2024 oleh TIME dan Statista.
Dalam peringkatnya, lima perusahaan Indonesia tersebut PT Astra International Tbk (ASII) berada di peringkat ke-435 dengan skor 87,54. Kemudian PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang ada di peringkat 892 dengan perolehan skor 79,51.
Lalu ada PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) di peringkat ke-908 dengan skor 79,19, disusul PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang ada di posisi 914 dengan skor 78,94, dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) di peringkat 961 dengan skor 75,58.
2 Bank Pelat Merah Masuk Daftar World's Best Companies 2024 versi TIME, Bagaimana Prospeknya?
Sebelumnya, Majalah TIME merilis daftar Perusahaan Terbaik Dunia 2024 atau World's Best Companies 2024. Terdapat dua perusahaan pelat merah RI yang berhasil bertengger di posisi bergengsi itu, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).
BBNI ada di peringkat 892 dengan perolehan skor 79,51. Sementara BMRI ada di posisi 914 dengan skor 78,94. Pengamat Pasar Modal, Lanjar Nafi menilai masuknya BMRI dan BBNI pada daftar Time World's Best Companies of 2024 adalah prestasi yang luar biasa dan akan memberikan pengakuan internasional atas kualitas manajemen serta tata kelola perusahaan (good corporate governance).
"Hal tersebut juga menurut saya dapat meningkatkan kepercayaan investor, yang tentu akan juga dapat berdampak positif pada kinerja saham di market. Sentimen tersebut dapat memperkuat BMRI dan BBNI di sektor perbankan yang kompetitif, meningkatkan kepercayaan nasabah dan mendorong Bank untuk ekspansi lebih ke depan," kata Lanjar kepada Liputan6.com, Selasa (17/9/2024).
Meski menjadi sentimen positif, perlu dicatat bahwa rekomendasi untuk Bank BMRI dan BBNI tidak hanya berdasarkan pencapaian tersebut. Menurut Lanjar, investor juga harus mempertimbangkan valuasi harga saham saat ini terhadap kinerja bisnis mereka.
Secara fundamental, Lanjar mencatat Net Interest Margin (NIM) BMRI di level 4,79% dan BBNI di level 3,90%. Sedangkan secara industri perbankan rata-rata di level 5,18%. Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa baik BMRI maupun BBNI masih memiliki ruang untuk meningkatkan margin bunga.
Advertisement
Tingkat Likuiditas Bank
Dari segi tingkat likuiditas kedua bank ini memiliki tingkat yang relatif baik. BMRI memiliki LDR sebesar 94,32% dan BBNI sebesar 95,96%. Meskipun mendekati batas yang dianggap sehat dalam pengelolaan likuiditas namun mereka masih relatif sehat.
Berdasarkan PBV BMRI di level 2,67x dan BBNI di level 1,40x, masih berada di bawah rata-rata PBV industri berdasarkan data yang saya dapat sebesar 3x.
"Hal tersebut dapat menjadi trigger bahwa kedua saham masih dinilai undervalue secara industri. Sehingga rekomendasinya BMRI di rating HOLD TP 7.750 . BBNI di rating BUY TP 5.750," ulas Lanjar.
Sebelumnya, Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina menilai sektor keuangan atau perbankan secara umum mendapat angin segar dari pemangkasan suku bunga The Fed yang diyakini akan terjadi pada bulan ini. Asumsinya, Bank Indonesia (BI) akan mengikuti penurunan suku bunga sebelum 2024 berakhir sehingga memperkuat daya beli masyarakat serta mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga.
"Di tengah sinyal penurunan suku bunga, Mirae Asset Sekuritas sedang memperhatikan dua sektor yaitu perbankan dan sektor ritel dengan perhatian utama pada kinerja fundamental masing-masing perusahaan.