Siklus Pemangkasan Bunga Dimulai, Yuk Cari Cuan dari Obligasi

Awal dari siklus pemangkasan suku bunga yang dapat terjadi hingga 2025 atau 2026, sebagai bentuk normalisasi kebijakan

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 22 Sep 2024, 06:02 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2024, 06:02 WIB
IHSG Ditutup Menguat
Karyawan memfoto layar pergerakan IHSG, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/08/2022), ditutup di level 7046,63. IHSG menguat 58,47 poin atau 0,0084 persen dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mengungkapkan siklus pemangkasan suku bunga telah dimulai. Langkah ini dipandang sebagai awal dari siklus pemangkasan suku bunga yang dapat terjadi hingga 2025 atau 2026, sebagai bentuk normalisasi kebijakan setelah sebelumnya suku bunga meningkat drastis untuk menahan laju inflasi global.

Portfolio Manager, Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia, Laras Febriany mengatakan, siklus pemangkasan suku bunga secara historis berdampak positif bagi pasar obligasi. Pada empat siklus pemangkasan suku bunga BI sebelumnya yang terjadi di 2011, 2016, 2019, dan 2020 secara rata-rata indeks BINDO mencatat kinerja positif 18 persen. 

“Turunnya suku bunga cenderung berdampak langsung terhadap pasar obligasi karena hubungan yang erat antara suku bunga, imbal hasil obligasi, dan harga obligasi, karena instrumen obligasi diminati ketika suku bunga turun karena investor dapat mengunci imbal hasil di level tinggi,” jelas Laras dalam keterangan resmi, Minggu (22/9/2024).

Daya Tarik Investor Asing

Menurut Laras, Indonesia memiliki profil ekonomi yang menarik di antara negara berkembang lain, didukung oleh tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang stabil, inflasi rendah, tingkat utang negara rendah, kondisi politik stabil, dan tingkat imbal hasil obligasi yang tinggi. 

Hal ini yang menjadikan daya tarik investor asing untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia. Langka bagi suatu negara berkembang memiliki profil yang cukup baik secara menyeluruh, karena biasanya ada saja masalah pada salah satu faktor tersebut.

“Dengan profil yang menarik itu, faktor kunci bagi investor adalah pada stabilitas nilai tukar Rupiah, karena pelemahan nilai tukar akan menggerus potensi imbal hasil bagi investor asing,membuat obligasi Indonesia kurang menarik, dan pada akhirnya dapat membuat arus dana asing berbalik,” jelasnya.

 

Rupiah Bisa Sumringah

Pembukaan Awal Tahun 2022 IHSG Menguat
Aktivitas pekerja di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Laras menambahkan, dimulainya siklus pemangkasan suku bunga The Fed diperkirakan dapat menjadi iklim yang suportif bagi Rupiah dan bisa menarik arus dana asing masuk ke pasar obligasi Indonesia lebih lanjut.

Berbicara mengenai stabilitas nilai tukar Rupiah, menurut Laras, secara historis, periode pemangkasan suku bunga The Fed adalah kondisi yang negatif bagi USD. 

Sejak tahun 1990, terdapat delapan siklus pemangkasan suku bunga The Fed, dan secara rata-rata nilai tukar USD melemah 1,1 persen dalam periode tersebut. Kondisi pelemahan USD ini dapat menjadi faktor yang suportif bagi stabilitas Rupiah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya